Kepada: Bp. Wahyu Kuncoro -Advokat Kantor Advokat WahyuMitra di
Tanggerang.
Dengan hormat, Nama saya ZMH di Bogor Jawa Barat. Saat ini saya
mengalami sebuah kasus yang cukup membuat saya pening dan pusing
kepala. Adapun kasus tersebut adalah sebagai berikut:
Pada tanggal 02 Mei 2009 yang lalu saya ingin membeli 2 mobil dari
seseorang yang tinggal di Jakarta, sebut saja namanya AA. Sebelumnya
saya sudah sepakat secara lisan untuk membeli 2 buah mobil dari si AA
tersebut yakni Toyota Kijang Avanza dan Toyota Kijang Inova. Keduanya
memang milik si Abdul Azis tersebut (setelah saya melihat dan check
BPKB mobil tersebut).
Kami sudah sepakat tentang harga kedua mobil tersebut yakni: untuk
Toyota Kijang Avanza senilai Rp.120.000.000. (seratus dua puluh juta
rupiah), sedang untuk Toyota Kijang Inova seharga Rp.180.000.000. Jadi
total semua uang yang harus saya bayar sebesar Rp.300.000.000.(tiga
ratus juta rupiah). Tapi karena pada bulan Mei 2009 saat itu saya hanya
memegang uang cash sebesar Rp.150.000.000. (seratus lima puluh juta
rupiah). Maka saya katakan pada si AA saya membayar dalam 2 kali
angsuran. Cicilan pertama saya bayar sebesar Rp.140.000..000. (seratus
empat puluh juta rupiah), sedangkan cicilan kedua sebesar
Rp..160.000.000. (seratus enam puluh juta rupiah) akan saya bayar
setelah mencairkan tabungan deposito di BNI 46 pada 05 Juni 2009.
Si AA setuju dengan permintaan saya tersebut. Setelah membayar cicilan
pertama Rp.140.000.000. (seratus empat puluh juta) mobil Toyota Kijang
Avanza dan BPKB-nya langsung diserahkan kepada saya. Tapi si AA belum
bersedia memberikan mobil Toyota Kijang Inova dan BPKB-nya kepada saya,
dengan alasan masih ada sisa angsuran pembayaran yang belum dilunasi
yakni sebesar Rp.160.000.000. Alasan ini dapat saya terima, karena
memang saya belum membayar lunas semuanya.
Kemudian si AA membuat kwitansi tanda pembayaran yang menyatakan saya
telah membayar UANG MUKA sebesar Rp.140.000.000.(seratus empat puluh
juta) untuk pembelian mobil Toyota Kijang Avanza dan mobil Toyota
Kijang Inova dengan harga keseluruhan sebesar Rp.300.000.000. (tiga
ratus juta rupiah) Dan kami kedua belah pihak memberikan tanda tangan
di kwitansi tersebut, dengan seorang saksi bernama AG yang masih
keluarga dengan si A A.
Kemudian setelah menunggu 1 bulan, pada tanggal 6 Juni 2009, setelah
mencairkan deposito milik saya di BNI 46. Saya bermaksud membayar sisa
angsuran kedua sebesar Rp.160.000.000 (seratus enam puluh juta rupiah)
kepada si AA. Tapi setelah bertemu, si AA mengatakan bahwa dia sudah
menjual mobil Toyota Kijang Inova tersebut kepada orang lain yakni si
AG. Setelah saya mengkonfirmasikan tentang persetujuan yang telah kita
tanda tangani dalam kwitansi yang dia buat, si AA mengatakan: Dalam
kwitansi tersebut hanya disebutkan pembayaran uang muka sebesar
Rp.140.000.000. untuk pembelian 2 buah mobil. Jadi karena disebutkan
pembayaran uang muka atau dia sebut DP (down payment), dia menganggap
kwitansi tersebut tidak memiliki kekuatan mengikat kedua belah pihak
yang bertanda tangan pada kwitansi tersebut. Karena tidak mengikat
kedua belah pihak, si AA mengatakan dia bebas menjual mobil kedua yakni
TOYOTA Kijang Inova kepada pihak lain. Tentu saja sangat kecewa dan
merasa dirugikan dengan apa yang telah dilakukan si AA tersebut.
Kemudian saya menuntut pengembalian uang saya sebesar Rp.20.000.000.
(dua puluh juta rupiah), karena saya telah membayar cicilan pertama
Rp.140.000.000. sedangkan harga mobil Toyota Kijang Avanza yang sudah
jadi milik saya adalah Rp.120.000.000. Menanggapi permintaan saya
tersebut, si AA mengatakan beliau tidak bersedia mengembalikan uang
saya sebesar Rp.20.000.000. karena kwitansi bersifat tidak mengikat,
karena hanya tertulis pembayaran uang muka/DP (down payment). Dan AA
mengatakan bahwa sebetulnya uang muka atau DP tidak dapat diminta
kembali. Beliau juga menambahkan; lain halnya bila persetujuan tersebut
sudah dibuat dalam bentuk AKTA PERJANJIAN, maka isi akta perjanjian
tersebut mengikat kedua belah pihak yang bertanda tangan di dalamnya.

