Jenderal TNI (Purn.) Wiranto: Jabatan adalah Alat Melakukan Kebajikan

Oleh : Irwan Sutjipto 

17-Okt-2007, 14:49:58 WIB - [www.kabarindonesia.com]
KabarIndonesia - Joseph W. Prueher, Panglima Komando Pasukan AS di 
Pasifik, pada 1998 menuliskan "Untuk Jenderal ketahui, kekaguman 
saya kepada Jenderal begitu besar karena Jenderal telah berhasil 
menciptakan suatu kondisi dan melaksanakan peralihan kepemimpinan 
dengan tertib di Indonesia dan dengan cara yang selalu berpijak 
kepada konstitusi. Padahal, sebulan yang lalu hanya beberapa orang 
saja yang berpikiran bahwa Jenderal akan mampu melaksanakannya." 
(Dari catatan Jenderal Purnawirawan Wiranto, Bersaksi di Tengah 
Badai, 2004). Ini adalah satu kutipan untuk menunjukan bahwa lelaki 
bersuara emas ini tidak hanya populer di dalam negeri, tapi juga 
dikenal baik oleh berbagai kalangan di luar negeri. Tokoh yang satu 
ini memang sudah tidak diragukan lagi kepopulerannya.

Terlahir sebagai anak keenam dari sembilan bersaudara dengan nama 
Wiranto di Yogyakarta pada 4 April 1947. Ayahnya, RS Wirowijoto, 
adalah seorang guru sekolah dasar, dan ibunya bernama Suwarsijah. 
Pada usia sebulan, bayi Wiranto dibawa pindah oleh orang tuanya ke 
Surakarta akibat agresi Belanda yang menyerang kota Yogyakarta. Di 
Surakarta inilah ia kemudian bersekolah hingga menamatkan Sekolah 
Menengah Pertama.

Di usia sekolah, suami dari Hj. Rugaiya Usman, SH ini menekuni ilmu 
arsitektur agar kelak menjadi seorang arsitek. Namun, akibat 
kekurangan biaya pendidikan untuk meneruskan belajar arsitektur ke 
tingkat yang lebih tinggi, maka ia akhirnya memutuskan untuk masuk 
Akademi Militer Nasional di Magelang dan menamatkan program 
pendidikan militernya pada tahun 1968. Selepas pendidikan AMN, ia 
kemudian ditugaskan di Sulawesi Utara. Wiranto memulai karirnya dari 
menjabat sebagai Komandan Peleton hingga nantinya menjadi Komandan 
Bataliyon Infantri di propinsi ini pada tahun 1982.

Perjalanan karir purnawirawan TNI yang hobi bermain bulu tangkis itu 
semakin bersinar ketika ia dipindahkan ke Markas Besar TNI selama 
dua tahun, sebelum akhirnya bergabung di Kostrad sebagai Kepala Staf 
Brigade Infantri IX Jawa Timur. Dua tahun di sana, pada 1987 ia 
dialihtugaskan kembali ke Jakarta sebagai Deputi Asisten Operasi 
Kepala Staf Kostrad. Setelah menjadi Ajudan Presiden pada 1989-1993, 
berturut-turut kemudian mantan Perwira Tinggi yang telah menelurkan 
beberapa album solo lagu-lagu perjuangan Indonesia, ini menjabat 
sebagai Kepala Staf Kodam Jaya, 1993-1994, Panglima Kodam Jaya, 1994-
1996, Panglima Kostrad, 1996-1997, Kepala Staf TNI-AD, 1997-1998, 
dan akhirnya mencapai karir militer tertinggi sebagai Panglima TNI 
pada Februari 1998 yang dijabat sampai 1999.

