Sabtu, 26 April 2008 - 17:44 WIB Opini oleh ; Amich Alhumami. Politik Simbolisme Politik Simbolisme
Amich Alhumami Di televisi ditayangkan adegan dramatis, menyentuh, dan menggugah. WirantoKetua Umum Partai Hanuramakan nasi aking di tengah kerumunan orang di sebuah keluarga miskin di Serang, Banten (SCTV Liputan6.com, 20/3/2008). Ia merasakan sendiri betapa nasi aking tidak enak dan tak layak dimakan. Apa yang dilakukan Wiranto jelas bukan sesuatu yang natural, tetapi lebih merupakan bagian kontestasi politik menyongsong Pemilu 2009. Dalam kajian antropologi politik, adegan Wiranto makan nasi aking itu merupakan salah satu bentuk the politics of symbolism. Politik simbolisme adalah suatu tindakan untuk merepresentasikan sebuah gejala sosialdalam hal ini realitas kemiskinan di masyarakatyang diwujudkan dalam simbol yang merefleksikan makna politik tertentu (Geertz 1973; Gupta & Ferguson 1992). Di situ simbol yang ditampilkan adalah nasi aking yang dikonsumsi orang miskin, terutama kalangan masyarakat Jawa. Kita tidak tahu, benarkah tindakan itu dilandasi ketulusan hati untuk berempati atas penderitaan kaum miskin. Apakah hal itu juga merupakan kepedulian dan simpati dari nurani atas problem kemiskinan, yang membelit 39,5 juta penduduk Indonesia. Wiranto memang memberi nama partainya HanuraHati Nurani Rakyat. Politik simbolisme Merujuk pandangan antropolog Akhil Gupta dalam The Anthropology of the State (2006), atraksi Wiranto itu terkait dengan sesuatu yang disebut the imagination of the state power. Kita maklum, sejak awal Wiranto sudah bersiap-diri dan sedang melakukan konsolidasi untuk menggalang dukungan politik dalam rangka pemilihan presiden mendatang. Wiranto dan partai penyokongnya menjadikan isu kemiskinan sebagai tema besar kampanye. Untuk itu, Wiranto merasa perlu menunjukkan kepada publik bahwa ia memiliki komitmen kuat untuk mengatasi masalah sosial yang akut ini. Kelak bila terpilih menjadi presiden, pemberantasan kemiskinan akan dijadikan agenda kerja paling utama dalam pemerintahan yang dipimpinnya. Hal itu tercermin pula dalam iklan politik Partai Hanura di berbagai media. Dalam konteks demikian, imajinasi kekuasaan yang bergelayut di alam pikiran Wiranto dimanifestasikan dengan mengeksploitasitak selalu bermakna negatifisu kemiskinan yang diderita banyak penduduk Indonesia. Nasi aking merupakan lambang kemiskinan paling nyata. Maka, Wiranto memanipulasijuga tak selalu berkonotasi negatifmakna simbolis di balik aksi makan nasi aking itu. Amat jelas, ada tautan antara politik simbolismemakan nasi akingdan imajinasi kekuasaan, yakni upaya menggapai jabatan menjadi presiden. Sebagai sosok pemimpin, Wiranto berusaha membangun basis legitimasi kekuasaan politik, kepercayaan publik, dan kredibilitas moral melalui aneka ragam aksi sosial, yang berpotensi melahirkan dukungan rakyat. Wiranto bermain pada tataran simbolisme dan menggunakan pendekatan kemanusiaan, yakni berasosiasi dengan sekelompok masyarakat miskin guna menunjukkan jiwa populis dan merakyat. Namun, penting dicatat, spirit kerakyatan yang dibangun melalui politik simbolisme tidak sama-sebangun dengan gagasan dan cita-cita mewujudkan negara kesejahteraan yang berwatak populis dan berorientasi kerakyatan. Sejauh ini belum ada pemimpin politik atau parpol yang memiliki cetak biru secara komprehensif, solid, dan meyakinkan bagaimana mengatasi problem kemiskinan dan membangun masyarakat sejahtera dan makmur. Penting diketahui, politik simbolisme sama sekali tak bertujuan menolong rakyat miskin sebab esensi politik simbolisme hanya menjadikan suatu subyek (baca: masyarakat miskin) sebagai medium untuk membangun pencitraan dalam rangka memobilisasi dukungan politik. Politik pencitraan Apa yang dilakukan Wiranto sejatinya tak lebih dari sekadarserupa dengan SBYtebar pesona dengan membangun citra-diri sebagai figur populis dan merakyat. Aksi makan nasi aking merupakan bentuk politik pencitraan-diri dalam wujud yang lain. Berdasar pengalaman pemilu lalu, politik pencitraan-diri terbukti amat efektif dan sukses mengantar SBY menjadi presiden. Masih segar dalam ingatan kita, bagaimana SBY melakukan politik simbolisme dengan mengeksploitasi sosok petani miskin di Cikeas, Bogor. Ketika mendeklarasikan koalisi kerakyatan, SBY berasosiasi dan mengidentifikasi diri sebagai figur populis dan merakyat melalui representasi Pak Manyar, sang petani miskin. Sungguh ironis, hingga periode jabatan kepresidenan hampir berakhir pun nasib Pak Manyar tak kunjung berubah. Ia dan banyak penduduk di kampungnya tetap hidup dalam kemiskinan, bahkan tempat tinggalnya dikepung kompleks hunian elite milik orang-orang kaya. Sayang, Wiranto kurang canggih mengadaptasi hal serupa yang pernah dilakukan SBY dalam dimensi lain politik pencitraan-diri. Seperti SBY yang mengeksploitasi pencitraan-dirijuga dilandasi imajinasi kekuasaan untuk meraih jabatan presiden pada Pemilu 2004demikian pula yang dilakukan Wiranto. SBY dan Wiranto sejatinya mewakili sebagian besar elite nasional dalam berpolitik, yang ketika mengartikulasikan persoalan kemiskinan dilakukan melalui politik simbolisme dengan cara kurang dalam. Di mata politisi dan mereka yang punya imajinasi kekuasaan, realitas kemiskinan hanya dijadikan medium proses reproduksi politik simbolisme. Betapa menyedihkan, mereka yang hidup dalam kubangan kemiskinan selalu dijadikan barang dagangan dalam setiap ritual politik pemilu. Sejak 1998, presiden sudah berganti empat kali, tetapi pemimpin yang mengemban amanat kekuasaan tidak mampu mengubah kemiskinan menjadi kesejahteraan. Wahai para elite, politisi, dan capres, berhentilah mereproduksi politik simbolisme. Amich Alhumami Peneliti Sosial, Department of Social Anthropology, University of Sussex, UK Sumber ; http://www.kompas.co.id/kompascetak/ read.php?cnt=.xml.2008.03.28.00372055&channel=2&mn= 158&idx=158 (www.partaidamaisejahtera.com) ---------------------------------------------------------------------- Berita ini harap dikirim ulang ke teman teman yang lainnya, agar tidak mudah tertipu dengan model yang beginian. RAKYAT INDONESIA AMAT MEMBUTUHKAN BANTUAN, bukan BAN NYONYA. Ingat SEMBOYAN ini, Kitab Keluaran 18:21, Keluaran 23:8, Ulangan 16:19, Ulangan 27:25, Mazmur 100: 1 - 5 dan 1 Korintus 1:10 --------------------------------- Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it now.