On Fri, 4/24/09, Siok Lan Liem <liemsiok...@yahoo.com> wrote:

From: Siok Lan Liem <liemsiok...@yahoo.com>
Subject: [t-net] Ulangi PILEG atau Dukung Mutlak SBY Tanpa Pilpres
To: "t-net" <tionghoa-...@yahoogroups.com>
Date: Friday, April 24, 2009, 2:12 PM








PRESS RELEASE
KOALISI MERAK PARTAI-PARTAI JAWA TIMUR
BERSAMA DESA MERAK(DEddy SAurip MEngutamakan RAKyat)
UNTUK TOLAK HASIL PILEG,
ULANGI PILEG ATAU DUKUNG SBY TANPA PILPRES
Surabaya, 19 April 2009 Jam 19.00
 
 
1. KOALISI MERAK PARTAI-PARTAI JAWA TIMUR mengundang DESA MERAK untuk 
bersama-sama menyuarakan TOLAK HASIL PILEG dan menuntut ULANGI PILEG atau 
DUKUNG MUTLAK SBY TANPA PILPRES dengan semangat untuk penyelamatan bangsa 
dengan dasar sbb: 
 
2. SALAM DARI TANAH SUCI
Salam dari Jenderal Nagabonar Deddy Mizwar dari Tanah Suci kepada Rakyat 
Indonesia, diiringi pesan kepada Elite Penguasa sbb: �Dalam kesemrawutan 
sistem kenegaraan yang membelenggu negeri ini, seyogyanya kawan-kawan para elit 
penguasa dan partai-partai bersedia untuk bersatu-padu mengesampingkan 
kepentingan golongan dan kelompok, serta berani meletakkan dasar pembaharuan 
negeri ini berangkat dari Pemilu yang bersih, transparan sehingga legitimasi 
pemerintah ke depan kuat untuk kemudian menata kembali negara secara rasional, 
sistemik, dan berdasar akhlak. Sebagai syarat dalam berpacu di era globalisasi 
sebagai bangsa yang berbudaya dan setara dengan bangsa-bangsa lain�.
 
3. PULUHAN JUTA WARGA BANGSA KEHILANGAN HAK MEMILIH MEMBUAT PILEG 9 APRIL 
MELANGGAR UUD. 
Prinsip dasar dalam Negara demokrasi adalah kedaulatan ditangan Rakyat dan  
penggunaan hak tersebut yang paling mendasar  adalah dalam Pemilu. Dalam 
kenyataannya  Pemilu Legislatif 9 April yang lalu ditemukan bukti dimana 
puluhan juta Rakyat yang tidak dapat menggunakan hak pilihnya. 
Kalau benar seperti yang diwartakan media massa bahwa penyimpangan DPT yang 
begitu signifikan (hingga puluhan juta), maka Pileg yang lalu  nyata-nyata 
telah melanggar UUD, karena mengabaikan hak kedaulatan rakyat. 
Persoalan fundamental ini tidak bisa diatasi hanya sekedar dengan memperbaiki 
DPT untuk PILPRES yang hanya tinggal 2 bulan, sementara tetap memberlakukan 
hasil PILEG yang jelas-jelas amburadul dan sarat kontroversi ini. Apabila ini 
dibiarkan, maka legitimasi pemerintah ke depan menjadi amat rawan. 
Resiko dan betapa besarnya biaya politik yang harus dibayar kalau proses Pemilu 
ketahapan berikutnya tetap dilanjutkan. Tertutupnya saluran politik akibat 
rendahnya legitimasi DPR dan juga pemerintah, akan membuat rakyat menggunakan 
caranya sendiri diluar mekanisme demokrasi. 
Jangan lah kita bicara besarnya biaya yang harus disiapkan untuk mengulangi 
PILEG. Karena biaya tersebut sangatlah kecil bila dibandingkan dengan resiko 
yang bakal dipikul oleh anak bangsa bila Pileg yang lalu tidak diulangi. Biaya 
ini juga jauh lebih kecil dibandingkan dengan kebocoran APBN tiap tahun, dan 
apalagi kalau dibandingkan dengan kasus dana BLBI yang jumlahnya mencapai Rp. 
660 Trilyun lebih.
Elit bangsa ini juga tidak boleh dibelenggu oleh sistem hukum yang ada. Karena 
Undang-undang yang mengatur Pemilu juga buatan kita sendiri, lagi pula dalam 
UUD kita memberi kuasa kepada Presiden untuk mengambil langkah-langkah darurat 
demi keselamatan dan kesinambungan demokrasi dan juiga nasib bangsa kita.  
 
