http://www.lampungpost.com/buras.php?id=2007102700571316
Sabtu, 27 Oktober 2007 'Arus Balik' Nasionalisme! H.Bambang Eka Wijaya: "IRONIS! Di balik jargon nasionalisme yang fasih dilafalkan para tokoh dalam pidato bimbingan, pengarahan atau sambutan di depan publik, semangat primordialisme, baik kesukuan, sektarian, maupun partisan justru cenderung menguat dalam masyarakat!" ujar Umar. "Jika dengan Sumpah Pemuda tahun 1928 Young Java, Young Sumatera, Young Ambon, Young Selebes, dan seterusnya melebur jadi satu dalam Indonesia, dengan kilah 'kembali ke khitah' justru keindonesiaan diekspresikan dengan menajamnya segmentasi pra-Sumpah Pemuda itu!" "Dalam gejala tersebut, aksentuasi bhinneka tunggal ika ditonjolkan pada bhinnekanya, padahal para Bapak Pendiri Republik ini mendeterminasikan tunggal ika-nya!" sambut Amir. "Menguatnya gejala 'arus balik' pemaknaan keindonesiaan itu dalam praktek nasionalisme kita dewasa ini pantas mengundang perenungan untuk menyimak arah perjalanan bangsa ke masa depan!" "Perenungan kembali makna nasionalisme keindonesiaan kita itu penting!" tegas Umar "Kekeliruan pemahamannya sedikit saja pada generasi muda bisa berakibat nasionalisme tinggal menjadi jargon, yang isinya simpang-siur! Ada yang beranggapan harus ngalor, sebagian lainnya mau ngidul--salah-salah jadi benturan!" "Gejala 'arus balik' pemaknaan nasionalisme itu mulai terlihat sejak pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung oleh rakyat!" timpal Amir. "Bukan pilkada langsung-nya yang salah! Itu justru kemajuan luar biasa dalam penegakan kedaulatan rakyat! Namun, tim sukses para calon kepala daerah-lah yang mengeksploitasi sentimen-sentimen negatif tersebut! Setting-nya bahkan mendasar, sejak menyusun pasangan calon dengan pendekatan sentimen primordial, sektarian maupun partisan!" "Aksentuasi pada bhinneka dan penonjolan kekuatan golongan atau kelompok itu bukan cuma eksploitasi kalangan tim sukses!" tegas Umar. "Tokoh-tokoh atau elite setiap segmen itu sendiri mengonsolidasi kekuatannya, selain secara internal menjalin kekeluargaan dan sosial, keluar sukar diingkari juga agar eksistensi kelompoknya secara politik diperhitungkan! Jadi, di balik gejala itu tak bisa dilepaskan peran kalangan elite juga!" "Tapi tidak semua elite primordial berorientasi kepentingan politik seperti itu!" timpal Amir. "Meski juga bukan mustahil, kemungkinan adanya segelintir elite primordial melakukan 'dagang sapi' atas warga paguyubannya pada kekuatan politik tertentu yang sedang melakukan power building!" "Semua itu signifikan mendukung gejala ini!" tukas Umar. "Bahkan kekuatan politik yang dengan jargon nasionalisme melakukan power building menggalang keanekaragaman kelompok primordial, justru mem-promote diri menjadi pupuk yang menyuburkan tumbuh dan menjamurnya kelompok primordial untuk shared dalam kekuasaan!" "Tapi tetap saja, orientasi kekuasaan itu cuma terkait segelintir elite! Tipisnya lapisan elite yang cenderung begitu terlihat dari adanya orang-orang yang hadir sebagai pimpinan di berbagai kelompok!" tegas Amir. "Jadi, 'arus balik' nasionalisme itu sebenanya belum terlalu jauh, sehingga penting dijaga oleh semua pihak agar tidak kebablasan!" ***
<<bening.gif>>
<<buras.jpg>>