http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2010021002332976

      Rabu, 10 Februari 2010 
     

      OPINI 
     
     
     

TAJUK: Negara Seolah-Olah 


      SEBUAH kenyataan yang mengkhawatirkan, bahkan sangat mengkhawatirkan, 
sedang menimpa negara ini. Kenyataan itu ialah Indonesia menuju negara 
seolah-olah. Seolah-olah itu terjadi dalam banyak hal dan celakanya menimpa 
berbagai aspek berbangsa dan bernegara yang strategis. Lebih celaka lagi, semua 
yang seolah-olah itu lama-lama diterima sebagai yang nyata, bahkan yang benar.

      Sebutlah misalnya urusan perang melawan mafia peradilan. Cukup dengan 
membentuk sebuah tim, dan cukup sekali tim itu inspeksi mendadak ke ruang sel 
Ayin, mafia pun tumpas. Tepatnya, seolah-olah tumpas. Contoh lain menyangkut 
kinerja 100 hari pemerintahan.

      Dari sisi pemerintah suaranya merdu bahwa target tercapai, bahkan ada 
yang mengklaim mencapai 100%. Tapi dari sisi masyarakat suaranya sumbang, yaitu 
semua itu hanya seolah-olah tercapai. Puncaknya ialah berkembangnya kelakuan 
elite yang seolah-olah bertanggung jawab, padahal ramai-ramai cuci tangan.

      Lihatlah soal pengucuran dana talangan Rp6,7 triliun kepada Bank Century. 
Saat pengambilan keputusan bailout, para pejabat Gubernur Bank Indonesia 
ramai-ramai mengikuti rapat. Komisi Keuangan di DPR juga ikut-ikutan memberikan 
dukungan atas keputusan tersebut. Kini, giliran kasus itu dipermasalahkan lewat 
Pansus Angket Bank Century, semua pemimpin ribut dan ironisnya ramai-ramai pula 
mereka cuci tangan.

      Begitu pula halnya menyangkut berbagai kebijakan seperti pembelian 
pesawat kepresidenan, pengadaan mobil dinas pejabat negara, dan pembangunan 
pagar Istana Negara. Ketika kebijakan itu dipersoalkan di ruang publik, para 
pengambil keputusan itu satu per satu lempar batu sembunyi tangan. Siapakah 
yang bertanggung jawab, hanya seolah-olah ada.

      Seolah-olah sebab tak seorang pun yang menampakkan batang hidung ketika 
kebijakan itu dipersoalkan. Setelah publik melupakan kasus itu, barulah mereka 
muncul dengan gagah perkasa memberi penjelasan. Celakanya, penjelasan itu 
diwarnai keseleo lidah, hingga tiga kali menyebutkan angka yang berbeda untuk 
harga mobil dinas.

      Yang lenyap ialah watak kesatria. Itulah kualitas berani bertanggung 
jawab, berani mengakui kesalahan dengan jiwa besar. Tegar membongkar topeng 
sendiri, membongkar dunia seolah-olah. Itulah kualitas yang semestinya dimiliki 
elite yang disebut pemimpin.

      Tanpa pemimpin dengan kualitas itu, negara ini akan menuju negara 
seolah-olah. Negara dengan anomali, yaitu negara tetap berjalan sekalipun 
seolah-olah punya pemimpin
     

<<bening.gif>>

Reply via email to