http://www.wawasandigital.com/index.php?option=com_content&task=view&id=12238&Itemid=62

      Selasa, 06 November 2007 
     
      Pahlawan di rimba korupsi



      BELUM  lama ini rakyat Indonesia memperingati Hari Sumpah Pemuda. 
Sebentar lagi ada momentum peringatan Hari Pahlawan, sebuah momentum penting 
untuk mengingat jasa para pahlawan kemerdekaan RI.

      Menelisik lebih jauh substansi atau pesan yang ingin disampaikan dua 
momentum ini, keduanya memiliki bangunan spirit dan dorongan semangat yang sama 
serta saling berhubungan sebagai ajang refleksi dan cermin diri agar penikmat 
kemerdekaan bangsa ini tidak melupakan amal saleh funding fathers pejuang amal 
kemerdekaan..

      Kita sadari, sekarang, bangsa Indonesia dihadapkan beribu problem yang 
kian menggerus dan mengerogoti identitas, kemandirian, martabat, dan 
kedaulatannya. Mau tidak mau sosok pahlawan harus tampil sebagai candradimuka 
perubahan menuju peradaban yang manusiawi, menyejahterakan, dan antipenjajahan.

      Tak elak, korupsi kolusi dan nepotisme (KKN) adalah salah satu dari 
ribuan penyakit mematikan yang ada di bangsa ini. Korupsi telah menjadi bobrok 
utama masyarakat, bahkan menjadi budaya dari kalangan berpangkat sampai rakyat 
biasa. Ibarat suatu penyakit sudah menjadi sangat kronis dan sudah menjalar ke 
seluruh tubuh sehingga mengakibatkan rusaknya tatanan sendi-sendi perekonomian.

      Tentunya, fenomena yang kian hari semakin massif dan menggurita ini 
sangat tidak kita harapkan. Fenomena penjajahan baru yang menuntut lahirnya 
para pahlawan. Penjajahan yang menjadikan rakyat dan negeri ini loyo, miskin, 
dan tak berdaya serta mengancam eksistensinya dimuka bumi ini.

      Sekarang ini, adakah sang dewa penyelamat (pahlawan) itu? Spontanitas 
kita akan gamang dan gagap untuk menjawab. Elit-elit pejabat publik baik 
eksekutif, legislatif maupun yudikatif yang dipercayai menjadi pahlawan rakyat 
terkesan saling berlomba menjadi pahlawan untuk diri, keluarga, dan golongannya 
sendiri dengan cara di luar batas etika moral, yakni korupsi.

      Sepakat atau tidak sepakat, korupsi adalah bentuk penjajahan non fisik 
yang tidak jauh substansinya dengan penjajahan fisik oleh kolonialisme asing 
sebelum kemerdekaan. Penjajahan yang ada sekarang ini tidak datang dari luar, 
tetapi datang dari dalam diri bangsa ini sendiri.

      Pahlawan masa kini
      Jelas, penjajahan ini jauh lebih dahsyat dampaknya daripada penjajahan 
fisik. Kalau penjajahan fisik, kita bisa menghitung berapa jumlah korban. Tapi, 
penjajahan aset negara dan rakyat, jutaan rakyat Indonesia beserta keturunannya 
terkena dampaknya. Karena itu, perjuangan di era kemerdekaan adalah bagaimana 
berjuang melawan korupsi. Menjadi orang yang antikorupsi juga bisa disebut 
sebagai pahlawan.

      Pahlawan seperti ini tidak kalah mulianya dengan pahlawan yang menang 
dari sebuah pertarungan fisik melawan siapa pun yang mencoba mengganggu 
kedaulatan bangsa dan negara. Yang berani menolak segala sesuatu pemberian 
hanya untuk kepentingan pribadinya. Orang yang berani memangkas birokrasi yang 
semuanya berujung kepada perilaku korupsi.

      Pahlawan antikorupsi itu tentunya adalah bagaimana hati nurani semua kita 
mampu berkata "tidak" pada saat kita melihat ada sesuatu yang sebenarnya tidak 
beres. Sesuatu yang sebenarnya bukan menjadi hak kita. Tidak peduli dengan 
keadaan lingkungan sekitar yang memiliki harta berlimpah namun diperoleh dari 
hasil yang kurang sehat.

      Lagi-lagi, siapa pahlawan tersebut, bagaimana framenya, dan darimana 
memulai memang menjadi pertanyaan besar yang tidak mudah untuk dijawab. Yang 
jelas, kita semua memiliki beban moral untuk menjadi dan memunculkan 
pahlawan-pahlawan antikorupsi, tanggung jawab berat bagi semua warga bangsa 
negara Indonesia.

      Dengan tetap optimistis terhadap masa depan bangsa, Peringatan Hari 
Pahlawan seyogyanya menjadi catatan besar bagi kita akan pentingnya menghargai 
nilai-nilai kepahlawanan yang pernah disosialisasikan mulai dari Sabang sampai 
Merauke.

      Nilai-nilai kepahlawaan yang perlu dihayati, diamalkan, dan 
direalisasikan agar jangan sampai bangsa ini dicap sebagai bangsa yang tidak 
menghargai nilai-nilai jasa pahlawan. Bukankah bangsa yang besar adalah bangsa 
menghargai para pahlawannya? 

      Terbukti, maraknya tindakan korupsi dan manipulatif dalam kehidupan 
berbangsa dan bernegara adalah bentuk-bentuk tidak menghargai jasa pahlawan. 
Karena tanpa ada pahlawan, bangsa ini tidak akan bisa eksis. Oleh karena itu, 
dalam menghargai para pahlawan dulu, pahlawan sekarang harus mampu merambah 
rimba korupsi di tengah buasnya para koruptor di negeri ini.

      Pun, Peringatan Hari Pahlawan bukan sebatas peringatan seremonial saja. 
Artinya, setelah menabur bunga di makam pahlawan, pulang tak ingat lagi jasa 
para pahlawan. Dan yang paling konyol jangan sampai anggaran untuk memperingati 
Hari Pahlawan itu di dikorupsi.  hf

      Agung Suseno Seto
      Mahasiswa FAI/Ekonomi Islam
      Universitas Muhammadiyah
      Surakarta

     

Kirim email ke