> "sunny" <am...@...> wrote:
> Refleksi : Bagimana kalau pemerintah
> kleptokratik NKRI mengajurkan semua
> orang miskin yang jumlahnya kurang
> lebih 40 juta untuk mengemis, maka
> selesailah masalah kemiskinan. Tidak
> perlu lagi BTL, Raskin, etc,  NKRI
> menghemat dab menjadi lebih kaya.
> Penguasa membanggakan diri mempunyai
> obat ekonomi nan mujarab untuk
> memberantas kemisjkinan demi
> mempertinggi pendapatan mutu
> kehidupan rakyat. Hehehe 
> 

Jadi artinya pengemis itu juga pekerjaan professi yang sama seperti ulama atau 
imam2 di Mesjid.

Karena pada kenyataannya para ulama dan imam2 mesjid juga hidup professinya 
seperti pengemis yang me-minta sumbangan kepada para jemaahnya.

Memang gampang memahaminya bahwa kalo semua orang dalam negara ini menjadi 
pengemis, maka siapa yang jadi pemberi sumbangannya ???

Pemahaman yang sama adalah bahwa kalo semua orang cuma ingin jadi ulama dan 
imam di mesjid, lalu siapa yang jadi jemaahnya yang bisa memberi sumbangan ???

Jumlah ulama2 dan imam2 mesjid pasti lebih banyak daripada jumlah pengemis di 
Indonesia, karena pengemis selalu dirahasia, sebaliknya imam mesjid dan ulama2 
semuanya hasil lulusan sekolah2 agama Islam, perguruan tinggi agama islam, dan 
juga pesantren2 yang kesemuanya didanai pemerintah RI.

Jadi tidak mungkin pemerintah menyediakan dana untuk menjadi pengemis seperti 
menyediakan dana untuk membangun sekolah2 agama Islam disegala pelosok tanah 
air ini.

Jadi pengemis pasti pahalanya lebih banyak dibandingkan jadi ulama dan imam 
mesjid yang kita sama2 tahu selalu berkhotbah bohong.

Imam dan ulama adalah pe-minta2 dengan gelar, sedangkan pengemis itu itu juga 
pe-minta2 tapi non-gelar.

Namun pada hakekatnya, pengemis, imam dan ulama sama2 tidak memajukan negara 
tapi jadi beban negara dan beban masyarakat sebagai parasit yang mempersulit 
nafkah rakyat dari bangsa ini.  Masih mendingan pengemis sebagai wiraswasta 
yang tidak digaji negara, tapi sebaliknya imam dan ulama malah digaji negara 
dan bisa jadi birokrat pegawai negeri.

Ny. Muslim binti Muskitawati.








Reply via email to