http://www.surya.co.id/2009/02/05/tersangka-uji-kir-didiskriminasi-dibedakan-dengan-gratifikasi/
Tersangka Uji Kir Didiskriminasi, Dibedakan dengan Gratifikasi
Kamis, 5 Februari 2009 | 7:34 WIB | Kategori: Surabaya Raya |

 ShareThis

Surabaya | Surya-Eries Jonifianto SH, kuasa hukum 13 tersangka pungli uji kir, 
melihat adanya perlakuan tidak adil penyidik Polda terhadap kliennya, dibanding 
terhadap para tersangka kasus gratifikasi.
Para tersangka gratifikasi, yakni Ketua DPRD Surabaya Musyafak Rouf, Sekkota 
Sukamto Hadi, Asisten II Sekkota Mukhlas Udin, dan Kepala Dinas Pendapatan dan 
Pengelolaan Keuangan Purwito, tak ditahan. Sedangkan tersangka uji kir 
meringkuk di balik terali besi.
“Sama-sama tersangkanya, tapi mereka (Musyafak dkk) yang jelas-jelas merugikan 
keuangan negara tidak ditahan. Pemeriksaannya juga tidak seperti ini. Ini 
terkesan ada diskriminasi,” kata Eries kepada wartawan, Rabu (4/2).
Selain itu, Eries juga melihat penyidikan selalu dilakukan lewat tengah malam. 
“Ada juga upaya pemaksaan terhadap salah satu tersangka ketika dia diminta 
menandatangani surat kuasa kepada pengacara pukul 02.30 WIB. Itu dilakukan 16 
Januari 2009,” ungkapnya.
Terkait perlakuan berlebihan dan diskriminasi inilah 13 tersangka uji kir 
mengajukan perlindungan hukum kepada Kapolda Jatim Irjen Pol Herman Surjadi 
Sumawiredja melalui surat nomor 009/Eks/STR/II/09 tertanggal 4 Februari 2009. 
Kalau upaya ini tidak ditanggapi, Eries akan menggugat praperadilan. “Kami 
sudah menemukan celah hukum yang bisa digugat, tinggal menunggu waktu,” kata 
Eries. 
Dikonfirmasi mengenai hal ini, Kasat Pidkor Polda Jatim AKBP Anton Sasono 
menegaskan bahwa proses penyidikan sudah sesuai prosedur. “Pemeriksaan 
tersangka juga didampingi penasihat hukum (PH) sesuai dengan KUHAP,” tuturnya 
kemarin.
Terkait tudingan diskriminasi, menurut Anton setiap kasus punya perbedaan dan 
tidak bisa disamaratakan. Soal penahanan, ada pertimbangan obyektif dan 
subyektif. “Itu kewenangan penyidik. Tidak bisa diintervensi. Tapi, bukan 
berarti ada diskriminasi,” tandas mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi 
(KPK) ini. 
Sementara itu, proses penyidikan terus berlanjut. Ada hal baru, yakni hasil 
pungli uji kir di UPT PKB Dishub Surabaya disetor setiap minggu. Ini 
diungkapkan 13 tersangka kepada penyidik. 
Seorang petugas uji kir biasanya melayani sekitar 40 kendaraan/hari atau 
240/minggu. Kalau dikalikan uang acc sekitar Rp 50.000 - Rp 70.000 per 
kendaraan, berarti diperoleh hasil pungli sedikitnya Rp 218,4 juta/minggu atau 
Rp 873 juta/bulan. 
Menurut Eries, penyetoran uang pungli dilakukan penguji yang ditunjuk sebagai 
pengepul. Uang ratusan juta ini diberikan kepada Kabag TU Budi Hartono. Praktik 
pungli ini sudah berlangsung lama dan tersistem. Karena itu, lanjut Eries, para 
tersangka tidak berkutik ketika ditunjuk berdinas di sana.
Mengenai percikan dana pungli ke wartawan 14 media di Surabaya, Anton Sasono 
mengatakan, ”Itu ada catatan dan keterangan dari pihak-pihak yang mengatakan 
bahwa hasil pungli itu diberikan kepada media massa. Tetapi penyidik tidak 
langsung percaya,” katanya.
Karena itu, lanjut Anton, pihaknya akan memanggil wartawan untuk klarifikasi. 
Siapa saja mereka? Ia enggan menyebut. Yang pasti, jumlahnya lebih dari lima 
media. “Kami akan tanyakan apakah benar seperti itu. kita akan kroscek lagi,” 
katanya. uus
 
 
http://www.jawapos.co.id/
[ Kamis, 05 Februari 2009 ] 
Polda Jatim Dianggap Tebang Pilih Tangani Kasus Korupsi 

