Refleksi :Kalau SBY perjelas posisi dalam kasus-kasus anti korupsi, mungkin 
lebih goyang kursinya, karena harus mengungkap kasus korupsi mantan presiden 
NKRI Muhammad Soeharto, hal ini tentunya tidak kehendaki. Jadi main plin-plan 
sambil berlagak pikun dengan harapan kekayaan hasil korupsi Soeharto selamat. 
Hebat sendiwara SBY!

Jawa Pos
[ Selasa, 08 Desember 2009 ] 

Saatnya SBY Perjelas Posisi 


SUHU politik yang terus memanas seiring dengan gerakan antikorupsi yang 
disuarakan sejumlah elemen masyarakat membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 
(SBY) gusar. SBY menengarai ada motif politik di balik gerakan tersebut, 
termasuk rencana peringatan Hari Antikorupsi pada 9 Desember besok. 

Tengara tersebut berkali-kali diungkapkan SBY secara terbuka. Yang terakhir, 
dia menyampaikannya di hadapan kader Partai Demokrat yang sedang menghelat 
rapat pimpinan nasional (rapimnas) ketiga di Jakarta Convention Center (JCC) 
Jakarta, Minggu lalu (6/12).

Pernyataan SBY tersebut tentu tidak salah. Di balik gerakan itu, tentu ada 
kelompok tertentu yang memiliki motif politik. Apalagi, kasus Century kini juga 
sudah masuk ranah politik. Karena itu, gerakan yang bergulat di dalamnya tentu 
tidak bisa steril dari kepentingan politik.

Hanya, benarkah semua elemen yang terlibat di dalamnya berorientasi pada 
politik kekuasaan? Tidak adakah elemen yang berorientasi pada politik 
kebangsaan yang bertujuan membangun dan mendorong bangsa ini agar lebih baik?

Karena itu, rasanya patut dievaluasi relevansi pernyataan terbuka SBY tersebut. 
Apakah pernyataan itu semakin mendekatkan SBY dengan mayoritas rakyat di negeri 
ini? Atau sebaliknya malah semakin membuka gap yang lebih luas? 

Dengan perkembangan informasi yang begitu dahsyat, rakyat sekarang dengan 
gampang bisa mengakses segala informasi yang ada. Mereka bisa menyaksikan apa 
yang terjadi di Jakarta. Mereka bisa mencermati apa yang dilakukan para elite 
di ibu kota. 

Tentu, di tengah derasnya arus informasi ini, masih ada fakta yang terselubung 
kotak hitam. Meski demikian, aromanya pasti tidak bisa disembunyikan seratus 
persen. Pori-pori kotak hitam masih memungkinkan aroma tersebut tercium baunya. 

Pemicu kegerahan jagat politik awal pemerintahan SBY jilid II ini adalah 
''nasib sial'' yang menimpa dua pimpinan KPK, Bibit Samad Riyanto dan Chandra 
M. Hamzah. Mayoritas orang meyakini, ''nasib sial'' tersebut menimpa keduanya 
gara-gara memelototi dan mulai mengusik kasus Bank Century. 

Karena itu, rasa keadilan masyarakat pun terusik. Rakyat merasakan adanya 
kesewenang-wenangan dan kezaliman yang mengobrak-abrik hati nurani mereka. Nah, 
di tengah kegalauan itu, rakyat sangat berharap SBY yang mereka pilih bisa 
memberikan pembelaan. 

Sayangnya, hal itu tidak dengan cepat diberikan. Presiden tidak berani secara 
tegas memosisikan diri. Ada kesan, demi menjaga citra diri, SBY tidak mau 
berhadapan secara frontal dengan mereka yang mencabik-cabik hati nurani rakyat. 

Kini presiden memang telah menyelamatkan Bibit dan Chandra dari ''kesialan''. 
Namun, itu melalui proses yang berliku dan sangat panjang. Akibatnya, posisi 
SBY tetap kabur: antara berdiri bersama rakyat atau bersama mereka yang gemar 
melukai hati rakyat.

Dari sinilah kecurigaan merebak. Dan, ini tentu semakin tidak karuan arahnya 
bila SBY semakin panik dan gemar melontarkan tudingan. Rasanya, akan lebih 
produktif bila presiden semakin memperjelas posisinya bersama rakyat. (*) 


 

Reply via email to