================================================= THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] Seri : "Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme Indonesia." ================================================= [Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration & Pruralism Indonesia Quotient] Menyambut Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009. "Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia." DISKUSI PANEL Kependudukan, Kunci Masa Depan Kamis, 16 April 2009 | 02:46 WIB Oleh : MARIA HARTININGSIH Demokrasi politik melalui pemilihan langsung menghasilkan pelaku-pelaku baru di bidang pengambilan keputusan yang berorientasi jangka pendek. Kebanyakan dari mereka tak paham arti ”kebijakan publik”, terutama masalah kesejahteraan yang terkait dengan human capital investment melalui Program Kesehatan dan Keluarga Berencana (KB) yang berperspektif jangka panjang. Karena orientasinya lima tahunan, para pemimpin berlomba-lomba mengklaim ”hasil karya”-nya agar dapat terpilih lagi. Kerja yang lebih banyak didasari kepentingan politik itu tak mampu (dan tak mau) melihat jauh ke depan, khususnya yang terkait dengan kualitas penduduk, sandaran masa depan bangsa. Tidak jauh berbeda dari masa lalu, saat ini pun pertumbuhan ekonomi dianggap sebagai mantra yang dapat mengatasi semua persoalan. Segala cara dilakukan untuk menggenjot ”pertumbuhan”, termasuk di antaranya pengaplingan dan eksploitasi sumber daya alam dengan pemberian izin kepada perusahaan- perusahaan transnasional maupun korporasi nasional, ekspor manusia (sebagian besar dengan tingkat pendidikan rendah) sebagai buruh di luar negeri, dan utang. Banyak kebijakan lebih didasari kepentingan pihak yang kuat meski kerap mengatasnamakan ”kesejahteraan rakyat”. Adapun rakyat yang semakin kehilangan akses pada sumber daya lokal dengan mudah dijadikan obyek yang mudah dipecah belah. Seluruh kerja dan upaya dengan perspektif panjang bukanlah wilayah yang ”menggiurkan” dalam politik kekuasaan karena hasilnya tak dapat ditengarai dalam waktu singkat. Hanya negarawan yang akan mengambil risiko itu. Pembelajaran Jejak sejarah memberikan gambaran yang seharusnya memberikan pembelajaran. Jared Diamond dalam Collapse: How Societies Choose to Fail or Survive (2005) menyebutkan, penyebab kehancuran suatu bangsa pada masa lalu adalah musnahnya manusia karena degradasi lingkungan dan sumber daya alam yang parah, penyakit, perang antarnegara, maupun konflik karena elite politik terus-menerus berebut kekuasaan. Proses itu terus berlanjut. Afrika adalah ”the lost continent” karena konflik dan perebutan kekuasaan yang terus-menerus, kehancuran lingkungan, dan meruyaknya infeksi menular, khususnya tuberkulosis (TB), malaria, dan HIV/AIDS. Kolaps pada zaman ini juga disebabkan ledakan pertumbuhan penduduk yang dibarengi rendahnya kualitas dan akses terhadap pelayanan sosial dasar, seperti pendidikan dan kesehatan, khususnya kesehatan reproduksi, pengangguran dengan segala dampaknya, serta kehancuran lingkungan dan sumber daya alam dalam arti luas. Faktor lain terkait dengan bencana alam maupun bencana akibat ulah manusia, penyakit akibat gaya hidup maupun kerusakan lingkungan, apalagi kalau ditambah ketegangan terus-menerus antarelite politik yang memicu konflik horizontal maupun vertikal. Ujung dari semuanya sama: kehancuran. Semua persoalan itu terkait dengan masalah kependudukan sekaligus tercakup dalam Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs). Sejarah menunjukkan, gagal atau berhasilnya suatu bangsa melewati masa-masa kritisnya dan terus maju tergantung dari bagaimana bangsa itu menghadapi masalah-masalah kependudukan, yang