http://www.indomedia.com/bpost/072007/10/depan/utama1.htm

 
Soeharto Selewengkan Rp 4 Triliun

  a.. Yayasan Supersemar Digugat Rp 14 Triliun 
JAKARTA,BPOST - Sebagian dana Yayasan Supersemar yang didirikan mantan Presiden 
Soeharto tidak digunakan untuk kepentingan pendidikan. Diindikasikan, dana yang 
dikumpulkan dari penyisihan 2,5 persen laba bersih bank-bank pemerintah itu 
masuk ke kantong keluarga dan kroni Soeharto sebesar Rp 4 triliun.

Kejaksaan Agung, Senin (9/7), mendaftarkan gugatan perdata penyelewengan dana 
Supersemar itu ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (Jaksel). Untuk gugatan 
materiil, Kejagung meminta Soeharto dan Yayasan Supersemar membayar uang yang 
disalahgunakan penyalurannya sebesar Rp 4 triliun. Sedangkan gugatan 
imateriilnya sebesar Rp 10 triliun. Jika ditotal, jumlah nilai gugatan sekitar 
Rp 14 triliun.

Ketua Tim Jaksa Pengacara Negara (JPN) Dachmer Munte yakin gugatan tersebut 
akan dimenangkan Kejagung. "Kita yakin menang. Bukti-bukti yang kita bawa 
kuat," tegas Dachmer usai menyerahkan gugatan.

Keyakinan Dachmer dikuatkan Jaksa Agung Perdata dan Tata Usaha Negara 
(Jamdatun) Kejagung, Alex Sato Bya. "Dokumen-dokumen asli itu ada. Dan itu 
menguatkan semua gugatan kita," tegas Alex.

Baik Alex dan Dachmer menegaskan, dana Yayasan Supersemar mengalir ke keluarga 
dan kroni Soeharto. "Ada yang mengalir ke Nusamba (perusahaan milik kroninya) 
dan Kosgoro," terang Alex.

Menurut Alex, untuk memperkuat gugatan ini, Kejagung telah mengundang sejumlah 
pihak untuk dimintai keterangan. "Saya sudah mengundang Ir Suhud dan bekas 
Menpora Hayono Isman," ujarnya.

Alex menjelaskan tim JPN telah memperlihatkan gugatan ini ke Jaksa Agung. 
Hendarman Supandji pun merasa puas dengan gugatan yang telah disusun tim JPN 
sehingga pendaftaran dapat dilakukan.

"Jadi beliau sudah puas dan tidak ada yang direvisi. Sehingga bisa 
didaftarkan," tuturnya.

Sia-sia

Tim JPN boleh optimis menang, tapi tidak bagi kubu Soeharto. "Itu upaya yang 
sisa-sia. Buang-buang waktu, tenaga dan pikiran serta uang," tegas kuasa hukum 
Soeharto Juan Felix Tampubolon.

Bakal kandasnya gugatan tersebut, menurut Felix, karena Kejaksaan hanya menukar 
guling dari dakwaan pidana menjadi gugatan perdata. 

"Dulu kasus itu didakwa pidana dengan dakwaan korupsi. Tapi sekarang digugat 
secara perdata yang mengambil secara guling (mentah-mentah) dari dakwaan 
pidana," lanjut Felix.

Diakui Felix, dakwaan pidana tidak bisa dijadikan bahan untuk menggugat secara 
perdata. "Dasar hukumnya tidak ada, karena aspek hukumnya juga berbeda. Ada 
kepentingan politik dibalik gugatan itu," tegasnya.

Felix melihat, ada keraguan Kejaksaan dalam mengajukan gugatan tersebut. Hal 
tersebut dapat dilihat dari hanya Yayasan Supersemar saja yang digugat lebih 
dulu. Padahal, kalau Kejaksaan yakin dengan gugatan perdatanya, seharusnya 
tujuh yayasan digugat sekaligus. 

"Gugatannya saja ragu-ragu, ya kita optimis menang. Kita siap menghadapinya," 
lanjutnya. 

Susah Diselesaikan 

Gugatan perdata ini disambut dingin oleh pengamat politik dari Universitas 
Paramadina, Yudi Latif. Menurutnya, kasus Soeharto ini akan susah diselesaikan 
secara hukum.

"Proses hukum akan susah, karena memakan waktu lama dan belum tentu bisa 
dibuktikan, apalagi, orang sudah bisa memproteksi diri dari hukum," ujar Yudi.

Yudi justru melihat upaya penyelesaikan kasus Soeharto ada motif politik, 
karena tidak merupakan gerakan integral untuk menyelesaikan secara tuntas 
isu-isu masa lalu.

