Refleksi : Kalau Al Khelaiw Ali Abdullah ternyata bersalah dan dihukum penjara 
seperti yang dikatakan, maka hukuman penjaranya  hanya  sebagi formalitas, 
karena akan dibebaskan secepat mungkin atas tekanan pemerintah Saudia.  Saudia 
Arabia mempunyai kekuatan yang lebih hebat dari NKRI.  Indonesia membutuhkan 
Saudia Arabia baik dari segi agama maupun dari segi pekerja Indonesia maupun 
ekonomi. Saudia Arabia diberitakan akan menam modal di bidang pertanian 
sebanyak US$ 4 miliar, selain itu di Arab Saudia sesuai berita media mereka 
terdapat 1,5 juta pekerja Indonesia.

http://www.jawapos.co.id/halaman/index.php?act=detail&nid=141041

[ Selasa, 22 Juni 2010 ] 

Danai Peledakan di Indonesia WN Saudi Dituntut 9 Tahun Penjara 


JAKARTA - Terdakwa kasus teror Al Khelaiw Ali Abdullah alias Ali, 54, harus 
siap-siap melupakan pulang ke negara asalnya dalam waktu dekat. Kemarin (21/6) 
jaksa menuntut warga negara Arab Saudi itu dihukum sembilan tahun penjara 
karena ikut mendanai peledakan Hotel J.W. Marriott dan Ritz Carlton.

Jaksa beranggapan, Ali melanggar pasal 13 huruf (a) UU Pemberantasan Tindak 
Pidana Terorisme dan pasal 50 UU Keimigrasian. "Terdakwa terbukti memberikan 
bantuan kepada pelaku tindak pidana terorisme,'' kata jaksa penuntut umum Totok 
Bambang dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Bantuan itu diberikan kepada Syaifudin Zuhri, tersangka teroris yang tewas di 
Ciputat. Dana berasal dari bisnis warnet yang dilakukan setelah Ali berkenalan 
dengan Iwan Herdiansyah lewat Zuhri. Bisnis juga dilakukan dengan Amir Abdillah 
yang sudah divonis delapan tahun penjara.

Jaksa Totok menguraikan, bantuan dari Ali ke Zuhri tampak dari adanya berkas 
perjanjian musyakarah pada 22 Desember 2008 antara Ali dan Iwan tentang warnet. 
Kemudian, ada bukti ATM BCA dan tiga lembar formulir pengiriman BNI sebesar Rp 
10 juta pada 15 Desember 2008, Rp 10 juta (24 Desember 2008), dan Rp 34 juta (5 
Januari 2009). ''Terdakwa memberikan Rp 2,2 juta kepada Zuhri sebagai success 
fee atas jasa mediasi,'' urainya.

Dalam dakwaan disebutkan, setelah menerima uang itu, Zuhri mengadakan rapat 
dengan Noordin M. Top, Ibrohim alias Boim, dan Dani Dwi Permana. Rapat diadakan 
di Hotel Santi Kuningan, Jabar, sekitar Mei 2009.

Jaksa juga menilai Ali melanggar UU Keimigrasian saat masuk ke wilayah 
Indonesia. Visa Ali adalah untuk visa kunjungan budaya atau visa turis. 
"Terdakwa memiliki kesengajaan dengan menggunakan visa turis untuk usaha. 
Seharusnya, terdakwa menggunakan visa bisnis,'' ungkap Iwan Setiawan, jaksa 
lain.

Iwan mengatakan, dalam setiap sidang, terdakwa yang didampingi seorang 
penerjemah dianggap berbelit-belit. Itu dianggap memberatkan terdakwa. 
''Terdakwa juga tidak mengakui perbuatannya,'' ujar jaksa.

Mendengar penjelasan dari penerjemahnya mengenai lamanya tuntutan hukuman dari 
jaksa, Ali tampak tidak puas. Dia menggeleng-geleng. Saat meninggalkan ruang 
sidang dan melewati jaksa, dia memberikan isyarat dengan tangannya, seolah 
mengatakan tuntutan jaksa tidak berdasar.

Kuasa hukum Ali, Asludin Hatjani, juga menyayangkan tuntutan jaksa. Sebab, 
menurut dia, fakta sidang tidak mendukung dakwaan bahwa Ali terlibat teror. 

Sementara, untuk pelanggaran UU Keimigrasian, kata dia, ancamannya hanya lima 
tahun. Ali mendapatkan kesempatan membela diri (pleidoi) pada sidang lanjutan 
Kamis mendatang (24/6). (fal/c1/ari)

Kirim email ke