semuanya bermuara pada human capital investment. Berjalan mundur Kependudukan adalah persoalan rumit yang tak bisa lagi direduksi sebagai Program KB pada masa lalu, yang bersifat sentralistik dan koersif karena mereduksi seluruh pengalaman manusia sebagai angka. Namun, aspek kuantitas pun mengalami kemunduran pada Orde ”Reformasi” ini. Indikatornya banyak. Selain penurunan tingkat fertilitas (TFR) yang mandek, penurunan angka kematian bayi dan balita (IMR) serta angka kematian ibu melahirkan (MMR) juga lambat, angka kurang gizi balita tetap tinggi, kinerja akademik anak tidak optimal, meningkatnya penyakit-penyakit yang menggerogoti produktivitas, seperti TB, malaria, infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), penyakit-penyakit oportunistik akibat virus HIV/AIDS, diare, anemia, dan lain-lain. Kemunduran juga dipicu perubahan sosial, terkait dengan ideologi. Pandangan ekstrem telah memasuki kelompok intelektual dan menengah dan dalam sistem politik. Bahkan, ada partai politik anti-KB. Pandangan pronatalis menguat pada era otonomi daerah, seiring dengan menguatnya identitas karena besarnya dana alokasi umum tergantung besarnya jumlah penduduk. Jawaban terhadap semua tantangan itu menentukan apakah ”jendela peluang” dalam kependudukan akan terbuka atau menutup lagi. Program Kesehatan dan KB menentukan berhasil atau tidaknya meraih buah dari bonus demografi. Namun, Program Kesehatan harus difokuskan pada yang sehat; program pendidikan tak hanya dilihat sebagai bekal kompetisi di pasar kerja, dan Program KB harus dipahami lebih luas dari pengendalian jumlah penduduk, terkait dengan human capital investment. Program Kesehatan Ibu-Anak (KIA) dengan pendekatan life-cycle approach penting untuk menjamin kualitas manusia. Semua itu membutuhkan pemimpin yang visioner; yang tahu pentingnya human capital investment, dan menempatkan kesejahteraan serta martabat bangsa di atas segalanya. Mari kita tunggu hasil pemilu! [Maria Hartiningsih – Wartawan senior Kompas]
------ PELUNCURAN BUKU Siapa yang Menanam Keikhlasan Akan Menuai "Keajaiban" Kamis, 16 April 2009 | 05:03 WIB JAKARTA, KOMPAS - Ada aspek spiritual yang beraroma sains dan teknologi hingga aspek hiburan yang begitu memukau dari tuntunan keikhlasan. Sayangnya, hal ini kurang mendapat perhatian serius dari setiap insan yang ingin mendayagunakan segenap potensi dirinya. Kenyataan itu diungkapkan Erbe Sentanu, penulis buku laris Quantum Ikhlas: Teknologi Aktivasi Kekuatan Hati (Q1). ”Tidak sedikit yang sudah merasakan manisnya buah keikhlasan sehingga hidupnya mengalir lancar bergelimang kemudahan dan rasa syukur. Keajaiban demi keajaiban tak henti-henti dialami oleh mereka yang menapak di jalan ikhlas,” katanya pada peluncuran buku The Science and Miracle of Zona Ikhlas: Aplikasi Teknologi Kekuatan Hati, Rabu (15/4) di Bentara Budaya Jakarta. Buku yang diterbitkan Elex Media Komputindo itu walau baru diluncurkan kemarin, cetakan pertama sebanyak 40.000 eksemplar sudah hampir habis dipesan. ”Dalam waktu dekat buku yang dicetak eksklusif seharga Rp 199.800 itu akan dicetak ulang kedua. Adapun buku Quantum Ikhlas: Teknologi Aktivasi Kekuatan Hati (Q1) sudah dicetak 18 kali dan sudah sampai ke tangan 300.000 pembaca,” kata General Manager Humas Kompas-Gramedia Nugroho F Yudho. Penuh anugerah Erbe menjelaskan, buku yang diluncurkan selain mengulas ringkas berbagai pandangan sains ilmu pengetahuan yang telah ”bergandeng tangan” mendukung tuntutan hidup berserah diri juga menyajikan kisah-kisah pengalaman penuh anugerah kemudahan dari Sang Maha Pencipta yang dialami oleh mereka yang mencoba menapak jalan ikhlas. ”Ditulis dengan niat menghitung berkah dan nikmat-Nya sambil