http://www.radartimika.com/index.php?mod=article&cat=Opini&article=20197
Selasa, 16/06/2009 | 02:58 (GMT+9) Apa yang Salah dengan Neoliberal? Oleh : Bambang Nuroso Memanasnya suhu menjelang pemilu presiden disertai hangatnya jargon politik yang mengangkat bahaya ''neolib'' berhasil menggiring semua capres dan cawapres berusaha menghindari label tersebut. Pertanyaan kemudian, apa yang salah dengan neoliberal? Founding father ''Laissez Faire'' pernah mengatakan, ''The best economic policy is to let business make their own decision without government interference'' (Grolier: 167). Intinya, kegiatan ekonomi sebaiknya sekecil mungkin terlibat campur tangan pemerintah. Kerangka dasar pemikiran seperti itu mengilhami lahirnya liberalisasi di sektor ekonomi awal abad ke-18 hingga kini. Physiocrat yang hidup pada abad ke-18 tersebut mengemukakan reaksinya atas larangan praktik ''Mercantilism'' pada awal perjalanan sejarah AS waktu itu. Kebangkitan ekonomi pada masa kolonial ini mengilhami Adam Smith (abad ke-19) dengan klasik ekonominya yang oleh John Stuart Mill disebut sebagai Laissez Faire Capitalism serta lahirnya Individualistic political theory (Grolier: 167). Abad ke-19 ditengarai Laissez Faire menjadi kekuatan atau serial liberalisasi hingga kini. Masih di medio abad ke-19, sejalan dengan gelombang era liberalisasi ekonomi dan bangkitnya industrialisasi, pada waktu bersamaan, muncul berbagai permasalahan baru yang lazim disebut cartelism, monopoly, oligopoly, dan lain-lain yang melahirkan berbagai penyimpangan liberalisasi. Ujungnya, pemerintah masuk dalam permasalahan ekonomi untuk mencegah penyimpangan yang dimaksud. Akibatnya kemudian, muncul ''Sherman Anti-Trust'' yang lebih dikenal dengan ''Sherman Act'' (1890). Disusul ''Clayton Anti-Trust'' atau ''Clayton Act'' (1914) serta ''Robinson_Patmant Anti-Trust'' atau ''Robinson_Patmant Act'' (1936). Semua aturan tersebut lebih fokus pada upaya pencegahan berbagai praktik curang pada era liberalisasi dan revolusi industri abad ke-19 yang diprakarsai pemerintah. Konsep Neolib Melengkapi konstruksi mazhab Laissez Faire yang sangat propasar bebas dan peran kecil pemerintah dalam ekonomi, ''Kynes'' justru sebaliknya menyebutkan, ''...an active government fiscal policy of deficit spending on public works and other projects'' (TR.DYE:225). Dia lebih jauh menggarisbawahi bahwa peran penting pemerintah dalam ekonomi dapat dilakukan dengan berbagai prakarsa kebijakan. Kebijakan fiskal dengan toleransi defisit anggaran federal bisa dilakukan demi mengatasi pengangguran (ketika AS dilanda depresi besar 1930-an). Peran pemerintah dalam permasalahan ekonomi ini disebut neoliberal. Retorika konservatif (Presiden Ronald Reagan) ketika itu menyebut, neoliberal search new solution to the problem of social injustice, poverty and unmet human need. Neoliberal menyentuh bagaimana mencari solusi baru atas berbagai problem, ketidakadilan sosial, kemiskinan, dan ketimpangan apa yang menjadi kebutuhan dasar kemanusiaan. Kepentingan pemerintah atas keberlangsungan industrialisasi mutlak diperlukan bagi setiap pembangunan ekonomi negara. Yakni, menstimulasi kekuatan industri seirama dengan pencarian pasar internasional bagi barang-barang industri, apakah melalui kerangka bilateral maupun multilateral. Neolib melihat pentingnya peran pemerintah dalam konteks kerja sama ekonomi internasional untuk lebih menstimulasi proses produksi, mendorong investasi, menciptakan inovasi, serta menggali pasar internasional maupun pasar domestik. New liberal mendorong pemerintah bisa berperan langsung melalui berbagai bantuan (grants), menciptakan kemudahan proses perbankan untuk pembangunan ekonomi, revitalisasi sektor industri, menciptakan lapangan kerja baru, dan menekan/menjaga stabilitas harga. Neoliberal berkepentingan erat dengan berbagai subsidi di sektor pertanian dan bantuan oleh pemerintah untuk small-medium enterprises. Keadilan Distribusi Ekonomi Presiden Barack Obama merupakan model tokoh identik dengan kekuatan visi neolib. Dia mencoba membongkar hambatan ekonomi yang menjadi kepentingan masyarakat luas. Berhasil meyakinkan kongres bahwa paket ekonomi yang diluncurkan dengan kebijakan fiskalnya mengalirkan keadilan distribusi ekonomi. Meringankan beban pajak masyarakat luas, meningkatkan beban tanggung jawab pajak kepada kelompok ekonomi kuat/raksasa, melindungi pemegang kartu kredit dari praktik predator lembaga perbankan, serta menghindarkan praktik saling kanibal ekonomi di lingkungan raksasa-raksasa ekonomi di AS. Kasus terakhir, mengancam AIG (American Insurance Group) yang sempat menyalahgunakan paket bantuan federal untuk segera mengembalikan ke kas federal. Lemahnya pengawasan pemerintah dalam permasalahan ekonomi pada masa pemerintahan Bush merupakan simbol penyimpangan neolib, sehingga menyeret AS pada krisis ekonomi serius. Pemulihan pernah dilakukan pendahulu Presiden Obama seperti F.D. Roosevelt dan Bill Clinton yang berhasil memompa kembali ekonomi AS yang ambruk ketika itu. Praktik neolib sekali lagi lebih mewakili bagaimana pemerintah melindungi, memprakarsai, sekaligus menjadi regulator di tengah badai krisis. Liberalisasi sebagai roh neolib juga telah banyak memberikan manfaat bagi Indonesia. Berbagai preferensi yang selama ini diperoleh Indonesia dari negara-negara maju merupakan hasil dari liberalisasi. Banyaknya investasi yang masuk ke Indonesia dan terserap jutaan lapangan kerja juga karena liberalisasi. Terbukanya lapangan kerja TKI di luar negeri karena liberalisasi dan banyak lagi nilai tambah liberalisasi yang kemudian menjadi wawasan neolib. Konsep ekonomi kerakyatan bagus, konsep ekonomi jalan tengah baik, dan konsep neoliberal tidak jelek, asalkan berjalan pada masing-masing rel tanpa menciptakan kanibalisme ekonomi. Pengalaman tersebut merupakan cermin neolib yang sering dianggap monster di Indonesia, tapi kurang dipahami sebagai solusi. Tidak harus dijauhi, tidak harus ditakuti, tapi perlu adanya kewajiban moral para petinggi negara untuk menjelaskannya kepada masyarakat luas betapa besar dan pentingnya peran pemerintah dalam ekonomi. (*) *). Bambang Nuroso, dosen Program Pascasarjana Kajian Wilayah Amerika, UI, Jakarta