http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail_c&id=294183

Jumat, 13 Juli 2007,



Ubah Peta Politik Daerah 


Gagasan pemerintah membagi daerah pemilihan (dapil) DPRD berdasar wilayah 
administrasi tanpa penggabungan-penggabungan dinilai akan membawa sejumlah 
implikasi serius, baik dalam konteks keterwakilan maupun politis. Dari hasil 
simulasi yang dilakukan Centre for Electoral Reform (CETRO) dengan menjadikan 
DPRD Provinsi Jawa Tengah sebagai contoh kasus, ditemukan sejumlah hasil 
mengejutkan.

Direktur CETRO Hadar N. Gumay menyampaikan, bila usul pemerintah membagi dapil 
DPRD provinsi menjadi kabupaten/kota tanpa penggabungan dikabulkan, Jateng akan 
memiliki 35 dapil untuk Pemilu DPRD 2009. Dengan menghitung kembali data 
perolehan suara masing-masing partai untuk pemilu DPRD di Jateng pada 2009, 
CETRO menangkap adanya gejala peningkatan suara yang hilang dan penurunan suara 
yang terwakili.

Hadar menggambarkan, pada Pemilu 2004, dengan 10 dapil di Jateng, hanya ada 2,4 
juta (13,8%) suara yang hilang, yang tingkat keterwakilannya 15,2 juta (86,2 
persen). Dengan menyimulasikan usul dapil "ala" pemerintah kepada hasil Pemilu 
DPRD Jateng 2004 itu, kondisinya semakin buruk. Jumlah suara hilang meningkat 
menjadi 6,9 juta (39,3 persen) dan suara yang terwakili justru turun ke angka 
10,6 juta (60,7 persen). "Gejala ini juga terjadi pada daerah-daerah lain di 
Indonesia," tegasnya.

Secara politis, lanjut dia, hasilnya juga tak kalah mengejutkan. Bila Provinsi 
Jateng dibagi 35 dapil menurut masing-masing kabupaten/kota, akan terlihat 
adanya perubahan komposisi kursi di parlemen. Saat ini, dengan mengacu kepada 
UU No.12/2003 tentang Pemilu Legislatif, di DPRD Jateng terdapat 100 kursi. 

Namun, dengan merujuk kepada draf RUU yang diajukan pemerintah, jumlah kursi 
DPRD Jatim hanya 90. Itu merupakan jumlah alokasi kursi tertinggi untuk 
provinsi dengan jumlah penduduk di atas 11 juta. Penduduk Jateng mencapai 17,6 
juta. Simulasi CETRO, jelas Hadar, dengan mengombinasikan semua usul pemerintah 
itu. 

Sekarang, dengan 100 kursi yang terbagi ke 10 dapil, komposisi kursi DPRD 
Jateng terdiri atas Golkar, PDIP, PAN, PPP, PKS, PKB, dan Partai Demokrat. Bila 
usul pemerintah digunakan dengan asumsi DPRD Jateng hanya memiliki 90 kursi, 
akan ada partai yang "terdepak" dari DPRD Jateng, yaitu PKS. "PKS yang 
sebelumnya memperoleh 7 kursi justru malah bisa tidak mendapatkan apa-apa," 
ujarnya.

Menurut Hadar, bila usul pemerintah tersebut diterapkan secara nasional, untuk 
level DPRD Provinsi akan ada 61 dapil yang besaran DP-nya hanya satu kursi. 
Berturut-turut, 2-3 kursi di 192 dapil, 4-12 kursi di 176 dapil, dan lebih dari 
12 kursi di 11 dapil. Simulasi itu, jelas Hadar, dilakukan dengan menggunakan 
data jumlah penduduk dan kabupaten/kota (440, Red) pada pemilu presiden putaran 
kedua.

"Kalau hanya 3 atau 2 kursi per masing-masing dapil, apalagi sampai ada yang 
benar-benar cuma satu, yang terlihat bukan lagi proporsional, tapi distrik," 
katanya. 

Bila menggunakan sistem distrik, potensi suara hilang juga semakin besar. 
"Secara umum, ini kurang baik buat demokrasi kita," ujarnya.

Terkait usulan pemerintah untuk tetap mempertahankan dapil bagi anggota DPR 
pusat sesuai pemilu 2004, menurut Hadar, sejumlah partai justru memiliki 
kecenderungan untuk mengupayakan penambahan jumlah dapil itu. "Perdebatan 
hangat akan terjadi di sana. Ada partai yang ingin memperbanyak dapil dan 
memperkecil jumlah kuota kursi di masing-masing dapil itu," ujarnya.

Paling tidak, usul tersebut telah terlontar dari PKB yang menghendaki batasan 
di setiap dapil 3-10 kursi dan Partai Golkar 3- kursi. Kalau sekarang, UU 
12/2003 menetapkan alokasi kursi per Dapil antara 3-12 kursi. Pemerintah juga 
menghendaki batasan 3-12 kursi itu tidak direvisi.

Munculnya usul untuk mempersempit besaran daerah pemilihan tentu bukan tanpa 
alasan. Secara teoretis, semakin sedikit jumlah kursi yang diperebutkan dalam 
satu dapil semakin kecil pula peluang bagi partai politik gurem untuk 
mendapatkan kursi.

"Penambahan dapil hanya akan menguntungkan partai-partai besar," kata Ketua DPP 
PBB Djamaluddin Karim. Sebab, konsentrasi perolehan suara partai-partai kecil 
menjadi semakin terpecah dan tak mampu mencapai bilangan pembagi pemilih (BPP) 
di masing-masing provinsi. PBB yang hanya memperoleh 11 kursi (2 persen) 
termasuk salah satu partai yang terancam batasan electoral threshold 3 persen 
dan penambahan dapil pada pemilu 2009 nanti. (pri


[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to