Selasa, 24 Februari 2009 Mabes Polri Anulir Polda Jatim Disodori DPT Fiktif KPU Tak Kerkutik JAKARTA � Polri dinilai melakukan inkonsistensi dalam penetapan Ketua KPU Jatim Wahyudi Purnomo sebagai tersangka kasus manipulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) pemilihan Gubernur Jawa Timur. Hal itu setelah Mabes Polri menganulir penetapan status tersangka terhadap Wahyudi Purnomo oleh Polda yang sebelumnya disampaikan langsung Kapolda Jatim Irjen Pol Herman Suryadi Sumawiredja.
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Komjen Pol Susno Duaji, mengatakan, Wahyudi Purnomo tidak menjadi tersangka kasus dugaan pemalsuan DPT pilgub Jatim. �Dia tidak menjadi tersangka. Kami masih menunggu barang bukti dari yang berhak di sana,� kata Susno di Jakarta, Senin (23/2) kemarin. Dia mengatakan, penetapan tersangka masih menunggu data-data dari pihak lain yakni KPU Jawa Timur sebagai pihak yang berwenang menetapkan DPT. Menurut dia, polisi masih sebatas menerima keterangan dari satu pihak yang terlibat dalam pemilihan gubernur Jawa Timur. Selain alat bukti, kata dia, Polda Jawa Timur juga mempelajari keterangan aparatnya yang berada di Tempat Pemungutan Suara (TPS) saat pencoblosan ulang. Polisi yang berada di TPS, kata Susno, menyatakan tidak ada protes, keluhan, dan komplain dari warga yang sedang memberikan hak suara di TPS. Keterangan Susno ini tentu saja bertolak belakang dengan keterangan Kapolda yang saat itu masih dijabat Irjen Pol Herman Suryadi Sumawiredja. Herman dalam konferensi pers Kapolda Jatim dalam Akhir Masa Jabatan di Gedung Rupatama Mapolda Jatim, Rabu (18/2) lalu�sebelum diganti Brigjen Pol Anton Bachrul Alam�mengatakan, setelah dianalisis barang bukti terdapat dugaan terjadi data-data yang tidak benar, palsu, atau fiktif. Berdasarkan hasil penyelidikan terhadap laporan Panwaslu, jumlah DPT (daftar pemilih tetap) di Bangkalan dan Sampang, Madura, ada 1.244.619 juta. Yakni 667. 719 DPT untuk Bangkalan dan 576.600 untuk Sampang. Dari total jumlah DPT yang ada hanya 768.784 orang yang menggunakan hak pilihnya atau sekitar 61,77 persen. �Sebenarnya sudah cukup bagus,� ujar Kapolda. Namun, dari 768.784 orang yang tercantum dalam DPT, 345.034 di antaranya datanya tidak benar. Jadi, ada sekitar 27,165 persen yang datanya tidak benar dan ini sesuai dengan soft copy yang berhasil didapatkan oleh penyidik. Selain dari hasil laporan Panwaslu, pihak kepolisian sendiri mengaku menemukan beberapa pelanggaran yang terjadi. Yakni, dari 368 lembar DPT yang berhasil dikumpulkan polisi, terdapat 29.948 data pemilih yang tidak benar dari jumlah total 128.390 daftar pemilih. Yang menarik, Kapolda yang akan pensiun pada bulan Mei 2009 ini mengaku kesulitan mengumpulkan lembar DPT. Hal ini karena banyak di antara DPT yang tidak dikembalikan ke KPU. �Banyak DPT yang dibawa pulang,� katanya. Padahal hal tersebut tidak boleh dilakukan karena melanggar UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemda dan UU No. 10/2008 tentang Pemilu. �DPT merupakan salah satu dokumen negara, meskipun tidak ada UU yang mengatur bagi siapa yang menghilangkannya,� tegasnya. Beda pernyataan antara Mabes Polri dan Polda Jatim ini menimbulkan pertanyaan besar. �Ada apa ini? Kapolda Jatim tidak mungkin asal memberi pernyataan, apalagi ini menetapkan status tersangka bagi seorang pejabat publik yang tengah jadi sorotan masyarakat. Mengapa polisi inkonsisten, mengapa mencla-mencle?