Menilik posisi-posisi penting yang diemban tersebut pada tahun-tahun 
genting perpolitikan di negara ini, maka tidak heran jika ia adalah 
salah satu tokoh paling penting dan menentukan arah perjalanan 
negara Indonesia kala itu. Banyak orang berspekulasi tentangnya, 
tapi sejarah telah membuktikan bahwa Wiranto hadir di saat yang 
tepat bagi suatu pergeseran dramatis bangsanya. Bagaimana tidak, 
kehadirannya mengawal pergolakan hebat di panggung politik Indonesia 
yang sedang dilanda krisis ekonomi yang tentu membawa implikasi dan 
biaya sosial yang tinggi, telah memberikan warna tersendiri bagi 
peralihan sebuah rezim kepada pemerintahan baru yang secara umum 
dapat dikatakan berjalan baik, lancar, terhindar dari keadaan chaos 
yang amat dikuatirkan semua kalangan. Wiranto juga berhasil meredam 
kepentingan dan ambisi pribadi dan kelompoknya dalam situasi sulit 
bagi Soeharto di masa keruntuhan pemerintahannya. Padahal, jika ia 
mau, Wiranto sangat mungkin menjadi rezim diktator berikutnya dengan 
memanfaatkan instruksi presiden tentang KOPKKN (Komando Operasi 
Pemulihan Keamanan dan Ketertiban Nasional) yang oleh banyak pihak 
dapat disamakan dengan Supersemar, surat sakti yang telah digunakan 
Soeharto menumbangkan Soekarno di tahun 1966. Pada titik-titik itu, 
sesungguhnya Wiranto telah mengukir karyanya di lembaran sejarah 
negeri ini. Ia telah melakukan pilihan yang sulit secara tepat, 
sehingga Indonesia terhindar dari model pemerintahan otoritarian 
militer seperti yang terjadi di Myanmar baru-baru ini.

Peran aktifnya di lingkungan pemerintahan nasional yang kemudian 
masih berlanjut hingga ke kepemimpinan pasca orde baru, yakni 
Kepreseidenan BJ. Habibi, Abdurrahman Wahid, dan Megawati 
Soekarnoputri, menunjukan betapa komitmen dan kecintaan Wiranto amat 
besar untuk keselamatan dan keutuhan negara Indonesia. Dari 
perjalanan hidup sebagai seorang militer sejati, dengan berbagai 
lika-liku persoalan negara yang dihadapi Wiranto, yang saat ini 
menjabat sebagai Ketua Umum Partai Hanura (Partai Hati Nurani 
Rakyat), teramat banyak hal yang dapat didengar dan dipelajari untuk 
menjadi sebuah refleksi hidup setiap anak bangsa ke masa depan. 
Berikut ini adalah penuturannya kepada Redaksi KabarIndonesia 
tentang berbagai hal mulai dari kiat keberhasilan karirnya, visi dan 
misinya, hingga kepada pandangan-pandangan dan idealisme 
kepemimpinan yang dibutuhkan bangsa ini.

KabarIndonesia (KI): Perjalanan karir Bapak yang relatif panjang 
hingga ke tingkat paling tinggi di institusi TNI, yang sudah pasti 
penuh tantangan dan hambatan di sana-sini, telah menginspirasi kami 
untuk mengetahui di mana letak rahasia keberhasilan Bapak. Bisa 
diceritakan?

Wiranto (W): Sebenarnya bukan rahasia dan sebetulnya saya ingin 
sekali menyampaikan prinsip-prinsip yang saya pergunakan selama saya 
bekerja dan syukur kalau lalu dikatakan itu merupakan rahasia 
keberhasilan saya. Namun paling tidak harapan saya hal ini bisa 
menjadi sesuatu yang berguna bagi teman-teman yang lain, terutama 
kepada generasi muda kita agar mereka bisa mempraktekkannya dalam 
karir profesional mereka. 

Pertama, saya selalu mencoba untuk menyelesaikan proses yang saya 
sebut sebagai kematangan jabatan atau kematangan kompetensi. Maksud 
saya, setiap menerima suatu jabatan apapun, saya selalu mencoba 
untuk mempelajari dan mengejar, mengakselerasikan kemampuan saya 
agar bisa mencapai kompetensi yang dituntut oleh deskripsi jabatan 
tersebut. Akselerasi kemampuan ini penting sekali agar paling tidak 
saya bisa memenuhi tuntutan jabatan itu dan syukur-syukur bisa 
melampaui kriteria-kriteria kompetensi yang diharuskan.

