JK Sibuk Jinakkan Kader Golkar 
http://dutamasyarakat.com/1/02dm.php?mdl=dtlartikel&id=15984
 
JAKARTA - Ketua Umum DPP Partai Golkar, M. Jusuf Kalla (JK), bukan hanya getol 
menggalang koalisi baru dengan sejumlah parpol lain tapi juga sibuk menjinakkan 
petinggi partai beringin sendiri. Setelah Senin malam menemui sejumlah pimpinan 
DPD I, Selasa (28/4) kemarin JK memanggil Ketua DPD I Sulawesi Barat Anwar 
Adnan Saleh, Ketua DPD I Kalimantan Timur Mahyudin, dan Ketua DPD I Sulawesi 
Tenggara Laode Ridwan Bae, di kediaman JK Jl. Mangun Sarkoro, Jakarta Pusat. 
Pemanggilan terhadap ketiga orang tersebut terkait surat 25 DPD I Golkar 
kepadanya. Ketiganya ikut menandatangani surat tersebut. Bahkan salah seorang 
di antara mereka disebut-sebut sebagai pemrakarsa pembuatan surat yang sempat 
mengesankan bahwa Golkar terpecah belah hingga membuat JK berang. Isi surat itu 
meminta DPP menjajaki kembali koalisi dengan Demokrat.

Usai bertemu dengan tiga pimpinan DPD I Golkar tersebut, kepada wartawan JK 
mengingatkan kembali mandat penuh yang diberikan pada dirinya untuk melakukan 
komunikasi politik dengan parpol guna melakukan koalisi. Untuk itu JK juga 
menegaskan bahwa dirinya diposisikan sebagai presiden dalam rapat pimpinan 
nasional khusus (Rapimnassus) pada 23 April 2009 lalu. �Saya diposisikan 
dalam Rapimnassus sebagai presiden,� katanya.

Dalam kesempatan itu, JK juga yakin bahwa DPD-DPD I Golkar akan tetap mendukung 
penuh dirinya. Termasuk bila tetap maju sebagai capres. �Saya diberikan 
pada Rapimnassus itu mandat penuh. Dilaksanakan komunikasi politik, kemudian 
dilaporkan setelah pertemuan sampai batas waktu yang ditentukan,� 
ujarnya.

Saat ditanya lagi apakah penunjukan dirinya sebagai capres sebagai harga mati, 
JK malah berkelakar. �Saya tidak mau membuat harga (JK kemudian 
tertawa). Tapi begitulah adanya,� katanya. 

Suasana di kediaman JK yang dikenal sebagai Markas Slipi 2 hingga tadi malam 
tampak ramai dengan kedatangan tokoh-tokoh Golkar. Sejumlah fungsionaris DPP 
Partai Golkar, seperti Burhanuddin Napitupulu, dan tokoh Golkar lain, terlihat 
mendampingi JK. Ketua DPP Partai Golkar Muladi dan Wakil Ketua Umum Golkar 
Agung Laksono tidak terlihat di markas ini.

Sebelumnya sejumlah DPD I Golkar mengirimkan surat kepada Jusuf Kalla meminta 
Golkar berkoalisi dengan Demokrat sebagai langkah antisipasi. Untuk itu mereka 
mengajukan enam nama tokoh Golkar non-JK sebagai cawapres. �Pengajuan 
enam cawapres ini untuk mengantisipasi bila JK ditolak,� kata Ketua DPD 
I Golkar Sulawesi Barat (Sulbar) Anwar Adnan Saleh dalam jumpa pers bersama JK 
di kediaman JK, Selasa kemarin. 

Anwar menjelaskan ditulisnya enam cawapres non-JK dalam surat tersebut hanya 
sebagai antisipasi bila JK gagal jadi capres. Keenam cawapres yang tertulis 
dalam surat itu adalah Akbar Tandjung, Surya Paloh, Sri Sultan Hamengku Bowono 
X, Agung Laksono, Aburizal Bakrie, dan Fadel Muhammad. 

Anwar Adnan Saleh mengatakan, enam nama cawapres dalam surat itu cuma pikiran 
saja. Tapi semua itu tetap diserahkan kepada ketua umum untuk mengambil 
keputusan. Pihaknya tidak dalam posisi memaksakan. �Nama-nama itu sudah 
dijaring sejak beberapa bulan lalu. Ketua umum sudah menjaring koalisi besar 
dengan parpol yang ada di luar Demokrat. 

Tapi kan semua sudah mengajukan jadi capres. PDIP sudah mencalonkan Megawati 
jadi capres, Gerindra ingin Prabowo jadi capres. Jadi, Golkar dengan siapa? 
Barangkali ketua umum ada pikiran lain, untuk mengubah pikiran mencalonkan jadi 
wapres saja,� katanya. 

