Jawa Pos Senin, 15 Juni 2009 ]
Arab-Barat Belum Akui Pemenang Pilpres Iran TEHERAN - Sehari setelah diumumkan secara resmi sebagai pemenang pemilihan presiden (pilpres) di Iran Jumat lalu (12/6), Mahmoud Ahmadinejad kemarin (14/6) memberikan keterangan pers. Tokoh ultrakonservatif (garis keras) itu menganggap kemenangannya riil. Dia pun merasa terpilih kembali dalam pilpres ''yang bebas''. Ahmadinejad juga meminta kemenangannya tidak dipersoalkan. Meskipun, ada tuduhan luas soal terjadinya kecurangan dalam pemungutan suara. ''Pilpres di Iran benar-benar riil dan bebas. Pemilu itu juga akan meningkatkan power negara ini dan masa depan di mata dunia,'' kata Ahmadinejad di hadapan puluhan wartawan lokal dan luar negeri. Beberapa wartawan Iran memberikan ucapan selamat kepada Ahmadinejad lebih dulu sebelum mengajukan pertanyaan. Saat ditanya soal tuduhan ketidakberesan dalam pemungutan suara, pria 52 tahun itu langsung membantah. Dia juga menganggap tuduhan itu tidak penting. ''Sebagian orang yakin, mereka akan menang, alu mereka marah (saat dinyatakan kalah). Itu tak punya kredibilitas hukum, tapi lebih mirip kemarahan setelah pertandingan sepak bola,'' ungkap Ahmadinejad. ''Pendapat saya tidak terlalu penting. Tapi, selisih perolehan suara saya dengan yang lain terlalu besar. Jadi, orang tak perlu mempersoalkan,'' lanjutnya. Ahmadinejad juga menuduh media massa di luar negeri sengaja melancarkan ''perang psikologi'' atas negaranya. Ahmadinejad diumumkan memenangi pilpres setelah meraih 62,63 persen suara. Pesaing utamanya, tokoh moderat yang juga mantan Perdana Menteri (PM) Mir Hossein Mousavi, mendapat 33,75 persen suara. Dua calon yang lain mendapat suara jauh lebih kecil. Tokoh konservatif Mohsen Rezai meraih 1,7 persen, sedangkan tokoh reformis dan mantan Ketua Parlemen Mehdi Karroubi 0,9 persen. Hingga kemarin, baru Afghanistan (tetangga Iran) yang menyampaikan ucapan selamat secara resmi. Presiden Afghanistan Hamid Karzai menyatakan, terpilihnya lagi Ahmadinejad dengan suara mayoritas sangat tepat bagi kemajuan dan kesejahteraan Iran. ''Saya juga mengucapkan selamat atas kemenangan ini kepada rakyat Iran,'' kata Karzai. Namun, sebaliknya, negara-negara besar di dunia (Barat), terutama pendukung Afghanistan, seperti AS dan Inggris, belum memberikan pengakuan. Dua negara itu memilih hati-hati dalam menyikapi terpilihnya lagi Ahmadinejad. Presiden AS Barack Husein Obama juga belum memberikan komentar atas terpilihnya Ahmadinejad. Tapi, sikap AS jelas terwakili dari pernyataan Menlu Hillary Clinton Sabtu lalu (13/6). ''AS menahan diri untuk tidak mengomentari pilpres di Iran. Tapi, kami jelas berharap agar hasil pemilu tersebut mencerminkan keinginan dan kehendak rakyat Iran,'' katanya. Sikap yang hampir sama juga dilontarkan Kanada, Prancis, Inggris, dan Uni Eropa. Bahkan, Uni Eropa mengungkapkan ''keprihatinan atas ketidakberesan selama pilpres dan kekerasan pascapemilu''. Negara-negara Arab maupun Rusia juga memilih bersikap lebih hati-hati. Di Moskow, Ketua Komite Masalah Internasional Duma (parlemen Rusia) Konstantin Kosachev berharap, Ahmadinejad akan ''menunjukkan sikap lebih memahami dan juga bijak kepada komunitas internasional selama periode kedua kepemimpinannya nanti''. Sementara itu, Liga Arab mendesak Ahmadinejad memanfaatkan kemenangannya untuk menyelesaikan isu nuklir serta membangun perdamaian dan keamanan di Timur Tengah. ''Kami mengharapkan bisa bekerja sama dalam mencapai keamanan regional melalui penghancuran senjata pemusnah masal di Timur Tengah,'' kata Sekjen Liga Arab Amr Musa. Sebaliknya, Israel mengkhawatirkan terpilihnya Ahmedinejad bisa menciptakan ancaman bagi dunia. Situasi di Iran hingga kemarin belum kondusif. Menyusul aksi protes masal Sabtu lalu, gelombang protes kembali terjadi kemarin. Ketika Ahmadinejad mengadakan jumpa pers di Teheran, di lokasi yang hanya berjarak sekitar 1,5 km, sekitar 200 orang turun ke jalan. Kecewa atas hasil pemilu, para pendukung Mousavi itu membakar ban dan menutup jalan. Tong-tong sampah juga dilempar ke tengah jalan. Tak luput dari amukan, sejumlah kendaraan dibakar. ''Matilah diktator,'' teriak mereka. Polisi langsung membubarkan massa menggunakan pentungan dan gas air mata. Sedikitnya 170 orang demonstran ditangkap. Di antara jumlah itu, sekitar 15 pemimpin dan tokoh reformis pendukung Mousavi. ''Kami menangkap para pelaku dan otak kerusuhan,'' kata Wakil Kepala Polisi Teheran Ahmad Reza Radan. Dia menegaskan, polisi akan terus bertindak tegas terhadap pengunjuk rasa. Sejumlah sumber menyebutkan, tokoh reformis yang ditangkap termasuk sejumlah orang yang menjabat di era pemerintahan Presiden Mohammad Khatami. Termasuk, saudara mantan presiden kubu reformis tersebut. Tokoh reformis lain yang ditangkap adalah para pendukung Karroubi. ''Tadi malam, mereka (polisi) menggedor pintu rumah kami dan menangkap Taghi,'' tutur Narges Mohammadi, istri Taghi Rahmani, tokoh reformis yang dianggap sebagai pembangkang. Sebelumnya, Rahmani dipenjara karena dinilai mengancam keamanan nasional. Panasnya situasi di Iran mendorong Mousavi turun tangan. Dia meminta agar para pendukungnya menghindari kekerasan dan kerusuhan. Tapi, dia juga mendesak agar pemerintah membatalkan hasil pilpres. Dia menyebut itu merupakan satu-satunya cara untuk memulihkan kepercayaan publik. (AFP/AP/Rtr/dwi)