Yang kedua, saya selalu mencoba untuk menempatkan diri sebagai 
problem solver atau pemberi solusi, bukan problem maker atau pembuat 
masalah. Hal ini berkaitan dengan perjalanan karir saya di militer 
di mana saya selalu mendapat tugas sebagai komandan, dan sebagai 
komandan atau commander, saya selalu mesti menjadi pengambil 
keputusan berdasarkan informasi, analisis dan simulasi untuk 
menemukan kemungkinan-kemungkinan terbaik dengan dibantu para staf 
saya. Dalam situasi itu, saya selalu menempatkan diri sebagai 
pengambil keputusan yang baik. 

Seorang pengambil keputusan yang baik itu mesti percaya kepada para 
staf yang memberikan informasi dan analisa-analisa kondisi lapangan 
atau kejadian dan kemungkinan-kemungkinan terbaik yang bisa 
diperkirakan. Ketika keputusan itu diambil, baik itu berdasarkan 
hasil input dari para staf atau dari kebijaksanaan sang pengambil 
keputusan sendiri, maka si pengambil keputusan itu mesti berani 
menghadapi segala resiko, konsekwensi atau akibat dari keputusan 
yang telah diambil itu tanpa lalu menyalahkan para staf yang telah 
memberikan bantuan dan informasi kepadanya. Inilah yang selalu saya 
coba terapkan, bukan hanya dalam karir kemiliteran saya namun juga 
dalam kehidupan pribadi saya. 

Nah, mungkin dengan komitmen dan keteguhan saya untuk selalu mencoba 
mengambil keputusan terbaik untuk menyelesaikan masalah-masalah yang 
menjadi tanggung-jawab saya sebagai seorang commander itu telah 
menghasilkan suatu apresiasi dalam bentuk peningkatan karir saya 
dari para penentu jabatan sehingga saya bisa meniti karir sampai 
mencapai tingkat puncak di institusi Tentara Nasional Indonesia.

KI: Apa resep yang dapat disampaikan kepada generasi penerus?

W: Resepnya sederhana saja, ketekunan dan kerja keras. 

Ketekunan secara teoritis merupakan suatu modal besar, dengan 
ketekunan belajar bidang ilmu apapun, seseorang akan bisa menjadi 
cerdas dan menguasai bidang ilmu apa pun yang dia tekuni itu. Namun, 
kecerdasan akan bidang ilmu itu atau kecerdasan keilmuan itu 
tidaklah berguna jika sekedar menjadi teori dan kecerdasan semata. 
Untuk itu, kecerdasan dan penguasaan keilmuan itu butuh aplikasi 
atau perlu diterapkan, dan dalam rangka penerapan ini lah dibutuhkan 
kerja keras atau keberanian untuk bekerja dengan sungguh-sungguh.

Era globalisasi ini adalah jaman yang penuh kompetisi, dan 
kompetitor sejati akan dengan gigih berkompetisi dan mencoba meraih 
kemenangan-kemenangan di bidangnya masing-masing. Dan bagi pribadi-
pribadi yang lemah, yang tidak memiliki kegigihan untuk bekerja 
keras, bukan saja kegagalan yang akan mereka peroleh, tapi 
tersingkir dan kalah dalam bidang yang mereka tekuni, yang tentu 
saja akan mengarahkan mereka pada kehancuran. Saat ini kita bisa 
menyaksikan betapa ketatnya persaingan antar pribadi dan persaingan 
antar negara, upaya-upaya untuk saling mencari kekurangan pihak 
lain. Upaya-upaya untuk meraih keuntungan dari kelemahan atau 
kekurangan pihak lain itu demikian keras dan sengitnya, sehingga 
kalau generasi muda kita tidak melatih dirinya sejak dini, akan 
sangat mungkin di masa depan negeri kita ini akan kalah dan 
tersingkir.

Jadi, dua kata itu adalah kunci, ketekunan dan kerja keras.

KI: Bapak mempunyai moto yang sangat tepat sekali yakni Kenyang, 
Tentram dan Aman. Bagaimana realisasinya?