� kata seorang anggota Dewan, tadi malam. Pidanakan KPU Sementara itu, Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) mengancam akan mempidanakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) �bila DPT yang penuh manipulasi, tidak direvisi. Pasalnya, DPT fiktif tersebut telah terbukti kebenarannya dan sudah menyeret Ketua KPU Jawa Timur� Wahyudi Purnomo sebagai tersangka. Hal itu disampaikan Ketua Umum DPP PKNU H Choirul Anam (Cak Anam) saat menemui anggota KPU Syamsul Bahri di Jakarta, Senin (23/2) kemarin. Cak Anam datang didampingi Sekjen DPP PKNU Idham Cholied, Wakil Sekjen Andi Najmi dan �Calon Wakil Gubernur Jatim Mudjiono. Kepada Syamsul Bahri, Cak Anam mendesak KPU segera mengubah DPT yang terbukti fiktif alias bodong. Sebab data tersebut akan mencederai demokrasi dan membuat legitimasi pemilu dipertanyakan. �DPT fiktif memang harus diubah. Kalau tidak ya akan kami pidanakan, seperti KPU Jatim,� kata Cak Anam. Semula KPU menolak lantaran DPT sudah ditetapkan melalui undang-undang sehinga tidak dapat diubah.�Namun setelah disodorkan bukti-bukti dan dijelaskan secara gamblang tentang DPT bodong tersebut, anggota KPU yang pernah menjadi tersangka kasus korupsi itu, tidak bisa mengelak. Dia lantas berjanji akan membawa masalah tersebut pada rapat pleno KPU. Dalam kesempatan itu, dia menjelaskan, DPT merupakan kunci pemilihan umum karena nama-nama yang tercantum dalam DPT itu yang nanti bisa memberikan suara, baik dalam pemilihan anggota legislatif maupun presiden. �Kalau ada nama-nama pemilih fiktif, pasti akan digunakan untuk keuntungan pihak-pihak tertentu bagi memenangkan Pemilu,� kata Cak Anam. Dia menegaskan, ketidakberesan dalam DPT bukan mengada-ada, namun berdasar penelusuran terhadap sejumlah DPT di daerah, yang bermula dari kecurigaan adanya kecurangan dalam pemilihan gubernur Jawa Timur. Melalui piranti lunak (software), kata dia, pihaknya mengecek DPT yang dikeluarkan KPU Jawa Timur dan menemukan nama-nama pemilih fiktif. Pihaknya juga menemukan kasus yang sama di Jawa Tengah. Modusnya, antara lain, berupa nama dengan nomor induk kependudukan (NIK) sama dalam jumlah banyak, satu NIK dipakai sejumlah nama, sejumlah pemilih dengan NIK yang tidak standar 14 angka. �Kalau sekadar kesalahan teknis tidak mungkin sedemikian luas kesalahannya. Kami curiga ini by design dan sistematis,� katanya. Dia mengatakan, pada Pilgub Jatim terutama coblos ulang di Bangkalan dan Sampang, ditemukan banyak anak-anak di bawah umur yang memegang surat undangan dari panitia pemilihan dan mereka turut mencoblos. Diduga kuat lewat anak-anak itu suara pemilih fiktif disalurkan. Untuk itu PKNU telah memberitahukan penemuan itu kepada sejumlah partai karena akan dirugikan. �Kalau data pemilih fiktif tetap ada di DPT, partai dan Capres yang akan menang sudah jelas. Siapa? Ya jelas mereka yang punya akses dan bisa mempengaruhi KPU,� katanya. (ful) http://dutamasyarakat.com/1/02dm.php?mdl=dtlartikel&id=11829 <http://dutamasyarakat.com/1/02dm.php?mdl=dtlartikel&id=11829>