Soal Penahanan Tersangka Pungli Uji Kir 

SURABAYA - Langkah Polda Jatim menahan tersangka kasus pungutan liar (pungli) 
berbuah tudingan miring. Polisi dianggap tebang pilih dalam menangani kasus 
korupsi. Sebab, tersangka kasus lain bisa berkeliaran tanpa harus mendekam di 
jeruji besi.

Tudingan itu datang dari 13 karyawan UPT PKB (Unit Pelaksana Teknis Pengujian 
Kendaraan Bermotor) yang kini menjadi tersangka kasus pungli. ''Kami merasa ada 
diskriminasi penyidik dalam menangani kasus ini,'' kata Eries Jonifianto, kuasa 
hukum 13 tersangka kasus pungli tersebut.

Dia lantas membandingkan dengan penanganan perkara gratifikasi di Pemkot dan 
DPRD Kota Surabaya. Polisi telah menetapkan empat tersangka. Mereka adalah 
Ketua DPRD Kota Surabaya Musyafak Rouf, Sekkota Sukamto Hadi, Asisten II 
Sekkota Muklas Udin, dan Kepala Badan Pengelola Keuangan Purwito. "Hampir 
setahun keempat tersangka itu ditetapkan sebagai tersangka. Namun, mereka tidak 
pernah ditahan. Padahal, klien kami juga pelayan publik. Kenapa harus 
dibedakan?'' kata Eries.

Selama menangani kasus pungli, Eries juga menuding polda memperlakukan kliennya 
dengan tidak manusiawi. Salah satu buktinya adalah proses pemeriksaan yang 
dilakukan hingga dini hari. ''Masak klien kami disuruh tanda tangan berkas pada 
pukul 02.30. Ini sudah tidak manusiawi,'' ucapnya.

Karena itu, Eries ingin mengadukan masalah tersebut kepada seluruh pimpinan 
kepolisian dan lembaga yang berwenang mengawasi penyidikan. Misalnya, surat ke 
Kapolda Jatim yang akan ditembuskan kepada Kapolri, ketua Kompolnas, 
Kabareskrim, Irwasum Mabes Polri, dan Dirpropam Mabes Polri.

Dia juga menyesalkan sikap polda yang tidak responsif terhadap hak tersangka. 
Contohnya, proses penangguhan penahanan. ''Kami sudah lama mengajukan 
penangguhan. Anehnya juga tidak ada jawaban,'' ucapnya.

Kasatpidkor Polda Jatim AKBP Anton Sasono ketika dikonfirmasi menampik seluruh 
tudingan 13 tersangka itu. ''Semuanya berjalan sesuai prosedur yang ada.. Tidak 
ada yang namanya diskriminasi,'' katanya.

Menurut dia, penahanan terhadap tersangka merupakan hak penyidik yang tidak 
boleh diintervensi. Selama penyidik membutuhkan banyak keterangan, penahanan 
menjadi hal wajar dalam penyidikan sebuah perkara.

Ditanya soal perkembangan penyidikan pungli di Dishub, Anton mengatakan belum 
ada perkembangan yang signifikan. Polisi masih terus mengevaluasi keterangan 
saksi dan tersangka untuk langkah penyidikan selanjutnya.

Hanya, Anton menegaskan, polisi juga bisa memanggil sejumlah pekerja media 
massa yang diduga menerima dana dari Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya. 
''Kami kan tidak bisa percaya begitu saja. Makanya, kami akan memintai 
keterangan mereka,'' ucapnya.

