http://www.poskota.co.id/redaksi_baca.asp?id=1423&ik=32
Tukang Becak Capek Nggenjot Minggu 13 April 2008, Jam: 7:59:00 Lelaki paling pe-de sekabupaten Brebes (Jateng) mungkin hanya Tarkidi, 46. Meski pekerjaan tukang becak, berani berbini dua. Sialnya, di saat dia capek habis nggenjot becak seharian, bini minta "jatah" genjotan pula. Marahlah dia, dan Gianti, 39, pun "digenjot" pakai pentungan kayu sampai tewas. Jadi tukang becak haruslah menguasai kota, tahu berbagai alamat tujuan penumpang. Tarkidi juga seperti itu, bahkan dia punya nilai plus. Bukan saja tahu jalan mana saja, dia juga tahu perempuan mana saja yang bisa digoda. Karenanya, meski profesi hanya astronout becak, dia berani menduakan cintanya pada istri. Tapi dia memang perayu ulung yang "rendah hati". Ketika ada cewek yang tertarik padanya, dia hanya bilang: "Apa kamu nggak menyesal, jadi pacar tukang becak itu sedikit uangnya, hanya banyak genjotannya..," kata Tarkidi. Adalah janda Gianti dari Desa Kemurang Kecamatan Tanjung. Bagi wanita yang menganggap seks sebagai panglima, "genjotan" tukang becak itu lebih didambakannya dari pada jaminan yang lain. Karena itulah, meski secara materi tak memperoleh apa-apa dari Tarkidi, dia mau saja dipacarinya. Tapi konsekuesinya, dia harus mampu memuaskan kebutuhan libidonya sang janda. Maka jaran heran, setiap habis narik becak, Tarkidi manakala mampir ke rumah Gianti pasti disuruh "narik" lagi di ranjang barang beberapa rit. Pendek kata, kodok kalung kupat, awak boyok sing ra kuwat (pinggang mau putus). Ternyata Gianti kadung cinta pada sang tukang becak, sehingga dia minta hubungan ini ditingkatkan secara definitip. Mengingat kawin resmi tidak berani, Tarkidi menikahi gendakannya secara siri saja. Di samping "sidikit risiko"-nya, ditilik secara undang-undang lalulintas kan sudah nggak bakal kena tilang, atau tak berdosa menurut kacamata agama. Cuma resikonya ya itu tadi, setelah punya dua bini Tarkidi jadi kurang istirahat, sebab diforsis oleh istri mudanya. "Untung aku selalu minum telur, madu dan merica," kata Tarkidi. Tapi meski selalu pakai doping, tak dijamin Tarkidi bisa selalu prima melayani Gianti yang kelewat doyan. Seperti beberapa hari lalu misalnya, baru saja pulang habis narik becak, istri keduanya jowal-jawil (mencolek-colek) mengajak hubungan intim. Tukang becak itu sudah mohon pengertiannya agar kegiatan itu ditunda dulu, sampai tenaganya fit kembali. Tapi Gianti terus mendesak bahkan mengomel-ngomel bahwa dia mau jadi bini tukang becak kan sekedar mengharapkan "genjotan"-nya saja. Tersingung sekali Tarkidi. Dia serta merta mengambil pentungan kayu, dan kepala Gianti dikemplang hingga ndlosor (terkapar). Tak puas hanya itu, dalam keadaan pingsan bini muda itu dipentungi bak ular saja, sehingga tewas. Habis itu Tarkidi kabur ke Bandung. Namun rupanya arwah Gianti selalu membuntuti, sehingga dia mencoba kembali ke kampungnya, Desa Ciampel Kecamatan Kersana. Benar saja, baru saja tiba di rumah polisi langsung mendatangi dan menggelandangnya ke Polsek Kersana. "Saya capek Pak, kok dia nuntut terus kaya demonstran," ujar Tarkidi di depan petugas. Memangnya Gianti bawa spanduk segala? (KR/Gunarso TS)