Dia mengatakan, tidak menutup kemungkinan koalisi lagi dengan Demokrat, tapi 
dalam posisi hanya sebagai wapres. �Sedangkan Pak Jusuf Kalla jadi king 
maker saja. Sebab, Pak JK sudah kita calonkan jadi presiden di Rapimnassus. 
Belum ada sejarahnya Golkar jadi oposisi. Kita harus belajar lagi jadi oposisi. 
Berapa kader Golkar yang gubernur, yang walikota, bagaimana mereka nanti. 
Kemudian juga ada kekhawatiran kita nanti seperti 2004 lalu. Ada yang jadi 
capres, ada yang jadi cawapres,� katanya.

Kalau JK maju jadi capres, apa DPD-DPD I tetap mendukung? �Tetap kita 
dukung, kalau itu keputusan partai. Partai Golkar adalah partai yang tetap 
solid. Boleh berbeda tapi kalau ada keputusan, semua kader akan patuh,� 
katanya.

Usai bertemu DPD I Senin malam, JK membenarkan komunikasi politik agak seret 
sebab semua partai masih ngotot ingin mengusung capres. �Komunikasi kita 
jadi agak sulit,� katanya usai menerima rombongan ketua DPD yang 
dipimpin Ketua DPD Golkar Jawa Barat Uu Rukmana. Mereka meminta gambaran kepada 
JK tentang perkembangan penjajakan koalisi dengan partai lain, selain Partai 
Demokrat (PD).

Pertemuan yang berlangsung sejak pukul 19.00- 21.00 WIB tersebut, tidak 
melibatkan pengurus DPP Golkar. Hanya JK seorang yang berdialog dengan pentolan 
partai beringin itu di daerah. �Amanat Rapimnassus, komunikasi politik 
hanya dimandatkan ke JK bukan DPP. Jadi kita tidak perlu bertanya ke 
DPP,� ujar Uu Rukmana.

Dari diskusi itu akhirnya tercetus gagasan supaya Golkar kembali rujuk dengan 
PD. Pertimbangan DPD, pencapresan JK belum ada titik terang sehingga nasib 
Golkar bakal tidak jelas kalau terlambat mengambil sikap. Gagasan itu muncul 
lantaran JK mengatakan, komunikasi yang dijalin dalam tiga hari terakhir dengan 
PDIP dan Gerindra mengalami jalan buntu. Sebab kedua partai tersebut tetap 
ngotot mengusung capres masing-masing. PDIP mengusung Megawati, sementara 
Gerindra menjagokan Prabowo Subianto. �Kita tidak mau nasib partai 
menggantung. Kalau tidak bertindak cepat Golkar bakal tidak dapat apa-apa. 
Karena Golkar belum biasa jadi oposisi,� ujar Uu. 

Puluhan Ketua DPD itu kemudian meminta sang bos partai, JK, untuk segera 
bertindak cepat dengan menjalin kembali komunikasi dengan PD. �Silakan 
saja. Yang penting jangan sampai mentok,� begitu jawab JK kepada 
pimpinan DPD, seperti ditirukan Uu. Mendengar jawaban tersebut, 25 ketua DPD 
langsung menandatangani surat pernyataan bersama soal opsi berkoalisi dengan 
PD. Surat DPD itu kemudian diserahkan ke Wakil Ketua Umum Golkar Agung Laksono 
untuk diteruskan ke DPP. Dalam surat tersebut dijelaskan, DPD tetap mendukung 
pencapresan JK. Namun bila hal tersebut tidak mungkin dilakukan, maka DPP 
diminta untuk menjalin kembali komunikasi yang sempat terputus dengan PD. Tapi 
dengan catatan, bila koalisi terjadi bukan JK lagi yang diusung sebagai 
cawapres. �Kalau JK yang diusung maka harga diri Golkar akan jatuh. 
Karena JK sudah didaulat jadi capres di Rapimnassus. Jadi biarkan kader yang 
lebih muda yang tampil,� ungkap Uu.

Beberapa kader yang disebut-sebut bakal disodorkan Golkar ke SBY antara lain, 
Agung Laksono dan Aburizal Bakrie. �Kita sudah menerima surat resmi yang 
ditandatangani 25 DPD. Intinya mereka meminta DPP membuka peluang menjalin 
koalisi dengan PD,� jelas Ketua DPP Golkar Firman Subagyo.

Namun Firman belum bisa menjelaskan keputusan DPP terkait permintaan DPD. 
Alasannya, DPP perlu mengadakan rapat dulu untuk membahas keinginan DPD.

Disogok Rp 500 Juta

Yang jelas, berubahnya sikap DPD I sempat dipertanyakan beberapa elite DPP. 
Mereka merasa heran kenapa tiba-tiba sikap DPD berubah 180 derajat. Soalnya 
saat Rapimnassus, 23 April lalu, mereka sepakat mengusung JK sebagai capres. 
Tidak ada klausul yang menyebutkan JK bisa jadi cawapres dari partai lain. 
�Ini jadi aneh. Sebab dalam Rapimnassus DPD solid mendukung JK jadi 
capres. Kenapa sekarang mereka jadi berubah pikiran?� kata sumber di 
internal Golkar.