Kabar yang beredar menyebutkan, pekerja media yang menerima uang dari Dishub 
berjumlah 14 orang. Namun, hingga kemarin Polda Jatim belum bersedia merilis 
nama-nama mereka yang diduga menerima dana tersebut. ''Yang pasti, jumlahnya 
lebih dari lima orang,'' terang Anton.

Ketika dikonfirmasi, beberapa penyidik justru memberikan jawaban dengan nada 
bergurau. Mereka menyebutkan bahwa dana dari Dishub nyantol di pekerja media 
yang biasa bertugas di pemkot. Tapi, mereka tidak mau menyebutkan identitasnya.

Seperti diberitakan, tim Satpidkor membongkar pungli di UPT PKB Wiyung. Pungli 
dilakukan dengan cara menarik dana tambahan Rp 50 ribu hingga Rp 70 ribu per 
kendaraan untuk proses pengujian kelayakan kendaraan alias kir.

Dalam kasus ini, polisi telah menetapkan 16 tersangka. Yakni, Kepala UPT PKB 
Sudjono dan 15 anak buahnya. Setelah ditelusuri lagi, dana hasil pungli itu 
juga merembes ke instansi di atasnya, Dishub Kota Surabaya. (fid/fat)

 
 
 
http://dutamasyarakat.com/1/02dm.php?mdl=dtlartikel&id=10511




Kamis, 05 Februari 2009



Wartawan Nakal Segera Dipanggil



SURABAYA - Pemeriksaan kasus aliran dana pungli (pungutan liar) di lingkungan 
Dishub (Dinas Perhubungan) Surabaya tidak hanya terfokus kepada sejumlah 
pegawai di lingkungan Dishub Surabaya. 

Tapi, penyidik dari Sat Pidkor Polda Jatim mulai menelusuri aliran dana 
tersebut ke kalangan wartawan yang diduga ikut menikmatinya. 

Kasat Tipikor Polda Jatim, AKBP Anton Sasono mengatakan, pihaknya akan segera 
memanggil sejumlah wartawan dari berbagai media massa yang diduga menerima 
aliran dana pungli. �Kami akan melakukan pemanggilan,� katanya.

Pemeriksaan di kalangan wartawan ini untuk membuktikan kebenaran kesaksian 
sejumlah pejabat Dishub Surabaya. Pasalnya, berdasarkan hasil pemeriksaan yang 
telah dilakukan diketahui ada sebagian dana pungli yang mengalir ke media. �Ada 
catatan dan keterangan dari mereka ada dana untuk media masa,� tegas AKBP 
Susanto.

Meski menyatakan akan memanggil sejumlah Wartawan, AKBP Anton Sasono belum 
bersedia menyebutkan siapa saja wartawan yang akan dipanggil dan dari media 
apa. �Untuk jumlahnya belum tahu pasti, yang jelas dari 5 orang,� jawabnya saat 
ditanya berapa wartawan yang akan dipanggil.

Selain itu, mantan penyidik KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) ini juga enggan 
menyebutkan barang bukti yang bisa membuktikan adanya aliran dana pungli ke 
sejumlah wartawan. �Nanti saya lihat dulu ke penyidik untuk barang buktinya,� 
elaknya.

Sementara itu, berdasarkan informasi yang berhasil di Mapolda Jatim, hingga 
saat ini penyidik masih merekap nama-nama wartawan yang menerima aliran dana 
ini. setelah perekapan ini selesai dilakukan, baru penyidik akan melakukan 
pemanggilan.

Seperti diberitakan sebelumnya, setiap bulannya, dana hasil pungli di 
lingkungan Dishub Surabaya mengalir ke sejumlah wartawan dengan nilai yang 
tidak sedikit. Yakni, minimal 10 juta rupiah yang dibagi untuk 14 wartawan.

Dugaan mengalirnya dana pungli dari Dishub Surabaya ke sejumlah wartawan ini 
juga dikuatkan dengan kwitansi pembayaran senilai 10 juta rupiah yang berhasil 
ditemukan dan telah disita oleh penyidik.(sof)


      

Reply via email to