=================================================  
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : "Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
           nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme Indonesia."  
================================================= 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration & Pruralism Indonesia 
Quotient] 
Memperingati Hari Ibu 22 Desember 2009  
"Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia." 
ANALISIS POLITIK 
22 Desember 2009 
Selasa, 22 Desember 2009 | 04:09 WIB 
Oleh : Sukardi Rinakit 
Tulisan ini bukan tentang peringatan Hari Ibu yang jatuh pada hari ini, tetapi 
tentang pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang pada tanggal 22 
Desember 2009 tepat dua bulan berkuasa kembali. 
Sulit untuk tidak mengatakan bahwa dalam dua bulan terakhir, Republik hanya 
dipenuhi oleh kegaduhan dan intrik politik. Tidak ada optimisme yang terpancar 
luas di ranah publik. Dalam kondisi seperti ini, dan ketika menyendiri, mungkin 
saja SBY mulai ”merindukan” kehadiran Jusuf Kalla (JK). 
Siapa pun mencatat, ketika dulu mereka memerintah, jika ada kegentingan, 
sebagai wakil presiden, JK hampir selalu tampil di depan. Dari pernyataan 
ataupun gerak tubuh SBY ketika itu bisa dibaca bahwa ia tidak nyaman dengan 
gaya JK tersebut. Seperti ada perasaan bahwa panggung pertunjukan telah dicuri 
oleh JK. Akan tetapi, suka atau tidak, banyak masalah bisa diselesaikan ketika 
itu. 
Beberapa kelemahan 
Karakter Wapres Boediono tentu saja berbeda dengan JK sehingga strategi dalam 
menghadapi dinamika politik yang sedang berlangsung juga pasti berbeda. Dulu 
jika ada kontroversi tentang suatu kebijakan, misalnya kenaikan harga bahan 
bakar minyak ataupun masalah listrik, JK selalu menantang debat. Rumah dinas 
wapres menjadi sarang dialog dengan semua kognitariat, baik yang menentang 
maupun yang mendukung pemikirannya. 
Saya tidak tahu, apakah dalam kegaduhan upaya kriminalisasi Komisi 
Pemberantasan Korupsi dan kasus Bank Century, Boediono melakukan hal serupa. 
Saya juga tidak tahu apakah Boediono pernah mengundang para oposan ke rumah 
dinasnya dan ”menantang” mereka untuk sebuah perdebatan keras di mana semua 
persoalan diletakkan di atas meja. Dengan demikian, akan ketemu garis toleransi 
yang bisa disepakati bersama. 
Jika langkah-langkah ekstrem itu tidak diambil oleh Boediono, termasuk untuk 
masalah yang lain nantinya, bisa dipastikan SBY akan kelelahan sendiri. 
Meskipun Republik menganut sistem presidensial, tidak berarti segala urusan 
ditangani langsung presiden. Presiden cukup menjadi meja terakhir yang 
keputusannya final dan bertanggung jawab penuh atas kebijakan yang diambil. 
Oleh sebab itu, Presiden jangan terlalu banyak mengeluarkan pernyataan politik 
seperti yang selama ini terjadi. Apalagi kalau data yang disampaikan tidak 
akurat. 
Jika kita evaluasi dua bulan pemerintahan SBY, kelemahan pertama Presiden 
adalah soal akurasi dalam memberikan pernyataan politik. Misalnya, ketika 
Koalisi Masyarakat Anti-Korupsi (Kompak) menggalang demonstrasi untuk 
memperingati Hari Antikorupsi Sedunia, 9 Desember lalu, Presiden menuduh bahwa 
ada upaya politik di balik gerakan itu. Padahal, tidak ada sama sekali. 
Secara politik, jika ketidakakuratan pernyataan Presiden sering terjadi, itu 
sangat berbahaya. Budayawan Italia dari abad XIV, Petracrh, mengingatkan, 