"Kalau motifnya seperti itu, maka bisa diselesaikan di tengah jalan. Bisa 
terhapus oleh isu yang lebih penting dan bisa juga karena adanya 'deal-deal' 
bawah tangan," katanya.

Tokoh politik Amien Rais juga mengingatkan hal yang sama. Ia meminta Kejagung 
selain melihat penegakan hukum juga memperhatikan realitas saat ini.

"Tuntutannya makin samar dan data-datanya telah mengalami banyak erosi," ujar 
Amien. 

Ia menambahkan kondisi Soeharto saat ini sudah uzur dengan ingatan yang sangat 
lemah sehingga sulit membantu dalam proses pengusutan hukum.

Amien juga setuju bahwa penegakan hukum dalam pengusutan kasus Supersemar dan 
mantan presiden Soeharto harus tetap diselesaikan. Karena itu, ia mengingatkan 
Kejaksaan Agung harus memiliki dasar tuntutan yang kuat dan data-data yang 
mendukung.

Lebih jauh, Amien menambahkan saat ini yang paling penting adalah pengembalian 
aset-ase negara yang telah diselewengkan Soeharto melalui Yayasan Supersemar.

"Aset-aset itu harus diselamatkan demi peningkatan kesejahteraan masyarakat. 
Karena sekarang yang paling utama adalah masalah kemiskinan yang dihadapi 
rakyat Indonesia," tegasnya.

++++

http://www.indomedia.com/bpost/072007/10/depan/utama2.htm

 

Rumah Cendana Batal Disita

RUMAH mantan Presiden Soeharto di Jalan Cendana Nomor 8, Menteng, Jakarta Pusat 
batal disita. Kejagung, selaku Jaksa Pengacara Negara (JPN), tidak memasukkan 
rumah asri yang didiami mantan penguasa Orde Baru tersebut ke dalam daftar sita 
jaminan pada surat gugatan yang didaftarkan ke PN Jakarta Selatan, Senin (9/7).

Satu-satunya aset yang dimasukkan dalam daftar sita jaminan adalah gedung 
Granadi di Jalan Rasuna Said Kav 7-8, Jakarta Selatan. Gedung saat ini 
digunakan untuk kantor yayasan-yayasan yang didirikan Soeharto termasuk 
Supersemar sekaligus kantor beberapa perusahaan Tommy dan keluarganya yakni 
Humpuss Grup.

Rencana untuk menyita rumah Cendana sebelumnya digembar-gemborkan Jaksa Agung 
Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Alex Sato Bya dan Ketua tim Jaksa 
Pengacara Negara (JPN) Dachmer Munte. 

Kedua pucuk pimpinan dalam gugatan Soeharto ini sebelumnya mengatakan, rumah di 
Jalan Cendana Nomor 8, Menteng tersersebut diduga diperoleh dari hasil korupsi 
Yayasan Supersemar. 

Bahkan, Alex mengatakan, aliran dana Supersemar sebagian digunakan untuk 
membeli rumah asri yang sampai sekarang menjadi kawasan elit di tengah kota 
Jakarta.

Dachmer yang diklarifikasi perihal tidak dimasukkannya rumah Cendana tersebut 
mengelak menjawab. "Lho, kok Anda tahu. Kalau soal isi gugatan dan sita 
jaminan, itu nanti di persidangan saja. Itu sifatnya private. Baru menjadi 
publik setelah di sidangkan," kelitnya. 

Dachmer menjelaskan, gugatan perdata yang diajukan Kejagung tujuannya adalah 
untuk mengembalikan keuangan negara yang diduga dikorupsi Soeharto dan Yayasan 
Supersemar. Oleh karena itu, jika dalam masa mediasi, yakni sebelum persidangan 
dimulai, terjadi kesepakatan pihak Soeharto dan Yayasan Supersemar bersedia 
membayar gugatan sekitar Rp 4 triliun untuk gugatan materiil dan Rp 10 triliun 
untuk gugatan imateriil, maka persidangan tidak dilanjutkan. 

Namun seandainya persidangan nanti memutuskan gugatan Kejagung diterima, maka 
Soeharto dan Yayasan Supersemar wajib membayar senilai gugatan yang dikabulkan 
majelis hakim. 

"Kalau sampai batas waktu pelunasan belum juga lunas, maka anak dan keluarga 
tergugat (Soeharto) bisa dikenakan untuk melunasi," jelas Kapuspenkum Kejagung 
Salman Maryadi saat mengelar jumpa pers bersama Dachmer. J


[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to