Mendengar hal ini..., tentu saja saya merasa sangat kecewa karena
ditipu dan dirugikan Rp.20.000.000. Maklum saya tidak punya pengetahuan
sama sekali tentang hukum.

Untuk itu saya ingin menanyakan:
1. Apakah saya bisa menuntut kembali uang sebesar Rp.20.000.000. yang
sudah saya bayarkan tersebut ?
2. apakah memang benar suatu kesepakatan pembayaran uang muka yang
dibuat dalam bentuk kwitansi bersifat tidak mengikat dan bisa
dibatalkan oleh salah satu pihak ?
3. Apakah tindakan dari si AA tersebut bisa dikatakan sebagai tindak
pidana penipuan ?
4. Langkah-langkah atau upaya hukum apa yang bisa saya tempuh untuk
menuntut kembali uang saya Rp.20.000.000. tersebut ?
Itu saja dulu pertanyaan dari saya, dan mohon penjelasan dari bapak
Wahyu Kuncoro.Terima kasih.
JAWAB :
Terima kasih telah menghubungi saya ...
1) Pasal 1457 KUHPerdata menyatakan :
"Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu
mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain
untuk membayar harga yang dijanjikan."
Selanjutnya, Pasal 1458 KUHPerdata menegaskan :
"Jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, segera
setelah orang-orang itu mencapai kesepakatan tentang barang tersebut
beserta harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya
belum dibayar."
Berdasarkan ketentuan pasal-pasal KUHPerdata di atas, dikaitkan dengan
uraian perkara Sesungguhnya tidak ada alasan penjual untuk membatalkan
jual beli yang telah terjadi. Terkait yang disampaikan dimana pihak
penjual membatalkan sebagian barang yang dijual, tentunya Anda sebagai
pembeli berhak menagihkan sisa uang yang dibayarkan.
2) Pasal 1464 KUHPerdata menyatakan :
"Jika pembelian dilakukan dengan memberi uang panjar, maka salah satu
pihak tak dapat membatalkan pembelian itu dengan menyuruh memiliki atau
mengembalikan uang panjarnya"
Berdasarkan ketentuan Pasal 1464 KUHPerdata dimaksud, jelas dan tegas
Stament penjual mengatakan bahwa kwitansi bersifat tidak mengikat dan
bisa dibatalkan oleh salah satu pihak adalah alasan yang tidak tepat
dan merupakan pembohongan belaka semata.
3) Tindakan AA yang tidak mau mengembalikan sisa uang pembelian, asumsi
saya bukanlah tindak penipuan tetapi tergolong tindakan penggelapan
mengingat sesungguhnya sisa uang pembelian kendaraan tersebut adalah
haknya Anda yang dikuasai oleh AA bukan atas tindakan/ perbuatan
kejahatan.
Tindak Pidana Penggelapan diatur dalam Pasal 372 KUHPidana :
"Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu
yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang
ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena
penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana
denda paling banyak sembilan ratus rupiah".
4) Langkah yang perlu Anda lakukan adalah menagihnya dan menjelaskan
ancaman hukumannya bila ia tidak mengembalikan uang Anda tersebut.
Bilamana ia masih bersikeras, saran saya sebaiknya Anda membuat laporan
polisi atas kejadian dimaksud untuk segera diproses oleh penyidik

--
Posting oleh NM. WAHYU KUNCORO, SH ke Konsultasi Hukum Gratis pada
7/23/2009 08:47:00 PM

Kirim email ke