http://www.sinarharapan.co.id/politik/index.html
Suara Golkar Turun, Kalla Tak Layak Jadi Capres Oleh Inno jemabut Jakarta-Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla tak layak menjadi calon presiden (capres) dari Partai Golkar kalau perolehan suara partai tersebut dalam pemilu mengalami penurunan. Partai Golkar memiliki pola pertanggungjawaban, dan ada konsekuensi yang harus ditanggung seiring dengan sukses tidaknya mengelola partai tersebut. "Dia tidak bisa jumawa menjadi capres (kalau suara Golkar turun-red)," tegas mantan Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung dalam diskusi "Keseriusan Para Capres Jelang Pemilu" di DPD RI, Rabu (4/2). Menurutnya, dilihat dari situasi sekarang, perolehan suara Partai Golkar nanti memiliki kecenderungan menurun. Tetapi, kecenderu-ngan itu bisa terkoreksi kalau partai tersebut melakukan gerakan yang fantastis. "Kalau kecendrungan itu terjadi dalam pemilu, berarti beliau tidak perform, dia tidak sukses dalam menjalankan tugas," katanya. Akbar sendiri masih menunggu mekanisme yang digunakan Partai Golkar untuk menjadi capres. Apa pun mekanisme yang digunakan partai tersebut, asalkan dilakukan secara terbuka dan demokratis, Akbar akan berupaya dan mempersiapkan diri dengan baik. Ia heran dengan Partai Golkar yang tidak melakukan konvensi sekalipun cara tersebut mampu mengangkat citra partai tersebut pada Pemilu 2004 lalu. "Sangat mengherankan Pak Jusuf Kalla bilang tidak ada untungnya (konvensi-red). Sangat naif seorang pemimpin mengatakan itu. Banyak orang bilang itu merupakan terobosan positif. Yang menikmati perolehan suara Partai Golkar, ya, yang memimpin sekarang ini," tegasnya. Seharusnya, kata Akbar, sebagai parpol besar, Partai Golkar tidak boleh jengah. Malah, sebelum pemilu legislatif Partai Golkar harus sudah punya capres. Kalau hal itu dilakukan maka akan menjadi preferensi tersendiri bagi pemilih. "Masa partai besar kok jengah. Soal benar atau salah nanti, itu soal lain. Ya, peluangnya harus diambil dulu," jelasnya. Yusril Tetap Maju Diskusi tersebut juga menghadirkan calon presiden Partai Bulan Bintang Yuzril Izha Mahendra, calon presiden Partai Indonesia Sejahtera (PIS) Sutiyoso, dan pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Firmansyah. Yuzril membantah kalau partainya saat ini memutuskan mendukung kembali Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai calon presiden. "Sikap resmi dewan syuro tetap mencalonkan saya. Itu tidak berubah sampai sekarang," tegasnya. Meski demikian, ia mengaku tidak mampu mensosialisasikan diri dengan beriklan di media massa seperti yang dilakukan bakal calon lain. Bahkan untuk berkeliling ke daerah-daerah pun, Yuzril mengatakan tak sanggup. Meski demikian, ia tetap serius sebagai bakal calon presiden sambil menunggu hasil uji materi UU Pemilu Presiden di Mahkamah Konstitusi (MK). Sementara itu, Sutiyoso mengatakan pendeklarasiannya sebagai capres bukan tanpa alasan. Ia mengaku didukung sejumlah seniornya di militer dan ketika melakukan roadshow ke daerah-daerah, semua warga masyarakat menginginkan pemimpin baru yang memiliki kompetensi dan teruji pengalamannya. Sutiyoso bermodal pengalaman 29 tahun menjadi TNI aktif dan 10 tahun jadi Gubernur DKI Jakarta. Meski telah didukung PIS, Sutiyoso mengaku tetap independen dari semua partai politik. "Saya sadar calon independen itu tidak bisa dari kaca mata UUD 45," kata Sutiyoso. Dia mengakui, posisinya sebagai capres saat ini sebagai underdog dibandingkan dengan calon lain. "Tapi dalam permainan, biasanya yang underdog itu malah yang menang," ucapnya. Firmansyah berpendapat jangan sampai presiden yang diinginkan masyarakat saat ini masih di awang-awang. Ada dua tantangan bagi semua capres yang akan datang, yakni dampak globalisasi yang berupa meningkatnya pengangguran, kemiskinan, dan kelaparan. Selain itu presiden yang diinginkan masyarakat bukan hanya administratur negara, tetapi lebih sebagai pemberi gagasan. "Menjawab pertanyaan, siapakah bangsa Indonesia ini. Kalau dulu, policy Soekarno kesatuan, karena negara baru merdeka, sementara Soeharto fokus pada pembangunan ekonomi. Lalu yang baru apa," tanyanya