4. SISTEM PEMILU SUDAH DINILAI PUBLIK SEBAGAI SISTEM YANG CURANG. Dalam era 
telematika dimana negara lain memanfaatkannya untuk memperbaiki kinerja sistem 
sehingga jujur, adil, transparan, efisien, murah, di Indonesia justru 
sebaliknya, rancangan sistem pemilu yang menggabungkan proses manual dan 
komputerisasi telah menyebabkan kecurangan dan manipulasi di berbagai titik 
yang mudah sekali dilakukan sebagaimana temuan di banyak daerah sbb:
Daftar DPT yang tidak sesuai dengan realitas penduduk seperti bayi, orang mati, 
banyak dobel, alamat tidak lengkap, jumlah lebih banyak dari  jumlah penduduk 
di wilayah tersebut, dll. Ini untuk dicontreng oleh petugas penguasa.
Pemilih walau tercantum dalam DPT namun tidak mendapat undangan sehingga tidak 
bisa mencontreng. . Ini untuk dicontreng oleh petugas penguasa. 
Banyaknya TPS fiktif (plus DPT fiktif) yang dicontreng oleh petugas penguasa.
Karena pelaksanaan PILEG rata-rata hingga sore hari, maka kotak suara menginap 
di kelurahan. Ini  jelas rawan penukaran tanpa ada kontrol. Banyak temuan 
keterlibatan aparat pemerintah di tingkat desa (tidak mungkin tanpa instruksi) 
Jual beli suara juga amat mudah dilakukan sebelum data entry ke komputer. 
Apalagi kotak suara tidak akan dibuka kalau tidak ada gugatan. Istilah di 
lapangan adalah sistem �ngijon�..
Sistem komputerisasi tanpa �double engine� menyebabkan tidak ada backup 
ketika terjadi crash atau terputusnya koneksi yang menyebabkan data hilang, 
sehingga muncul kekacauan pada angka perolehan suara beberapa caleg. 
Sistem komputerisasi tanpa diaudit oleh publik melalui pihak independen, dan 
tanpa akses terbuka oleh rakyat, telah dimanfaatkan untuk jual beli suara oleh 
pihak internal mengingat sistem besarnya sudah kacau sehingga jual beli suara 
di komputer menjadi peluang.
Adanya serangan fajar �money politics� (bagi-bagi uang) atas nama  BLT 
atau apapun dalihnya telah merusak dan memanfaatkan kejujuran dan loyalitas 
rakyat untuk tujuan kepentingan sesaat.  
 
5. TIDAK PERLU PILPRES DENGAN SISTEM CURANG. HASIL SUDAH DIKETAHUI DAN TIDAK 
AKAN LEGITIMATE.
Lalu untuk apa ada PILPRES, yang jelas-jelas akan dilakukan dengan sistem dan 
cara yang sama sebagaimana PILEG, sehingga sudah bisa diterka hasilnya. 
Sebagaimana hasil quickcount yang diperolah dari hanya 2000 TPS  (0.3% dari 
total sekitar 600 ribu TPS) dengan amat yakin bahwa sistem kecurangan sudah 
bisa dijadikan dasar untuk membuat pernyataan elite penguasa. Apakah mungkin 
pernyataan dikeluarkan kalau tidak yakin bahwa sistem kecurangan demikian 
sistematik sehingga menjamin hasil quickcount merefleksikan hasil realcount. 
Maka, PILPRES hanya pemborosan dengan hasil yang sudah bisa ditebak. Dan yang 
pasti hasilnya  tidak akan legitimate.
 
6. DASAR HUKUM PEMILU CACAT DAN MELANGGAR UUD
Apalagi dari dasar hukum Pemilu yang melanggar UUD, melalui intervensi 
keputusan MK, telah dipaksakan oleh sekelompok elit penguasa yang berakibat 
kepada:
Keputusan MK (Mahkamah Konstitusi), yang tetap memberlakukan Parliamentary 
Threshold 2,5% berarti melegalkan perampokan suara rakyat dari partai-partai 
kecil menjadi milik partai-partai besar. Karena nanti, apabila ada caleg dari 
suatu DAPIL yang mendapat suara terbanyak namun partainya tidakmendapat 2,5% 
maka dia tidak dapat kursi. Suaranya hilang, dan bilangan pembagi untuk 
mendapatkan kursi mendjadi lebih menguntungkan partai-partai besar. Kalau 
nantinya, banyak sekali caleg-caleg pemenang DAPIL tapi partainya tidak lolos, 
maka mereka akan menjadi DPR Jalanan (Tidak dapat kursi).  
Persyaratan Pencalonan Presiden harus oleh Partai atau Gabungan Partai yang 
memiliki 20% kursi di DPR (DPR yang punya kursi) atau 25% suara sah dalam 
Pemilu (DPR Jalanan) telah membunuh kemungkinan munculnya pemimpin-pemimpin 
yang bisa memberikan harapan pada rakyat. Masyarakat mulai cerdas dengan 
mengkaitkan keputusan MK dimana UU Pipres yang telah jelas-jelas melanggar UUD 
tersebut, dengan realitas kecurangan PILEG yang menjamin perolehan suara 20% 
dari partai penguasa. Yang selama ini menjadi pertanyaan besar setiap 
warganegara. Kini terbukti keterkaitannya secara sistematis, dari mulai 
manipulasi hukum sampai teknis operasional dan administratif dan hasil 
quickcount yang sudah amat terencana. Bahkan hasil quickcount sudah bisa 
dijadikan dasar memberi penyataan.
 
 
7. Dalam kerangka itulah DWITUNGGAL JENDERAL NAGABONAR DEDDY MIZWAR DAN MAYOR 
JENDERAL TNI (PURN) SAURIP KADI terpanggil untuk memimpin GERAKAN RAKYAT, untuk 
mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat, sebagai berikut:
Menyerukan untuk Ulangi PILEG, yang pelaksanaannya bisa disatukan dengan 
PILPRES.
Permasalahan mendasar ini tidak bisa hanya diselesaikan dengan proses hukum 
semata, karena pelanggaran yang terjadi adalah pelanggaran terhadapUUD dan 
kedaulatan rakyat, bukan sekedar pelanggaran hukum.
Menggalang KONTRAK SOSIAL RAKYAT dengan CALON PRESIDEN menuju perwujudan Negeri 
MEngutamakan RAKyat (MERAK). 
Bersama partai-partai pejuang yang tergabung dalam KOALISI MERAK untuk mengawal 
dan menantang presiden dan wakil presiden dengan daftar permintaan rakyat 
(kontrak sosial) dari seluruh penjuru tanah air.

[Non-text portions of this message have been removed]

















      

Reply via email to