Sumber itu kemudian menuding di tubuh Golkar ada beberapa elite yang coba 
memecah belah partai untuk kepentingan pribadi. Salah satu caranya dengan 
memberi uang kepada para ketua DPD supaya menganulir putusan Rapimnassus.

�Yang saya tahu masing-masing Ketua DPD dapat uang sebesar Rp 500 juta 
dari salah seorang elite partai. Mereka diminta untuk mendesak JK berkomunikasi 
kembali dengan PD,� ungkap sumber tersebut.

Penyebaran uang tersebut, lanjut sang sumber, sudah terjadi sejak Rapimnassus. 
Tapi saat itu baru sebatas janji. Baru keesokan harinya uang yang dijanjikan 
itu akhirnya dicairkan. Uu Rukmana, selaku pimpinan delegasi DPD saat 
dikonfirmasi soal tersebut tidak mengiyakan juga tidak menampiknya. Karena, 
kata Uu, dalam politik urusan uang tidak bisa dielakkan.

�Untuk mobilisasi dan pergi ke sana ke sini tentu membutuhkan biaya. 
Tentu saja kita butuh dukungan dana,� pungkas Uu.

Operasi Sistematis

Jusuf Kalla sendiri sempat berang dengan gerakan pengurus daerah Golkar, yang 
mendesak agar partai beringin kembali berkoalisi dengan Partai Demokrat. Ia 
sedang mencari tahu penyebab perpecahan di internal partainya menjelang pemilu 
presiden. 

Menurut Wakil Presiden ini, perpecahan bermodus serupa terjadi pada Partai 
Persatuan Pembangunan dan Partai Amanat Nasional. �Banyak sekali 
pandangan berbeda tetapi ini harus dicermati. Sudah tiga partai politik yang 
berbeda pandangan di internal, caranya sama. PPP begitu, PAN begitu. Kami akan 
cari siapa di balik ini,� ujar Jusuf Kalla usai rapat dengan pengurus 
harian dan pengurus DPD, Senin malam.

Menurut JK, perbedaan pandangan sangat wajar terjadi di internal Golkar. 
Apalagi, Golkar merupakan partai terbuka. Namun, perpecahan dengan modus serupa 
terjadi pada tiga partai politik dalam waktu bersamaan. �Saya tidak 
mengatakan itu operasi sistematis. Tapi tiga partai bersamaan. Punya kasus yang 
sama,� ujarnya. 

Tak hanya gerakan pengurus daerah Golkar yang menentang JK. Desakan agar JK 
kembali berkoalisi dengan partai yang dimotori Presiden Susilo Bambang 
Yudhoyono juga disuarakan elite Golkar Pusat. Muladi, salah satu pimpinan 
Partai Golkar, menganggap JK �ngos-ngosan� menjalin koalisi 
dengan partai lain setelah menyatakan Golkar bercerai dengan Demokrat. JK 
diangap ke sana ke mari menemui pimpinan partai, tak ada yang berhasil diajak 
berkoalisi. Menurut Muladi, sebaiknya Jusuf Kalla segera menggelar rapat yang 
muaranya Golkar kembali berkoalisi dengan Demokrat. Mantan Menteri Kehakiman 
ini juga tak sungkan-sungkan menyarakan JK meminta maaf kepada SBY sebagai 
bentuk penyelesaian �konflik� secara adat. �Opsi untuk 
berkoalisi dengan Demokrat harus dimanfaatkan,� kata Muladi.

Namun JK juga mendapat dukungan dari organisasi pemuda yang merupakan sayap 
Partai Golkar. Mereka siap berdiri di belakang JK jika ada pihak yang ingin 
merongrong hasil Rapimnassus.

�Kami mendukung sepenuhnya langkah-langkah yang Beliau lakukan untuk 
partai dan memberi dukungan moral. Apa pun yang terjadi, kita siap melaksanakan 
amanat Rapimnassus atau amanat partai,� ujar ketua DPP Partai Golkar 
Bidang Kepemudaan, Yorrys Raweyai, Selasa kemarin, didampingi sejumlah ketua 
organisasi sayap Partai Golkar seperti AMPI, AMPG, Kosgoro, dan lain-lain di 
Markas Slipi 2.

Lebih lanjut Yorrys mengatakan bahwa kedatangan mereka ke rumah JK juga untuk 
mengetahui lebih banyak tentang tekanan-tekanan yang dihadapi JK terkait 
kondisi politik sekarang. �Kami ingin mengetahui sebenarnya hasil 
Rapimnassus, lalu sejauh mana beliau mampu bergerak atau melaksanakan tugas itu 
sebagai suatu amanat dari partai,� imbuh Yorrys. (ful/det/wis)
 

 


Kirim email ke