Jaksa Agung : Indonesia Belajar Sita Aset Koruptor (dari Filipina) Rabu, 21 November 2007 | 23:56 WIB
TEMPO Interaktif, Nusa Dua: Indonesia akan mempelajari kemungkinan-kemungkinan untuk melakukan penyitaan aset yang diduga merupakan hasil korupsi. Hal itu untuk mencegah pelarian aset yang akan makin menyulitkan proses pengembalian kerugian Negara. "Arahnya memang kesitu," kata Jaksa Agung Hendarman Supandji usai membuka Konferensi Asosiasi Lembaga Anti-Korupsi Internasional di Nusa Dua, Bali, Rabu (21/11). Pernyataan itu menanggapi usulan Transparansi Internasional (TI) yang menilai perlunya penyitaan aset tersangka kasus korupsi tanpa menunggu keputusan pengadilan pidana. Penyitaan dilanjutkan dengan proses pembuktian terbalik oleh tersangka terhadap cara perolehan aset tersebut. Menurut Hendarman, konferensi itu merupakan tempat yang tepat untuk belajar mengenai hal itu. "Disini kita saling mengenal , saling tukar pengetahuan mengenai sistim hukum yang berebda sampai tehnik mengejar tersangka," ujarnya. Namun, untuk tingkat kesepakatan antar Negara dalam hal penyitaan aset akan dibahas dalam pertemuan antar pemerintah. Hendarman menegaskan perlunya kerjasama internasional untuk mengatasi korupsi. Diperlukan usaha kolektif di tingkat lokal, regional dan internasional. Dia berharap, konferensi akan menjadi langkah awal untuk perjanjian kerjasama yang lebih detail dengan negara peserta. Dia mengakui, di Indonesia masih terdapat banyak kelemahan dari sisi penegakan hukum. Salah-satunya adalah masalah tafsiran antara jaksa dan hakim dalam hal perbuatan melawan hukum dan timbulnya kerugian negara. "Perlu penyamaan persepsi antara hakim dan jaksa dalam soal ini," tegasnya. Konferensi diikuti oleh 800 peserta darin 93 negara dan 233 organisasi internasional di bidang pemberantasan korupsi. Terlibat pula 30 kepala kejaksaan tinggi dari seluruh Indonesia, yang hadir sebagai pengamat. Ketua Asosiasi Jia Chunwang dari China berharap konferensi makin memantapkan pelaksanan Konvensi Anti-Korupsi PBB. Rofiqi Hasan ================== Pengadilan Filipina Sita Harta Estrada Selasa, 06 November 2007 | 19:41 WIB TEMPO Interaktif, Manila: Pengadilan Filipina hari ini memerintahkan penyitaan atas harta mantan presiden Joseph Estrada, dua pekan setelah Presiden Filipina Gloria Macapagal Arroyo mengampuni bekas bintang film itu sehingga Estrada dibebaskan dari hukuman penjara seumur hidup. Meski diampuni, Sandiganbayan (Pengadilan Khusus Antikorupsi Filipina) menilai putusan penyitaan harta Estrada tetap berlaku. Estrada dinyatakan telah menggelapkan dana senilai Rp 728 miliar dari judi (jueteng) ilegal dan penggelapan pajak. Pengadilan memerintahkan Sheriff Edgardo Urieta menyita dana dalam dua rekening Estrada senilai 700 juta peso atau sekitar Rp 146 miliar. Sebuah mansion di tepi Manila, yang diduga dibangun Estrada untuk salah satu gundiknya, juga disita. Sandiganbayan menetapkan bahwa harta lain juga dapat disita jika dana di dua rekening Estrada itu tak mencukupi nilai tersebut, karena diduga telah berkurang selama enam tahun persidangan kasus ini. Estrada berulang kali mengatakan bahwa mansion dan dua rekening bank itu bukan miliknya dan dia tak akan menentang penyitaan itu. Tapi, dia menolak menyerahkan harta lainnya untuk menggenapi jumlah yang ditetapkan pengadilan. "Anda tak dapat mengambil harta yang saya peroleh sebelum menjadi presiden," kata Estrada kepada Urieta dalam perbincangan yang disiarkan radio Manila, DZBB. ========================== Gugatan Perdata Terhadap Goro dibacakan Senin, 19 November 2007 | 13:19 WIB TEMPO Interaktif, Jakarta:Tim Jaksa Pengacara Negara yang dikoordinir oleh Direktur