Bupati Disinyalir Menerima Fee DAK 20 Persen

Laporan yang diterima redaksi Surabaya Pagi
soal Bupati Tulungagung Heru Tjahjono, tidak hanya proyek fisik senilai
Rp 9,3 miliar saja, tapi dugaan penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK)
bidang pendidikan. Disampaikan bahwa bupati diduga menerima aliran fee
DAK 20 persen. Benarkah?



Dalam proyek DAK 2009, misalnya, Dinas Pendidikan (Diknas) Tulungagung
kebagian jatah 326 paket mebeler. Setiap paket berupa 15 meja dan 30
bangku senilai Rp 11.500.000. Jadi, total proyek ini senilai Rp
3.749.000.000. Dalam pelaksanaannya, beberapa sekolah ‘’menjerit’’ dan
melaporkan ada pemotongan sebesar 20 persen untuk setiap paketnya.



Penelusuran yang dilakukan Surabaya Pagi menemukan setidaknya ada tiga
aktor yang terkait yakni, Kepala Diknas Drs Winarto, Sekda Mariyoto dan
Bupati Heru Tjahjono. Sumber internal Pemkab Tulungagung mengungkapkan
peran Winarto cukup penting, mengingat DAK dikelola Diknas. Ia berperan
sebagai pihak yang menunjuk rekanan-rekanan yang mengerjakan proyek
mebuler dan diduga yang melakukan pemotongan 20 persen untuk fee pihak
tertentu.



“Potongan 20 persen itu digunakan untuk Dinas Pendidikan sebesar 10
persen dan Kepala Sekolah penerima dana tersebut 10 persen,” ungkap
pejabat yang mewanti-wanti agar namanya tidak disebutkan.



Masih menurut sumber di Pemkab Tulungagung, pemotongan dana DAK
tersebut juga diduga mengalir ke pendopo –istilahnya untuk menyebut
Bupati Tulungagung. “Dana tersebut juga mengalir ke pendopo Mas. Atas
jasa itulah akhirnya yang bersangkutan (Mariyoto, red) jadi Sekda,”
imbuhnya.



Untuk diketahui, sebelum menjadi Sekda, Mariyoto pernah menjabat Kepala
Diknas Tulungagung tahun 2007/2008. “Semasa Mariyoto menjadi Kadiknas
juga ada pemotongan fee 20 persen,” tandasnya.



Sementara bagi-bagi proyek DAK kepada rekanan ini dilakukan di Gedung
Koperasi Pegawai Negeri RejoAgung, Oktober 2009 silam. “Dalam pertemuan
tersebut Kepala Dinas menerangkan bahwa ada potongan sebesar 20
persen,” paparnya.



Sementara untuk rekanan penerima proyek, sumber itu menyebut diambil
dari partai-partai yang mendukung Bupati Heru ketika Pilkada lalu.
akhirnya, Heru Tjahjono terpilih terpilih untuk kedua kalinya menjadi
Bupati Tulungagung. “PPDI, PPB, PDS dan Partai Pelopor yang mendapatkan
bagian dari proyek mebeler tersebut,” beber sumber ini.



Ketua DPC Partai Pelopor Heru Purnomo yang dikonfirmasi masalah ini
membenarkannya. Kata dia, dirinya memang mendapatkan jatah proyek DAK.
Ia juga tidak menampik adanya pemotongan dana 20 persen tersebut. “Itu
semua dijelaskan di awal waktu ketemu di salah satu restoran,” ujarnya.




Informasi yang diperoleh Surabaya Pagi, ke empat ketua parpol itu
bertemu di rumah makan Bajang Dom Dom Ampo. Selain Heru dari Pelopor,
ada Hasan Suwandi (PPDI), Nanang Rahmat (PPB), dan Gatot Utomo (PDS.



Mengenai hal ini, Heru membenarkannya. Bahkan, saat ketemu di rumah
makan itu, Winarto menjanjikan proyek. “Aku iki urung oleh berkat DAK
cak, engko atek oleh berkat konco-konco kabeh tak bageni (Saya ini
belum dapat proyek DAK. Nanti kalau sudah dapat teman-teman semua saya
beri proyek, red),” ucap Heru menirukan omongan Winarto.



Heru juga mengungkapkan proyek DAK itu sebanyak 326 paket senilai Rp
3,74 miliar. “Ya bisa dikalkulasikan sendiri berapa total pemasukan
jika tiap satuan proyek dipotong 20 persen,” tukasnya.



Informasi lain yang terungkap dugaan penyelewengan Dana Alokasi Khusus
juga terjadi untuk tahun anggaran 2006 dan 2007. Pasalnya, dana hibah
dari pemerintah pusat itu disinyalir tidak disetor ke Kasda Pemkab
Tulungagung. Tetapi ke rekening bendahara proyek bernama Wardi. Baru
setelah itu disetorkan ke Bank Jatim untuk diambil oleh pihak Kepala
Sekolah penerima DAK.



Hendrik, orang dekat Bupati Tulungagung Heru Tjahjono membantah adanya
aliran dana fee DAK 20 persen maupun fee proyek fisik 3,5 persen ke
kantung bupati. “Bapak Bupati tidak pernah menerima sepeser pun aliran
fee DAK pendidikkan. Silakan dibuktikan kalau ada,” kilahnya. n

http://www.surabayapagi.com/index.php?p=detilberita&id=42546


Proyek Rp 9,3 Miliar Tanpa Tender, Diduga Dekat Dengan Bupati  Menyingkap 
Misteri Kabupaten dan Bupati Tulungagung Heru Tjahjono 
                 
                 
                   Banyak
misteri yang muncul pasca Heru Tjahjono terpilih kedua kalinya sebagai
Bupati Tulungagung. Mulai pelaksanaan Pilkada yang disinyalir sarat
kongkalikong hingga permainan pengadaan barang dan jasa, yang
melibatkan parpol dan rekanan serta pejabat Pemkab. Wartawan Surabaya
Pagi yang melakukan investigasi di Kabupaten Tulungagung, selain
menemukan indikasi KKN proyek pejabat Pemkab, juga misteri Tulungagung
sebagai ”Kota TKI", "Kota Maksiat”, ”Kota Perceraian” sampai ”Kota
Pengidap HIV”. Bagian pertama ini mengungkap dugaan penyelewengan
proyek Rp 9,3 miliar.



