Riau Pos

      Beras Riau  



      Rabu, 28 Mei 2008  
      Ada oleh-oleh menarik yang dapat dipetik dari kehadiran Menteri Pertanian 
RI Ir Anton Apriantono ke Kabupaten Siak beberapa waktu lalu. Ketika itu sang 
menteri menyatakan bahwa, negeri ini masih memungkinkan memiliki lahan yang 
cukup untuk menghasilkan padi baik bagi masyarakat negeri sendiri, maupun 
negara lain. 


      Perlahan tapi pasti, beras yang menjadi makanan pokok masyarakat dunia 
-meskipun bisa diproduksi secara terus-menerus alias tidak akan pernah habis- 
lama kelamaan akan mengalami nasib seperti Bahan Bakar Minyak (BBM) yang 
menyebabkan terjadi resesi ekonomi, termasuk negeri kita yang tidak bisa 
mengelak dari kebijakan menaikkan harga BBM di dalam negeri, yang akhirnya 
memiliki implikasi yang sangat luas.

      Beras akan mengalami devisit, karena perkembangan industri yang cukup 
pesat, dimana terjadi alihfungsi lahan dan sawah yang sudah ada untuk keperluan 
lain, dan terputusnya regenerasi petani, sehingga semakin sedikit orang 
memiliki minat menanam padi, karena sudah menjadi kebiasaan, bahwa bertani 
sawah itu identik dengan kemiskinan.

      Bagi Riau sendiri, kesulitan dan krisis beras sudah berlangsung sejak 
lama, padahal menurut ramalan dari berbagai pihak, krisis beras di dunia baru 
akan terjadi suatu waktu yang akan datang. Ironis bukan?

      Artinya, kinilah saatnya kita memulai program penyadaran dari dini bahwa 
perlu ada terobosan terhadap krisis beras untuk Bumi Lancang Kuning ini. Apa 
yang telah dilakukan Riau Investment Corporation (RIC) pekan lalu dengan 
meluncurkan Riau Rice atau produk beras Riau perlu diacungkan jempol.

      Sebab, secara berangsur-angsur, produksi beras yang memiliki identitas 
Riau ini, sedikit banyaknya telah memberikan motovasi kepada berbagai pihak 
agar menyadari, bahwa jika suatu saat nanti Riau ini bisa menjadi salah satu 
penyelamat dunia, ketika suatu saat terjadi krisis beras dunia.

      Tak hanya itu, RIC secara tidak langsung memberikan harapan kepada para 
petani sawah untuk terus menanam padi, dengan lebih tenang tanpa dihantui oleh 
kecemasan, gagal panen, rugi dan kendala lainnya.

      Apalagi, RIC memiliki konsep akan membeli gabah petani dengan harga yang 
sesuai, sehingga petani bisa terus berproduksi dan tidak mengalami kerugian. 
Artinya, sudah saatnya pula Riau bisa memproduksi beras sendiri, sehingga 
secara berangsung-angsung bisa mengurangi ketergantungan produksi beras dari 
daerah tetangga.

      Selain itu, mind set masyarakat kita akan mulai mengalami perubahan 
bahwa, kini dan seterusnya, memiliki sawah tidak akan rugi, tetap punya masa 
depan dan menjadi lahan yang menjanjikan. Tidak yang terjadi selama ini, bahwa 
masyarakat berbondong-bondong mengalihkan lahannya menjadi kebun kebun sawit, 
bahkan sawah pun ikut menjadi korban.

      Semoga dengan terobosan yang dibuat RIC ini memberi motifasi lebih bagi 
Riau, sehingga apa yang dikhawatirkan sang Menteri Pertanian, bahwa suatu saat 
akan terjadi krisis beras bagi masyarakat dunia bisa diatasi. Bahkan Riau 
termasuk salah satu daerah di negeri ini yang mampu memberi solusi ketika 
daerah-daerah tertentu kekuarang beras. Kita tidak ingin Riau seperti saat ini 
yang sangat tergantung dari beras Sumbar dan Sumut.*** 

Reply via email to