seringnya seorang pemimpin melakukan revisi karena pernyataannya kurang akurat, 
sejatinya ia menggali kuburnya sendiri. Dalam konteks Indonesia, setidaknya, 
wibawa Presiden bisa hancur. 
Kelemahan kedua, ada kesan Presiden cenderung melakukan pembiaran terhadap 
suatu masalah. Mungkin Presiden berharap pada kebijaksanaan waktu untuk 
menyelesaikannya. Prinsip sapa sing salah seleh (siapa yang bersalah pada 
waktunya akan ketahuan atau jatuh) tak bisa menjadi sikap politik Presiden. 
Akibatnya, masalah menjadi besar dan melebar ke mana-mana, seperti upaya 
kriminalisasi Komisi Pemberantasan Korupsi dan perseteruan lembaga-lembaga 
penegak hukum. 
Kelemahan ketiga, sampai dua bulan ini terasa sekali tak ada upaya sistematis 
pemerintah untuk menginformasikan implementasi dari prioritas program 100 hari. 
Tidak ada informasi yang komprehensif mengenai, misalnya, realisasi upaya 
peningkatan produksi pangan dan revitalisasi industri pupuk. Keadaan ini 
semakin membuat perhatian rakyat terpaku pada kegaduhan dan intrik politik yang 
sedang berlangsung. 
Akibat dari kelemahan-kelemahan tersebut, secara otomatis ketertiban masyarakat 
sedikit terganggu. Ranah ekonomi pun akhirnya juga sekadar beringsut, jika 
tidak boleh disebut stagnan. 
Mencari optimisme 
Tanpa disurvei sekalipun, popularitas SBY saat ini pasti turun. Dua bulan ini 
rongga dada rakyat hanya dipenuhi oleh udara kotor yang berasal dari keributan 
politik. Keadaan seperti ini tak boleh berlangsung terus. Bulan-bulan awal 
tahun 2010 keadaan harus dibalik. Modal untuk itu sebenarnya sudah ada. 
Penyelenggaraan pemilu, pilkada, semua relatif aman. Modal ekonomi Indonesia 
juga tidak dimulai dari nol. Politisi juga mulai mendengarkan tekanan rakyat. 
Pengusaha juga tetap bekerja seperti biasa. Situasi global dimungkinkan juga 
relatif stabil pada lima tahun ke depan. 
Dengan modal ekonomi dan politik seperti itu, jika para menteri tidur saja, 
keadaan Indonesia akan sama dengan tahun 2004- 2009. Apalagi kalau para menteri 
bangun, bekerja, dan Presiden bisa lebih tegas sehingga bisa menjadi sandaran 
perasaan aman rakyat. Jika ini terjadi, Republik bisa meloncat mengejar 
kegemilangan Bric (Brasil, India, China). 
Sayang sekali, sampai hari ini, 22 Desember 2009, Presiden masih sering 
mengeluarkan pernyataan politik yang terlalu panjang, kurang akurat, sehingga 
malah membingungkan rakyat. Kompas, 22/12/09 
-------- 
Belajar dari kasus kebijakkan ekonomi yang dampaknya menguras energi dan waktu 
para pejabat publik negeri ini, bahkan sebelum 100 hari kerja terlewati. 
Menuju Indonesia sejahtera, maju dan bermartabat. 
Best Regards, 
Retno Kintoko 
  
Mengucapkan : 
Selamat Hari Ibu, 22 Desember 2009 
Persembahan untuk para Ibu 
“Kasih Ibu tiada tara... 
sejuk lembut menawan hati dan jiwa 
membara terasa sepanjang masa. 
  
Dedikasi kami untuk para Ibunda tercinta... 
di mana saja engkau berada 
tetap terpatri di dalam jiwa dan raga 
para putera-putri penerus bangsa.
 
Juga untuk kebaikan dan kemajuan Ibu Pertiwi
sebagai harapan dan masa depan anak-anak negeri. 
 
Bangun dan bangkit Indonesia jaya! "  
------  
  
  
Alarm Gempa [ERDBEBEN Alarm] 
Sedia Bibit Ikan Patin




 
SONETA INDONESIA <www.soneta.org>
Retno Kintoko Hp. 0818-942644
Aminta Plaza Lt. 10
Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan
Ph. 62 21-7511402-3 
 


      

Kirim email ke