http://www.harianterbit.com/artikel/rubrik/artikel.php?aid=32461
Hak pilih Polri dalam Pemilu 2009 (2) Tanggal : 22 Nov 2007 Sumber : Harian Terbit Oleh Teguh Soedarsono BERKENAAN dengan berbagai alasan dan kondisi faktual tersebut, maka anggota Polri mau tidak mau harus mengambil sikap untuk menunda atau belum menggunakan Hak Memilihnya dalam Pemilu 2009. Penundaan atau pengenyampingan Hak Memilih Polri dalam Pemilu 2009 tersebut secara normatif "tidak dilarang" oleh Hukum Internasional (Pasal 4 Ayat (2) ICCPR) maupun Hukum Nasional (Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia). Karena itu penundaan dan atau tidak digunakannya Hak Memilih Polri dalam Pemilu 2009 tersebut tidak perlu dijadikan masalah untuk diperdebatkan lagi sebagai suatu bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia atau tidak. Bahkan secara faktual kondisi tersebut justru memberikan kontribusi positif dan peluang bagi ditegakkannya Hak dan Kewajiban Asasi Manusia warga negara Indonesia dalam memenuhi asas demokrasi pada ajang Pemilu 2009 dengan suatu kawalan proporsional, profesional, dan mumpuni dari keberadaan dan kerja Polri. Sementara itu untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bekerja di lembaga-lembaga Kepolisian Negara Republik Indonesia, walaupun predikat dan keberadaannya yang dahulu sebagai "Supplement" dan saat ini telah menjadi "Complement" kerja Polri, namun karena tuntutan normatif Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri yang dinyatakan dalam Pasal 20 Ayat (2) bahwa: "Terhadap Pegawai Negeri Sipil berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian," maka para PNS Polri dalam hal ini menggunakan "Hak Memilihnya" dalam Pemilu 2009 seperti yang dilakukan oleh Pegawai-pegawai Negeri Sipil lainnya. Namun demikian, dalam hal ini kebijaksanaan untuk menunda atau belum menggunakan "Hak Memilihnya" dalam Pemilu 2009 tersebut, tidak berarti Polri harus kehilangan "Hak Dipilihnya" menjadi pejabat Penyelenggara Pemerintahan dan atau perwakilan dalam Lembaga-lembaga Legislatif. Apalagi bila hal itu dinyatakan sehubungan dengan pembatasan atau pembedaan yang tidak wajar. Menurut ketentuan Pasal 21 Deklarasi Umum PBB Tahun 1948 tentang "Human Right" dinyatakan bahwa: "Setiap orang berhak turutserta dalam pemerintahan negaranya secara langsung dan atau menjadi perwakilan di lembaga-lembaga legislatif melalui pemilihan secara bebas." Lebih lanjut hal tersebut juga ditegaskan dalam Kovenan ICCPR yang telah diratifikasi oleh Undang-undang Nomor 12 tahun 2005 tentang Hak-hak Sipil dan Politik, bahwa: "Setiap warga negara mempunyai hak dan kesempatan untuk dan dalam penyelenggaraan negara maupun perwakilan di lembaga-lembaga legislatif tanpa pembedaan maupun pembatasan yang tidak wajar." Bahkan dalam Konstitusi Negara Republik Indonesia pada Bab X Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945 dinyatakan, "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya." Atas berbagai norma dasar (grund norm) tersebut, maka tidak ada pihak atau kekuatan apapun yang berhak dan berwenang menghalangi dan atau menciptakan pembedaan dan atau pembatasan bagi anggota Polri yang juga berstatus "warga negara Indonesia" untuk memperoleh "Hak Dipilih" sebagai Penyelenggara Pemerintahan maupun perwakilan dalam lembaga-lembaga legislatif. Oleh karena itu dalam membahas dan memberlakukan RUU Pemilu 2009 maupun RUU Politik, diharapkan "Hak Dipilih Polri" tersebut dapat lebih dinyatakan dalam norma kedua RUU tersebut, sehingga atas hal itu maka: a. Dengan tidak digunakannya "Hak Memilih Polri" dalam Pemilu 2009 karena tuntutan profesionalisme, soliditas, dan kebebasan bertindak Polri dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya, serta berkenaan juga dengan kesadaran untuk mengutamakan terlaksananya Pemilu 2009 sebagai Kepentingan Nasional dan Agenda Nasional secara optimal, tidak berarti "Hak Dipilih Polri" sebagai Penyelenggara Pemerintahan dan atau Perwakilan di lembaga-lembaga legislatif juga akan atau harus dikesampingkan. Dalam hal ini tentunya akan merupakan suatu pelanggaran hak asasi manusia bila hal tersebut dilakukan dengan sengaja dalam suatu aksi, penormaan, dan atau upaya yang tidak wajar, termasuk dalam bentuk sikap, prakarsa, dan atau tindakan yang otoriteristik dan atau feodalistik dari sekelompok orang yang mematikan "calon-calon perorangan" (Independent candidate) dengan praktek pembedaan dan atau pembatasan Hak Dipilihnya; b. Untuk menampung dan mefasilitasi Hak Dipilih dalam proses demokrasi Indonesia saat ini dan mendatang, khususnya guna mewadahi kepentingan dan keikutsertaan Polri dalam proses pengambilan keputusan dalam ikut menentukan arah dan wujud keberlanjutan pembangunan nasional maupun pemenuhan kepentingan nasional, maka dapat diberikan suatu toleransi dan atau kompensasi politik berupa mekanisme dan saluran resmi agar mereka dapat melakukan pemilihan bebas (tidak melalui kelembagaan dan atau keanggotaan partai-partai politik). Demikian wacana yang perlu dijadikan perhatian dalam menyusun dan mengesahkan materi RUU Pemilu 2009 maupun RUU Politik. Mudah-mudahan dengan hal itu dapat dibangun "Progresivitas Demokrasi" dalam alam reformasi Indonesia saat ini, di samping itu juga secara bertahap dapat dikikis segala bentuk dan perilaku "Demokrasi Semu" yang mengarah pada praktik "Oligarkhi Partai dan atau Golongan" yang kita ketahui sepanjang sejarah hanya menimbulkan "hegemoni mayoritas dan atau tirani minoritas" yang memberikan bentuk dekadensi dalam berbagai aspek bagi bangsa dan negara Indonesia tercinta ini. (Penulis adalah Pembina Divisi Hukum Polr