http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail_c&id=314435

Selasa, 27 Nov 2007,



Geng Motor Juga Cermin Kenakalan Orang Tua


Oleh Benni Setiawan 



Masyarakat Bandung dan sekitarnya dihebohkan oleh fenomena sekumpulan anak muda 
geng motor yang meresahkan. Mereka tidak segan untuk melukai, mencederai, 
bahkan membunuh orang-orang yang dianggap musuh. Ulah geng motor itu ditanggapi 
serius oleh Polda Jawa Barat di bawah komando Irjen Pol Sunarko. Kapolda Jawa 
Barat itu menyatakan akan menindak siapa saja yang berada dalam geng motor 
tersebut. 

Melihat fenomena geng motor, banyak pengamat menyatakan bahwa usia muda adalah 
masa mencari jati diri dan identitas. Usia muda sering dijadikan alasan untuk 
bermalas-malasan, hura-hura, dan membuat "aksi-aksi nekat" yang membahayakan 
diri sendiri dan orang lain. 

Lebih lanjut, di usia muda banyak orang tua yang terbuai oleh pemikiran ini. 
Banyak orang tua malah membiarkan dan memberikan ruang ekspresi yang berlebih 
untuk anak-anaknya. Anak-anaknya dibiarkan bebas tanpa arah dengan alasan 
pencarian jati diri dan identitas. 

Pertanyaannya, benarkah usia muda adalah masa di mana identitas dan jati diri 
dicari? Bagaimana peran dan tanggung jawab orang tua dalam menyikapi fenomena 
geng motor?

Kelalaian Orang Tua

Pengertian di atas mengisyaratkan bahwa anak muda butuh bimbingan dan bantuan 
orang lain. Tanpa itu semua mereka akan melakukan hal-hal yang dianggap benar, 
tetapi keliru. Di sinilah peran penting orang tua dalam membimbing dan 
mengarahkan anak-anaknya menjadi insan mandiri dan berbudi pekerti. 

Fenomena geng motor yang meresahkan pada dasarnya adalah kelalaian orang tua 
mendidik putra-putrinya menjadi insan mandiri. Orang tua terlalu disibukkan 
oleh urusan dunia (materi) sehingga melupakan tugas suci mendidik anak-anaknya. 
Anak-anak kurang kasih sayang dari orang tua, sehingga mereka melampiaskan 
kegalauan hatinya kepada hal-hal yang merugikan diri sendiri dan orang lain. 

Ironisnya, banyak orang tua yang kurang peduli dengan keadaan anak-anak mereka. 
Banyak orang tua menyerahkan sepenuhnya tugas "mendidik" anak kepada pembantu 
rumah tangga yang dibayar setiap bulan. Banyak orang tua yang lebih bangga 
bekerja membanting tulang siang malam daripada berada di rumah mendidik 
putra-putrinya. Mereka malu disebut ibu rumah tangga. Sebab, status ibu rumah 
tangga sama dengan "pembantu rumah tangga". Orang tua yang gaul adalah mereka 
yang bekerja di luar rumah tanpa memedulikan waktu dan perkembangan psikis 
putra-putrinya.

Pandangan sesat manusia modern ini tentu perlu disudahi. Orang tua sudah 
saatnya menyisihkan sebagian waktu untuk mendidik anak-anaknya. Hal ini 
disebabkan anak adalah aset masa depan. Anak adalah generasi penerus cita-cita 
keluarga dan bangsa. Di tangan merekalah masa depan bangsa ini dipertaruhkan. 

Ketika anak-anak sudah melanggar norma-norma kesusilaan dengan membentuk geng 
motor yang meresahkan, bagaimana mereka dapat menjadi generasi masa depan? 

Kenakalan Orang Tua

Fenomena geng motor adalah bukti orang tua tidak mempersiapkan generasi muda 
bangsa dengan baik. Mereka dibiarkan tumbuh kembang sendiri tanpa perhatian, 
kasih sayang, dan pendidikan dari orang tuanya. 

Fenomena itu juga menjadi penanda telah terjadinya kenakalan orang tua. 
Artinya, akibat kelalaian orang tua, anak-anak "keblinger" dan menjerumuskan 
diri kepada hal-hal negatif. Keadaan itu bukan hanya menjadi kesalahan si anak, 
melainkan menjadi tanggung jawab -kalau tidak mau disebut- kesalahan orang tua. 

Guna mengakhiri periode kenakalan orang tua, sudah saatnya orang tua 
menyisihkan sedikit waktu untuk sekadar bertegur sapa, bercanda ringan hingga 
memberikan pengertian tanpa harus menggurui. Dengan sentuhan hangat anak-anak 
akan dapat menyadari kesalahannya dan kembali melakukan aktivitas positif. 

Menghindari Tindak Kekerasan

Tindak kekerasan sudah saatnya dihindari oleh orang tua. Sebab, tindak 
kekerasan hanya akan menimbulkan kebencian dan balas dendam. Ia tidak akan 
sadar. Malah di hari depan mereka dapat melakukan hal-hal yang lebih 
meresahkan. 

Sebagaimana penelitian Sal Severe, seorang pskolog dari Arizona. Sal Severe 
menyatakan bahwa anak yang terlampau sering dipukul pantatnya sangat mungkin 
akan menarik diri dari lingkungannya. Anak yang demikian menjadi terlalu mudah 
bergairah, terlalu aktif, dan ganas. 

Anak-anak yang sering mendapat pukulan atau kekerasan secara impulsif 
memercayai bahwa memukul atau berbuat kekerasan memang bagian normal kehidupan. 
Mereka pun akan belajar memukul kala orang lain berbuat salah dan kala sedang 
marah. Pemukulan pantas, sekalipun dilakukan secara terencana dalam kondisi 
sadar dan tidak marah, masih menciptakan perilaku negatif bagi anak. 

Pada akhirnya, kesadaran orang tua untuk meluangkan waktu mendidik anak-anaknya 
dengan penuh kasih sayang akan mampu membimbing dan mengarahkan generasi muda 
menjadi insan mandiri yang bertanggung jawab. 


Benni Setiawan, Penulis Buku Manifesto Pendidikan Indonesia

Kirim email ke