http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberita&kid=2&id=2351
Sabtu, 19 Juli 2008 | BP Dikeluhkan, Sekolah Negeri Pungut Uang Gedung Tabanan (Bali Post) - Sejumlah orang tua siswa baru di Tabanan mengeluhkan adanya pungutan uang gedung atau uang bangunan yang besarnya rata-rata Rp 1 juta per siswa baru. Ada pula indikasi pungutan uang baju melebihi dari ketetapan sesuai dengan surat edaran Gubernur Bali. Dalan klausul tentang uang bangunan sepertinya hanya berupa lampu kuning, dimanfaatkan oleh banyak sekolah. Boleh memungut asalkan ada izin dari Bupati. Oleh karena itu, sekolah baik SMP maupun SMA terkesan berlomba-lomba memungut uang bangunan dengan dalih sudah seizin Bupati. Padahal izin untuk memungut belum diajukan oleh Dinas Pendidikan ke meja Bupati. Dengan dipungutnya dana pembangunan fisik, uang awal masuk akan menjadi sangat tinggi. Beberapa orang tua siswa yang ditemui Jumat (18/7) kemarin, mengeluhkan tingginya uang pangkal masuk siswa, sementara menurut mereka kondisi ekonomi sangat memperihatinkan. Bahkan sejak awal kata dia, uang bangunan telah tercantum dalam daftar yang harus dibayar. Hanya SMAN 1 Tabanan yang merupakan SNBI dari data pembayaran mengaku tidak mencantumkan uang bangunan serta melakukan pungutan yang tidak melebihi ketentuan. Hal itu diakui Kepala Sekolah Suistana Adiputra. Dikatakannya sebagai SNBI pihaknya tidak berani melabrak aturan yang ada. Terkait hal tersebut, Kepala Dinas Pendidikan dan Persip Tabanan, I Wayan Adnyana, mengakui rata-rata sekolah memang ingin memungut uang bangunan. Pihaknya masih melakukan rekap untuk selanjutnya diajukan kepada Bupati. Dengan demikian, izin pemungutan bangunan fisik yang besarnya rata-rata Rp 1 juta itu belum mendapat persetujuan Bupati. Adnyana mengaku telah memerintahkan kepada kepala-kepala sekolah untuk tidak memungut sebelum turunnya izin dari Bupati. Bagaimana dengan orang tua yang telah membayar karena telah tercantum dalam daftar pungutan? Mantan Kepala SMA 2 Tabanan ini menyatakan orang tua kadang langsung membayar ketika memiliki uang. 'Kami sudah perintahkan kepada segenap kepala sekolah melalui MKKS agar jangan dulu memungut uang bangunan sebelum ada persetujuan Bupati. 'Kami segera mengajukan usulan itu kepada Bupati,' jelasnya. Dengan demikian, Adnyana mengakui persetujuan Bupati tentang pungutan uang gedung memang belum turun. Ditegaskan Adnyana, memang memungut uang bangunan tidak dilarang sesuai dengan surat edaran Gubernur Bali tentang besarnya biaya pendidikan. Tetapi pungutan itu harus mendapat persetujuan Bupati sebelumnya. Masalahnya adalah di lapangan, banyak sekolah yang langsung memungut atau setidak-tidaknya mencantumkan dana untuk pembangunan fisik bagi siswa baru di sekolah tertentu. Tidak adanya penjelasan membuat orang tua siswa mengira uang itu memang sudah wajib langsung dibayar. Dalam surat edaran gubernur ditetapkan besaran biaya untuk pakaian, uang awal sekolah dan SPP yang harus dibayar. Untuk SMP dikenakan biaya pakaian maksimal Rp 600 ribu ditambah Rp 1 juta uang awal tahun dan SPP maksimal Rp 150 ribu per bulan. Untuk tingkat SMA ditetapkan biaya pakaian maksimal Rp 750 ribu, uang awal tahun Rp 1,5 juta dan SPP maksimal Rp 250 ribu. Untuk SMK uang pakaian ditetapkan maksimal Rp 850 ribu ditambah uang awal tahun Rp 1,5 juta dan SPP maksimal Rp 250 ribu. Jika sekolah ingin memungut dana untuk pembanguan fisik harus mendapatkan persetujuan Bupati atau wali kota. Terkait adanya indikasi sekolah memungut uang baju melebihi ketentuan, Adnyana yang mengaku sedang berada di Solo berjanji akan melakukan pengecekan. Pelanggaran terhadap ketentuan, kata dia, jelas akan dikenakan saksi tegas. (kmb14)