W: Sebetulnya moto itu adalah sesuatu yang sangat sederhana dan 
merakyat. Semua orang dapat dengan mudah mengetahui itu dengan baik. 
Saya menyuarakannya kembali agar bisa menjadi suatu suara hati 
nurani kita bersama. Namun, kalau lontaran pertanyaan itu 
disampaikan ke saya tentu saya mesti bertanya kembali, sebab untuk 
menjawab itu saya mesti memposisikan diri sebagai apa atau siapa? 
[Tertawa bersama]

Kalau saya diminta untuk memposisikan diri saya sebagai government 
atau pemerintah yang dalam hal ini bukan saya, tentu saya tidak bisa 
memberikan jawaban, namun kalau saya diminta untuk memposisikan diri 
sebagai ketua partai politik, moto itu adalah merupakan suatu 
konsep, suatu inspirasi agar bisa kembali direnungkan dan syukur-
syukur kalau lalu bisa disusun suatu strategi yang diharapkan bisa 
memberikan suatu arahan yang lebih jelas kepada bangsa ini yang 
sesunggunya membutuhkan dan mengidam-idamkan tiga hal itu tadi: 
kenyang, tentram dan aman (KTA). Katakanlah itu semacam himbauan 
kepada para pemimpin negeri ini yang agar bisa mengingat kembali 
misi yang mereka emban ketika mereka secara konstitusional telah 
terpilih untuk menjadi wakil atau representasi rakyat dalam memimpin 
negeri ini, entah itu di lembaga eksekutif, legislatif.

Kenyang, tentram dan aman itu merupakan suatu kebutuhan normatif 
bagi bangsa ini dan tentu merupakan suatu hal yang wajar jika itu 
mesti diwujudkan. Sebagai suatu misi yang harus diwujudkan, yang 
pertama sekali dibutuhkan adalah konsistensi. Konsistensi berarti 
adanya keteguhan, kegigihan dan kemantapan hati untuk mewujudkannya 
dengan menghadapi semua tantangan dan rintangan maupun godaan yang 
akan selalu muncul dalam upaya mewujudkan tercapainya misi itu. 
Entah itu dalam bentuk tekanan-tekanan dari pihak lain, intervensi 
kepentingan, masalah dana dan lain-lain. Namun, kalau para pemimpin 
kita tetap memelihara ke konsistenannya dan dengan gigih terus 
memperjuangkan tercapainya tujuan itu tentu sasaran itu bisa dicapai.

Yang kedua adalah transparansi atau keterbukaan, kejujuran. Sebagai 
representasi dari rakyat, para pemimpin yang ada baik di lembaga 
legislatif, eksekutif dan judikatif, tentu tidak layak kalau 
kemudian terjebak pada kebohongan publik untuk sekedar 
mempertahankan jabatannya. Mereka harus transparan kepada rakyat, 
apa yang mereka lakukan atau pertimbangkan dalam menentukan 
kebijakan-kebijakan publik. Rakyat harus tahu apa dasar argumentasi 
pengambilan kebijakan-kebijakan publik tersebut sebagai bagian dari 
pertanggunjawaban mereka kepada rakyat atau publik yang telah 
memilih mereka, misalnya menaikkan harga bahan bakar minyak di dalam 
negeri, rakyat harus tahu dengan jelas apa alasan menaikkan harga 
bahan bakar minyak; di musim panen beras, pemerintah tetap melakukan 
import beras dari luar negeri, rakyat harus diberitahu alasan 
pemerintah untuk mengimpor beras agar kepercayaan rakyat kepada 
pemerintah tetap terpelihara. 

Yang ketiga, adanya kepastian hukum dan birokrasi, yang sesungguhnya 
merupakan suatu dasar atau alasan yang mendasari terbangunnya 
stabilitas suatu negara. Logikanya, kalau negara gagal mewujudkan 
suatu kondisi stabil melalui kepastian hukum dan birokrasi, hanya 
akan menimbulkan kesengsaraan rakyatnya karena kesemrawutan sistem. 
Di antaranya investasi dari luar tidak akan berani masuk, investasi 
dalam negeri stagnant, yang pada akhirnya akan merusak tatanan 
perekonomian kita.