menginspirasi pembaca lainnya agar mau mengikuti ’jejak-jejak ikhlas’ mereka,” ungkapnya. Dalam diskusi yang menghadirkan dua tokoh yang syarat pengalaman spiritual, Guruh Soekarnoputra dan Permadi, diungkapkan berbagai kemudahan saat mendirikan bangsa ini pada awal-awal kemerdekaan. Meski awalnya sulit, semuanya bisa dilalui dengan baik. ”Jika bangsa ini ingin berubah, Quantum Ikhlas: Teknologi Aktivasi Kekuatan Hati (Q1) harus masuk kurikulum. Harus menjadi pengetahuan yang diajarkan sejak dini,” kata Guruh. Dengan pemahaman dan keterampilan ikhlas yang sudah tinggal bersama bangsa Indonesia selama berabad-abad, kita optimistis Indonesia bisa maju. [NAL] ------- Halo Rakyat Indonesia! Setiap usai pelaksanaan pemilu, rakyat Indonesia selalu ikhlas, puas dan lega… bersyukur satu tahap proses demokrasi sudah terlewati dengan baik. Kecuali partai-partai yang telah bekerja keras, siang malam tanpa kenal lelah... dan telah berkeringat luar dalam. Jadi kita maklum saja apabila ada sedikit saja/apalagi banyak kekurangan dalam pelaksanaan pemilu tentu akan bereaksi, berteriak paling depan dan paling keras...karena itu sudah menjadi hak, kewajiban sekaligus tugas pekerjaan pokoknya saat ini sebagai partai yang ingin selalu berusaha menjadi dan mewakili rakyat dengan baik. Mengingat berbagai sektor saat ini tetap harus berjalan paralel dan serentak, tanpa harus terganggu oleh proses politik yang sempat membuat ‘jeda’ karena penyontrengan pemilu, demikian pula dengan aktifitas masyarakat terus kembali bergairah. Sektor ekonomi dan moneter menjadi fundamental urat nadi bangsa memerlukan perhatian dan kebijakan mantab agar rakyat, masyarakat, sektor usaha dan Negara dapat berjalan tegak dan terjamin. Suara rakyat muara kekuasaan Setelah rakyat beberapa waktu menikmati jamuan pemilu legislatif, sekarang saatnya kita, rakyat Indonesia kembali berkarya dalam berbagai profesi yang kita tekuni selama ini dan mengembangkannya. Biarlah para pemimpin dan aktivis partai, sementara ini sibuk. Mari kita titipkan dan memberikan kepercayaan kepada mereka membuat kanal-kanal politik untuk menyalurkan suara-suara rakyat yang telah dititipkan dan ditampungnya di pemilu legislatif kemarin. Kita jangan terlalu pusing, tenang-tenang saja dan lihat saja mereka sedang berusaha keras, berkeringat dan mereka-reka. Entah nanti terkumpul dalam dua atau tiga kanal suara, itu tidak penting dan tidak menjadi masalah.....toh itu untuk kepentingan mereka yang sedang mereka perjuangkan, yang akhirnya tentu mereka ingin memperlancar jalannya menuju muara yang lebih luas lagi, yang ia cita-citakan dan idam-idamkan, yaitu…muara kekuasaan RI-1/RI-2. Jadi kita menikmati suasananya saja, yaitu tahap pembelajaran proses demokrasi Indonesia menuju kekuasaan RI-1/RI-2. Tentu dengan lebih tenang, bijak, cerdas dan ikhlas hati... Yah, mau nggak mau ya itulah pemimpin Indonesia saat ini. Walaupun kita menyadari penuh bahwa toh lautan suara dan samudera kekuasaan, keduanya saat ini telah berada di tangan rakyat – Selama tiga bulan ke depan rakyat Indonesia pun menimang-nimangnya kembali. Dan kita semua tahu, bahwa rakyat hanya ingin kebaikan, kesejahteraan, kemajuan dan kejujuran para pemimpin Indonesia saat ini dan di masa depan. Jadi siapa yang berjuang untuk hal itulah yang akan mendapatkannya. Untuk mampu membawa bahtera panji Indonesia menuju masa depan yang lebih baik. Menuju Indonesia sejahtera, maju dan bermartabat! Best Regards, Retno Kintoko The Flag Air minum COLDA - Higienis n Fresh ! ERDBEBEN Alarm SONETA INDONESIA <www.soneta.org> Retno Kintoko Hp. 0818-942644 Aminta Plaza Lt. 10 Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan Ph. 62 21-7511402-3