Refleksi: Agaknya maaf-maafan dari Megawati adalah rekonsiliasi PDIP atau 
pribadi  dengan Soeharto bukan nasional, sebab Megawati tidak lagi mempunyai 
fungsi nasional dalam struktur kekuasaan negara terkecuali PDIP.

http://www.harianterbit.com/artikel/rubrik/artikel.php?aid=37657

Mega dan rekonsiliasi nasional

      Tanggal:  09 Feb 2008 
      Sumber:  Harian Terbit 


Oleh TB Januar Soemawinata 


WAFATNYA mantan Presiden RI ke-2 Jenderal Besar Haji Muhammad Soeharto 
sebenarnya sebuah peluang untuk melakukan rekonsiliasi nasional, dan peluang 
ini akan sangat bagus jika inisiatif tersebut diambil mantan Presiden RI ke-5, 
Megawati Soekarnoputri. Sebab, persoalan nasional dan keruwetan politik bangsa 
sejatinya berasal dari dua kubu tersebut.

Dalam kaitan ini, seharusnya Mega dengan kebesaran hati dan jiwa datang secara 
langsung kepada keluarga almarhum HM Soeharto, sekaligus mengucapkan simpati 
yang sebesar-besarnya. Lebih bijaksana lagi, jika Mega berani mengucapkan 
menerima maaf segala macam dosa dan kesalahan yang dibuat almarhum semasa 
hidupnya.

Kejadian semacam ini tentu akan menjadi catatan sejarah tersendiri dan akan 
mampu menokohkan Mega sebagai seorang negarawan yang sulit dicari padanannya. 
Dalam kaitan ini, mungkin ada pembisik yang mengingatkan agar jangan dekat 
keluarga Cendana. 

Pembisik tersebut dapat saja mengatakan jika Mega melayat HM Soeharto, 
popupeleritasnya bisa menurun. Sebenarnya asumsi yang demikian, tidaklah dapat 
dibuktikan. Sebab, fakta di lapangan telah membuktikan kepada kita jika rakyat 
masih mencintai almarhum. 

Sekarang, persoalannya terpulang kepada Mega sendiri, apakah ia akan mengikuti 
bisikan orang lain, atau menuruti kata hatinya. Dalam kaitan ini Mega 
seharusnya sadar pula, kekalahan dalam Pemilu 2004 lalu adalah karena ia banyak 
menerima bisikan dari orang-orang sekitarnya. Pengalaman tersebut mestinya kita 
jadikan pelajaran bahwa tidak semua nasehat dan bisikan orang dekat mesti 
dilaksanakan.

Sementara itu tidak semua kritikan atau masukan dari pihak luar bahkan musuh 
ditanggapi sebelah mata. Karena bukan mustahil kritikan atau masukan dari luar 
itu jauh lebih baik dan bermanfaat daripada bisikan itu sendiri.

Di sisi lain, sebagai seorang pemimpin yang cukup berpengalaman dan anak 
seorang proklamator, Mega pastilah memiliki jiwa besar sebesar jiwa Bung Karno. 
Dengan jiwa besar dan pengalaman itulah, Mega dapat memikirkan untuk melakukan 
kunjungan ke Cendana.

Kunjungan itu jangan diartikan kalah menang dalam percaturan politik, namun 
jadikanlah kunjungan tersebut sebagai upaya untuk membuka keruwetan 
perpolitikan nasional yang dari hari ke hari tidak pernah kunjung selesai. Jika 
Mega memang mencintai rakyat, tentu tidak ada salahnya melakukan kunjungan 
tersebut.

Memang, berdasarkan berita yang dilansir berbagai macam media, menyebutkan jika 
mantan Presiden RI ke-5 itu mengutus orang kepercayaannya melayat sekaligus 
menyampaikan bela sungkawa. Bukan itu saja, beberapa media juga mengatakan 
sebenarnya hubungan antara kedua keluarga mantan presiden RI itu sangat baik. 
Contohnya, setiap ulang tahun Mbak Tutut atau Mbak Mega, keduanya saling 
berkirim bunga.

Namun tentu saja hal tersebut akan sangat bagus dan hampir pasti akan 
mendongkrak popularitas Mega, jika ia mau melakukan kunjungan ke Cendana. Dalam 
hal ini bukan tanpa risiko. Akibat yang timbul berkaitan dengan kebijakan 
tersebut pasti ada, misalnya Mega dapat saja mendapat tentangan keras dari para 
pembisiknya yang benci terhadap almarhum HM Soeharto.

Juga Mega dapat saja dicap miring oleh orang-orang yang selama ini 
berseberangan politik dengan Jenderal Besar tersebut. Namun demikian, kalau 
masalah ini dijadikan alasan Mega takut berkunjung ke Cendana, dan membiarkan 
peluang itu hilang percuma, sungguh benar-benar sangat disayangkan.

Jika Guruh Soekarnoputra berani datang melayat dan kemudian berbicara di 
hadapan media. Mengapa Mega tidak berani melakukan kebijakan yang barangkali 
dianggap cukup kontroversial tersebut. Di sinilah sebenarnya untuk pembuktian 
bagi seorang Mega, apakah ia benar-benar seorang negarawan yang berjiwa besar 
atau tidak. Dan tentu saja rakyat di nusantara ini akan menjadi saksi sejarah 
yang luar biasa tersebut. 

(Penulis adalah pengamat politik dari Universitas Nasional Jakarta)

Kirim email ke