KI: Bapak saat ini tetap peduli dengan usaha perbaikan dan 
pembanguan negeri kita, yakni terlihat dari usaha Bapak mendirikan 
Partai Hanura. Bisa dijelaskan di mana kelebihan partai Hanura 
dibanding partai-partai besar lainnya?

W: Saya tidak ingin membahasakannya sebagai kelebihan, lebih elok 
dikatakan sebagai perbedaan Partai Hanura dibandingkan dengan partai 
yang lain. Mari kita coba lihat dari niatan atau obsesi dari 
pendirian Partai Hanura.

Pertama, secara umum niatan mendirikan partai itu adalah untuk 
memperoleh posisi atau jabatan di pemerintahan, sebagai lahan atau 
kendaraan untuk memperoleh kekuasaan atau jabatan-jabatan tertentu, 
sementara Partai Hanura didirikan sama sekali bukan niatan seperti 
itu, namun lebih pada adanya suatu keprihatinan, kepedulian yang 
mendalam akan nasib bangsa ini. Kepercayaan yang telah sedemikian 
lunturnya kepada partai-partai politik yang ada karena seringkali 
janji-janji politik yang dilontarkan sebelum pemilihan umum, tidak 
pernah diwujudkan. Dengan bahasa puitis sering saya mengatakan, 
bahwa ruang batin masyarakat, telah diisi oleh ketidakjujuran dan 
pengingkaran para politisi terhadap janji-janji politik mereka. 
Munculnya calon-calon independen, pertambahan jumlah pemilih yang 
tidak memilih atau golongan putih lebih meyakinkan akan hal itu.

Kalau kondisi ini terus dibiarkan, maka, partai politik yang 
merupakan instrumen dari demokrasi ini akan menjadi tidak berarti, 
tidak bermakna. Di sinilah kami mencoba untuk melakukan pendekatan 
baru untuk membangun kepercayaan publik kepada partai politik, 
dengan paradigma baru dalam berpolitik yaitu dengan mengedepankan 
hati nurani. Kami akan bergerak dengan mengandalkan hati nurani, 
mengetuk hati nurani rakyat agar bersedia bersama-sama dengan partai 
politik kami untuk mewujudkan harapan-harapan yang terabaikan selama 
ini. 

Dalam Partai Hanura ini kami mempraktekkan azas kekeluargaan dan 
kebersamaan dalam arti yang sesungguhnya. Problem-problem partai 
yang biasanya sulit untuk dipecahkan, bisa kami atasi dengan mudah 
secara bersama-sama melalui kebenaran hati nurani.

Selain itu, terutama dalam mengendalikan partai ini, kami tetap 
menjunjung tinggi asas demokrasi, semua boleh memberikan pandangan, 
saran dan argumentasi dan bahkan berdebat untuk mempertahankan 
pandangan dan pendiriannya. Namun ketika telah didiskusikan secara 
terbuka dan telah diambil keputusan, maka semua mesti menerima dan 
menjalankan keputusan tersebut tanpa ada penolakan, pengingkaran dan 
apa lagi sampai ada pengkhiantan atas keputusan tersebut. Ini suatu 
proses yang kami coba dan terus kembangkan di dalam internal partai 
kami, katakanlah sebagai suatu proses pendidikan untuk membangun dan 
memelihara sebuah komitmen bagi internal partai kami.

KI : Apa sesungguhnya arti jabatan bagi Bapak?

W: Bagi saya, jabatan itu bukanlah suatu hak pribadi. Oleh karena 
itu, jabatan itu bukanlah sesuatu yang boleh dinikmati apa lagi 
sampai dimanfaatkan untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya 
bagi pribadi dan kelompok tertentu saja. Jabatan itu lebih merupakan 
suatu peluang atau kesempatan dari Yang Maha Kuasa melalui negara 
yang kita pergunakan sebagai instrumen atau alat untuk berbuat 
kebajikan bagi sesama.

KI : Jadi, dengan jabatan ini Bapak bersedia menjadi pelayan rakyat, 
melayani rakyat?

