http://www.jawapos.co.id/halaman/index.php?act=detail&nid=140881



[ Senin, 21 Juni 2010 ] 




Dr Paulus Sudiharto, Penemu Shunt Semilunar bagi Pasien Hidrosefalus 

Berkatup Setengah Bulan, Jauh Lebih Murah 

Pasien hidrosefalus alias kepala air butuh tindakan operasi untuk mengalirkan 
banjir cairan di kepala dengan menggunakan pompa dan slang yang disebut sistem 
shunt. Dr dr Paulus Sudiharto SpBS adalah penemu sekaligus penyempurna sistem 
shunt yang kini digunakan oleh ribuan pasien hidrosefalus.

SEKARING RATRI A., Jogjakarta 

---

Setiap orang memiliki kantong yang memproduksi cairan otak di kepala. Cairan 
itu berfungsi melindungi otak dan sumsum tulang belakang dari benturan 
sekaligus memberikan makanan kepada jaringan otak agar bisa bekerja. 

Seperti rumah kita, kantong bernama ventrikel itu terdiri atas sejumlah ruang 
dan gang-gang penghubung antarruang. Bila gang itu tersumbat karena infeksi, 
toksoplasmosis, perdarahan, tumor, cedera kepala, atau kelainan genetika, 
cairan otak berkumpul dan mengakibatkan kepala membesar. 

Berdasar data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dua di antara seribu bayi 
yang lahir di Indonesia berpotensi mengidap hidrosefalus. Penyakit tersebut 
tidak dapat diobati dalam kandungan. Karena itu, pasien hanya bisa segera 
diterapi setelah dilahirkan. Bila terlambat ditangani, sekitar 50-70 persen 
pasien meninggal karena infeksi berulang atau kegagalan pernapasan. Jika 
bertahan hidup, perkembangan otak dan fungsi indra pasien yang tidak 
mendapatkan terapi bisa terganggu. Bila demikian, pasien sepenuhnya bergantung 
kepada orang lain seumur hidup. 

Namun, bila cepat diterapi, sekitar 51 persen pasien hidrosefalus tumbuh dengan 
kecerdasan normal dan 16 persen mengalami gangguan mental ringan. Angka 
kematian anak setelah terapi juga turun drastis, menjadi tujuh persen saja. 

Untuk membendung cairan otak itu, dokter bedah saraf biasanya memasang pipa 
yang menghubungkan bagian otak yang tersumbat dengan bilik jantung atau rongga 
perut.

Pipa itu otomatis mengalirkan kelebihan cairan otak. Pipa bening berdiameter 
0,5 mm tersebut akan terpasang seumur hidup di tubuh pasien. 

Saat ini terdapat sekitar 90 jenis pipa shunt, yang mayoritas berbahan logam 
penutup berbentuk gelombang (longitudinal). Fungsi logam itu mirip dengan pompa 
yang membuang kelebihan cairan. Kelemahannya, pipa yang kebanyakan dibuat di 
Amerika Serikat, Jepang, dan Israel tersebut kerap tersumbat. Akibatnya, cairan 
otak yang telah dibuang bisa mengalir lagi ke rongga kepala. 

Sudiharto akhirnya menyempurnakan alat tersebut. Pria kelahiran 14 Oktober 1941 
itu membuat pompa berbentuk setengah lingkaran atau semilunar. "Karena 
bentuknya mirip dengan bulan pada tanggal 15, saya namakan semilunar. Biar 
lebih mudah diingat," katanya. Meski hanya menyempurnakan bentuk pompa, temuan 
pria 68 tahun tersebut berdampak besar kepada pasien. Sumbatan yang lazim 
ditemui pascaoperasi pemasangan shunt tidak terjadi lagi. Katup semilunar juga 
efektif mencegah cairan otak mengalir lagi ke kepala dan membuat pasien nyaman 
meski di badannya terpasang sistem pompa.

Harganya juga lebih murah. Bila pipa dari luar negeri seharga Rp 5 juta, harga 
pipa buatan doktor jebolan Universitas Katolik Nijmegen di Belanda itu maksimal 
Rp 1,7 juta. Atas penemuan tersebut, Sudiharto mendapatkan gelar inovator 
terbaik bidang bedah saraf Indonesia pada Agustus tahun lalu. Alat itu juga 
sudah dipatenkan pada 3 September 2009.

Pria yang menetap di Jogjakarta tersebut sebenarnya ber­upaya menciptakan 
terapi untuk pasien hidrosefalus sejak masih menempuh program pendidikan dokter 
spesialis bedah saraf pada 1974. Saat itu Sudiharto menjadi asisten peneliti 
Prof Hardoyo yang juga meneliti pembuatan shunt hidrosefalus. Penelitian 
tersebut membuahkan hasil, tapi tidak membuatnya puas. "Karena terbuat dari 
logam, ukurannya besar, terlihat menonjol di kepala. Kasihan anaknya," kenang 
dia. 

Selain itu, sistem pompa buatan Hardoyo dan timnya mudah tersumbat. "Karena 
itu, saya mulai berpikir membuat sistem yang lebih baik," terang alumnus FK 
Universitas Indonesia (UI) tersebut. 

Pada 1977 dia memulai penelitian untuk disertasi tentang sistem katup 
semilunar. Hasilnya, tiga tahun kemudian dia menemukan sistem shunt dengan 
katup semilunar. Katup berbentuk setengah bulan itu dia buat mengikuti hukum 
mekanika fluida atas saran ahli fisika UGM (alm) Prof Ir Mugiono dan Prof Dr Ir 
Nur Yuwono dari Teknik Hidrologi UGM. 

Sejak dikembangkan, inovasi Sudiharto digunakan oleh sekitar 7 ribu pasien 
dengan tingkat risiko kurang dari 2 persen. Angka tersebut lebih rendah 
daripada tingkat risiko pemasangan pompa cairan otak di luar negeri yang 
mencapai 2-4 persen. Sudiharto menyatakan lega karena terapi itu dapat membantu 
pasien-pasien hidrosefalus yang mayoritas berasal dari golongan tidak mampu. 

Dia juga telah menyempurnakan lagi sistem pompa buatannya dengan menambahkan 
tonjolan antiselip. Tonjolan itu bertujuan mencegah bergesernya kateter. Jika 
alat tersebut bergeser, cairan otak yang sudah berada di perut terisap lagi ke 
rongga otak sehingga bisa mengakibatkan kematian pasien. Dia mengklaim sistem 
yang ditemukan itu terbukti aman dipasang pada bayi berusia sepuluh hari hingga 
pasien dewasa. Syaratnya, keadaan pasien stabil. "Asal belum terlambat, 
pemasangan sistem itu dapat membuat pasien hidup normal," ucap dia. (*/c1

<<140881large.jpg>>

Kirim email ke