Perdata Kejaksaan Agung, Yoseph Suardi Sabda membacakan gugatan perdata terhadap empat tergugat dalam kasus ruislag gudang dan tanah antara PT Goro Batara Sakti dan Badan Urusan Logistik. Empat tergugat itu antara lain adalah, PT Goro Batara Sakti sebagai tergugat I, Bekas Komisaris Goro, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto sebagai tergugat II, Bekas Direktur Utama Goro, Ricardo Gelael tergugat III, dan Bekas Kepala Bulog, Beddu Amang sebagai tergugat IV. Dalam sidang pembacaan gugatan yang dipimpin oleh Hakim Ketua Haswandi, pihak Bulog yang diwakili oleh kejaksaan menyatakan bahwa para tergugat sudah melakukan pemufakatan yang menyebabkan kerugian negara. "Selain itu tukar guling itu tidak dilakukan sesuai kapasitasnya," kata Yoseph dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (19/11). Sebelumnya, gugatan perdata kepada Tommy Soeharto ini terkait adanya perbuatan melawan hukum pada saat tukar guling Gudang antara PT Goro Batara Sakti dengan BULOG. Menurut dia ada ketidakwajaran yang merugikan pemerintah dan tukar guling tersebut. "Uang pemerintah dipakai oleh Tommy untuk ruislag Gudang, namun setelah gudang didapatkan, uang pemerintah tersebut ternya tidak dupergunakan untuk itu," katanya. Sehingga, lanjut dia, "uang dapat gudang juga dapat." Berdasarkan draft gugatan perdata terhadap Tommy Soeharto terkait tukar guling Goro dan Bulog kejaksaan akan menggugat Pangeran Cendana itu dengan nominal ganti rugi sebesar Rp 400 Miliar. Menurut Direktur Perdata Kejaksaan Agung, Yoseph Suardi Sabda, gugatan pemerintah secara merinci materil senilai Rp 100 Miliar dan secara imateril Rp 300 miliar. Sandy Indra Pratama ================= Tommy Suharto Accused of Dominating Bulog's Assets Tuesday, 20 November, 2007 | 13:23 WIB TEMPO Interactive, Jakarta: The team of state prosecutors, coordinated by the Attorney General's Office (AGO) Civil Director, Yoseph Suardi Sabda, read the charge against the four sides in the warehouse and land swap case between PT Goro Batara Sakti and State Logistics Agency (Bulog), yesterday (19/11). The four defendants are PTGoro Batara Sakti, former Goro Commissioner, Hutomo Mandala Putra a.k.a Tommy Suharto, former Goro Managing Director, Ricardo Gelael and former Bulog Head, Beddu Amang. "The defendants were in conspiracy causing a loss to the state," said Yoseph during a trial held in South Jakarta District Court. In the trial chaired by the chief of the panel of judges Haswandi, AGO charged Tommy and the companies with compensation of more than Rp550 billion. According to Yoseph, the details regarding the amount comprised material losses of Rp244 billion and immaterial losses of Rp100 billion plus the interest of Rp206.5 billion which must be paid collectively. "The six percent interest of the payment value per year is also obligatory until the compensation is settled," he said. Yoseph said that the swap process between Goro and Bulog was only a cover of Tommy Suharto and Ricardo Gelael's ill will to dominate the state-owned enterprise's assets. "Tommy only wanted to own the assets of land, building and Bulog's capital at that time," he said. "The swap must also be made null and void before the law." In response to the charge, PT Goro's lawyer, Nuryanto, stated his objection. According to him, PT Goro was declared bankrupt by the Commerce Court in Central Jakarta District Court in July 2006. "South Jakarta District Court isn't authorized to handle this case," he said. Tommy Suharto's lawyer, Elza Syarief, instead planned a counter claim against PT Bulog in this case. "We'll conduct a counter claim," she said. SANDY INDRA PRATAMA =================