W: Ya tentu, dan memang mesti begitu.

KI: Apakah Bapak akan mencalonkan diri menjadi presiden pada 
pemilihan 2009?

W: Secara formal, partai kami belum membicarakan masalah pencalonan 
presiden, partai ini baru berusia delapan bulan, baru menjalani 
proses konsolidasi organisasi, kami sedang menyusun pengorganisasian 
di seluruh Indonesia, dari DPP (Dewan Pimpinan Pusat), sampai yang 
paling bawah setelah melalui propinsi, kabupaten, kota, kecamatan 
sampai RT-RW. Ini baru kita susun, orientasinya ke sana. Kami tidak 
ingin terganggu dengan urusan lain dulu. Soal berapa persen persen 
kemenangan partai, kapan mengajukan calon presiden, itu bisa 
menyusul tatkala kita telah melihat dengan pasti perkembangan partai 
ini pada saat-saat nanti menjelang pemilihan umum.

Sesi wawancara ini berakhir dengan dialog santai di ruang kerja 
lelaki murah senyum itu. Sempat tercipta diskusi hangat diselingi 
derai tawa, bersahabat, dan sangat membumi. Ada dialog batin yang 
muncul di antara renungan rekam jejak seorang patriot bangsa. Sebuah 
kesan mendalam yang menyentuh tataran nurani dan makna yang menjadi 
kerangka berpikir bersama KabarIndonesia dan Partai Hanura yang sama-
sama ingin menyuarakan suara hati nurani rakyat dengan cara dan 
media masing-masing. Selamat berjuang Pak Wiranto dan Partai Hanura!


Data Pribadi:

Nama : Wiranto
Lahir : Yogyakarta, 4 April 1947
Agama : Islam
Pangkat : Jenderal TNI (Purn.)
Nama Isteri : Hj. Rugaiya Usman, SH

Pendidikan:
Akademi Akademi Militer Nasional, lulus 1968
Sussar Para 1968
Sussarcab Infantri 1969
Susjur Dasar Perwira Intelijen 1972 (Lulus Terbaik)
Suslapa Infantri 1976 (Lulus Terbaik)
Suspa Binsatlat 1977 (Lulus Terbaik)
Sekolah Staf dan Komando TNI AD 1984 (Lulus Terbaik)
Lemhanas 1995 (Peserta Terbaik)

Karir Militer:
Korps Kecabangan Infantri 1968
Komandan Peleton Yonif 713 Gorontalo, Sulawesi Selatan
Komandan Yonif 712 1982
Karo Tiknik Dirbang 1983
Kadep Milnik Pusif 1984
Kepala Staf Brigade Infanteri IX, Jawa Timur 1985
Wakil Asisten Operasi Kepala Staf Kostrad, Jakarta 1987
Asisten Operasi Divisi II Kostrad, Jawa Timur
Ajudan Presiden 1989-1993
Kasdam Jaya 1993-1994
Pangdam Jaya 1994-1996
Panglima Kostrad 1996-1997
Kepala Staf Angkatan Darat 1997-1998
Panglima ABRI 1998-1999

Karir di Pemerintahan: 
Menhankam/Pangab 1998 (Kabinet Pembangunan VII)
Menhamkan/Pangab/Pang TMI 1998-1999 (Kabinet Reformasi Pembangunan – 
Habibie)
Menko Polkam, 1999-2000 (Kabinet Persatuan Nasional – Gusdur)

Kepangkatan:
1. Letnan Dua (LETDA), 1968
2. Letnan Satu (LETTU), 1971
3. Kapten, 1973
4. Mayor, 1979
5. Letnan Kolonel (LETKOL), 1982
6. Kolonel, 1989
7. Brigadir Jenderal (BRIGJEN), 1993
8. Mayor Jenderal (MAYJEN), 1994
9. Letnan Jenderal (LETJEN), 1996
10. Jenderal, 1997

Blog: http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com/ 
Alamat ratron (surat elektronik): [EMAIL PROTECTED] 
Berita besar hari ini...!!! Kunjungi segera:
www.kabarindonesia.com


Kirim email ke