Hingga kini, Kejaksaan Negeri (Kejari) Tulungagung masih menyelidiki
dugaan penyimpangan proyek fisik tahun anggaran 2009 senilai Rp 9,348
miliar. Proyek yang pendanaannya dari APBD Provinsi Jatim ini sarat
korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), karena pengerjaanya tanpa melalui
proses tender, tapi penunjukkan langsung (PL). Padahal nilai satu
proyek di atas Rp 50 juta.



Kasi Intel Kejari Tulungagung Slamet mengatakan pengerjaan proyek itu
jelas melanggar Keppres No 80/2003 dan Keppres No 42/ 2002 tentang
pengadaan barang dan jasa konstruksi. “Saat ini kita sedang melakukan
pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) mengenai pelaksanaan proyek
ini. Seharusnya proyek tersebut melalui tender, tapi informasinya
tidak, tapi penunjukkan langsung, “ kata Slamet, pekan lalu.



Penelusuran yang dilakukan Surabaya Pagi, proyek tersebut terdiri dari
36 paket pekerjaan. Yakni, peningkatan kualitas jalan dan jembatan
serta saluran irigasi, dengan nilai antara Rp 100 juta-600 juta. Namun,
dalam pengerjaannya tidak melalui proses tender. Nilai proyek untuk
satu rekanan beragam. Ada yang sampai Rp 614 juta dan ada pula yang
terkecil Rp 50 juta. 



Informasinya, penunjukkan langsung rekanan ini sudah dikondisikan oleh
pihak Dinas PU Bina Marga dan Cipta Karya Kabupaten Tulungagung. Sedang
proyek ini ditangani oleh Sekretaris Dinas PU Bina Marga dan Cipta
Karya Agus Wahyudi, sekaligus sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
Sementara ketuanya Taufik Dahril, Sekretaris dipegang Ir Niken
Setyawati, dan anggota terdiri Hari Winarno, Heri Santoso dan Sukoco.



Panitia yang berasal dari Dinas PU Bina Marga dan Cipta Karya itu
menyodorkan rekanan yang telah ditunjuk. Rekanan yang terpilih itu
disinyalir memiliki kedekatan dengan oknum panitia dari dinas
berwenang. Termasuk, kedekatan dengan Bupati Heru Tjahjono. (Lihat
Grafis: Inilah Proyek yang Digarap Rekanan Pemkab Tulungagung)



Kejari Tulungagung tidak menampik data yang diperoleh Surabaya Pagi
tersebut. Karena itu, menurut Slamet, pengkondisian rekanan ini bisa
dibawa ke ranah pidana. “Jika memang ditemukan adanya kerugian negara,
serta menyalahi prosedur akan kita proses hukumnya,” tandasnya.



Slamet mengaku Kejaksaan segera memanggil tiga ketua asosiasi rekanan
di Tulungagung, untuk dimintai keterangan sebagai saksi. Yakni, dari
Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia (Gapeksindo),
Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) dan
Asosiasi Pengusaha Kontraktor Seluruh Indonesia (Apaksindo). “Termasuk
Sekretaris Dinas PU Bina Marga dan Cipta Karya Agus Wahyudi,” jelas dia.



Dugaan Penyelewengan Menguat

Sementara itu, dugaan penyelewengan tender proyek itu kian menguat.
Penunjukan Langsung (PL) tersebut disinyalir dilakukan secara slintutan
alias diam-diam. Indikasi ini terlihat karena tiga asosiasi rekanan itu
ternyata tidak diberi tahu sama sekali adanya 37 paket pekerjaan
senilai Rp 9,3 miliar tersebut oleh Dinas PU Bina Marga dan Cipta Karya.



Ini diakui Ketua Apaksindo Tulungagung Santoso. Dia mengaku kaget
ketika mengetahui adanya 36 paket pekerjaan yang dananya diambilkan
dari APBD Pemprov Jatim yang didapatkan oleh Pemkab Tulungagung. “Kami
merasa kecolongan. Kalau memang benar demikian, kita akan memprotes
dinas terkait dan membawanya ke ranah hukum,” ancam Santoso.



Dikonfirmasi terpisah, Sekretaris Dinas PU Bina Marga dan Cipta Karya
Kabupaten Tulungagung Ir Agus Wahyudi mengelak jika pihaknya
“main-main” dalam proyek itu. Menurutnya, proyek tersebut sifatnya
padat karya. 



Namun setelah didesak dasar aturan juklak dan juknis, Agus akhirnya
mengakui proyek Rp 9,6 miliar dikerjakan tanpa tender. “Karena alasan
mepetnya waktu. Jika melalui proses tender waktunya tidak mencukupi,”
kilah Agus.



Menurut Agus semua terkait pengerjaan proyek itu sudah dikonsultasikan
ke dinas terkait, dan dinyatakan tidak masalah. “Apalagi sifatnya hanya
rehabilitasi dan peningkatan kualitas jalan, serta jembatan bukan
pembangunan,” imbuhnya. n

http://www.surabayapagi.com/index.php?p=detilberita&id=42481



      

Kirim email ke