Refleksi : Sudah lama buruk, cuma kebetulan saja sekarang masalah tersangkut saling cecok mengenai pembagian jatah rejeki korupsi antara para penguasa di Jakarta, maka oleh karena itu polisi kena "spotlight" dan dipersoalkan secara umum. Tetapi, kalau Kapolda Firman Gani mengistruksikan Laskar Jihad untuk menyerang pulau Saparua, dan kemudian dia diangkat menjadi Kapolda Jakarta pada masa kekuasaan Megawati tak ada yang protes sekalipun menggap dirinya progresif, ini karena pendapat umum mewajarkan untuk penduduk daerah luar harus disikat, agar berikan tempat bagi yang membutuhkan. SBY pun mengsponsor pengiriman Laskar Jihad ke Sulawesi dan Maluku, korban jiwa puluhan ribu.
http://www.harianterbit.com/artikel/fokus/artikel.php?aid=80042 Citra kepolisian makin terpuruk Tanggal : 11 Nov 2009 Sumber : Harian Terbit JAKARTA - Ketua Presidium Police Warch Neta Pane mengatakan citra Kepolisiran Republik Indonesia (Polri) saat ini semakin amburadul. Masyarakat sudah memandang sebelah mata terhadap polisi terkait tudingan rekayasa-rekayasa kasus kriminalisasi pimpinan KPK yang melibatkan Bibit Samad Rianto-Chandra M Hamzah dan kasus pembunuhan Direktur PT Citra Rajawali Banjaran Nasruddin Zulkarnain yang melibatkan mantan Ketua KPK Antasari Azhar. Di masyarakat Polisi saat ini sudah mendapat pandangan negative. "Masyarakat saat ini sudah tidak simpati lagi dengan Polri. Kinerjanya sangat amburadul. Tentu saja hal itu bisa menimbulkan rasa keadilan di masyarakat semakin berkurang," tegas Neta S Pane pada Harian Terbit, Rabu (11/11). Menurutnya, polisi saat ini sudah melawan arus. Keadaan ini bisa sangat membahayakan keutuhan bangsa dan Negara. Seharusnya Polri jangan sekali-sekali melawan masyarakat sehingga keadaan tidak menjadi kisruh. "Bila Polri melawan arus akan semakin membingungkan masyarakat. Jika sudah bingung tentu saja akan mengurangi rasa percaya dan curiga, ada apa sebenarnya Polri," Neta Pane mempertanyakan. Koordinator Inisiatif Insitut (LSM yang bergerak di bidang anti korupsi dan Good Government ), Hermananto kepada Harian Terbit, Rabu pagijuga mengemukakan hal yang sama. Menurut Hermananto, kasus Bibit/Chandra dan Antasari Azhar bagaikan puncak gunung es. "Dari pengalaman saya ketika masih di LBH cukup banyak kasus yang alat buktinya sumir dipaksakan maju ke kejaksaan dan pengadilan," katanya. Kasus ini mestinya dijadikan titik tolak oleh Presiden SBY untuk melakukan reformasi total di tubuh polri. "Selama ini ada pemahaman keliru yang dianut penyidik polri. Mereka merasa bangga kalau kasus yang ditanganinya diterima kejaksaan (P21) karena bisa mendapat kenaikan pangkat. Akibatnya perkara yang alat buktinya sumir dipaksakan ke pengadilan. Namun kiriminolog , Adrianus Meliala berpendapat lain. Dia mengatakan pengakuan Wiliardi Wizar bisa saja hanya sebagai taktik untuk menghancurkan citra polri karena merasa kecewa atau untuk membela dirinya. "Karena kasusnya sudah dipengadilan masalahnya terpulang kepada keyakinan hakim. Misalnya, hakim bisa saja mengahdirkan oknum polri yang disebut Wiliardi mengkondisikan BAP itu ke persidangan. Kalau hakim yakin terjadi rekayasa dia bisa membuat putusan sela ," katanya. Sebaiknya, kata Neta, tubuh Polri harus dibersihkan sehingga tidak ada kotoran atau oknum yang mencoreng lembaga terhormat ini. Oknum-oknum ini merupakan tikus kantor yang harus di basmi. "Jangan sampai pandangan negative selalu hadir dan ada di Negara tercinta Indonesia. Jangan sampai tercoreng oleh segelintir oknum yang dapat merugikan kesatuan Polri. Oknum-oknum yang tidak beres harus segera diganti. Lingkaran setan di tubuh Polri harus segera diputus. Neta S Pane mendesak pengakuan Wiliardi Wizar tentang rekayasan penahanan Antasari Azhar diungkap. Tiga nama penyidik Polri yang disebut Wiliardi dalam persidangan harus diperiksa di persidangan untuk mengungkap kebenaran pengakuan Wiliardi. "Majelis hakim harus segera memeriksa 3 orang penyidik Polri yang namanya disebut Wiliardi untuk mengungkap kebenaran pengakuan Wiliardi," tegas Neta S Pane, Rabu. Neta yakin, pemeriksaan terhdap tiga penyidik Polri tersebut akan membongkar sejauh nama keterlibatan Polri dalam merekayasa kasus Antasari.Jika kemudian terbukti ketiga penyidik Polri itu terlibat dalam rekayasa penahanan Antasari seperti yang diungkapkan Wiliardi, maka ketiga orang itu harus diperiksa dan diproses secara hukum. "Ketiganya harus diproses secara hukum karena terlibat dalam rekayasa ini," tandasnya. Dalam sidang Antasari di PN Jakarta Selatan, Selasa 10 November kemarin, Wiliardi mengungkapkan rekayasa kasus Antasari yang melibatkan petinggi Polri. Dia menyebut tiga nama petinggi Polri yakni mantan Wakabareskrim Irjen Pol Hadiatmoko, Brigjen Pol Iriawan Dahlan, dan Dirkrimum Polda Metro Jaya saat itu, Kombes Pol M Iriawan. "Jadi waktu itu saya dikondisikan oleh direktur, wadir, kabag, kasat, semuanya hadir di situ. Mereka menyebutkan kalau sasaran kita hanya Antasari. Saya diperlihatkan BAP-nya Sigid dibacakan kepada saya minta disamakan saja," tutur mantan Kapolres Jakarta Selatan ini. (junaidi/maghfur/wilam)