Kepada Yth.

Bpk. NM Wahyu Kuncoro, SH
Di tempat

Saya Y, seorang perempuan umur 31 tahun, yang sedang menjalin hubungan
serius dengan seorang pria warga negara Amerika. Kami berencana untuk
menikah dalam waktu dekat. Alhamdulillah calon saya akan menjadi
seorang Mualaf.

Yang menjadi pemikiran kami adalah, karena kami akan menggunakan Visa
Tunangan (K1 Visa), yang mengharuskan kami menikah di Amerika, karena
saya juga nanti akan pindah ke sana.
Sebetulnya keluarga saya telah menyetujui hubungan kami. Tapi, keluarga
saya menginginkan kami menikah dulu di Indonesia, dimana menurut
peraturan Visa itu tidak bisa dilakukan. Karena apabila kami menikah
secara sah di mata hukum negara Indonesia dan ada catatan menikah
sebelum kami menikah resmi di USA, saya akan mendapat masalah dan bisa
dituduh penyalahgunaan Visa, yang ancamannya bisa dideportasi.

Sebagai informasi, file pengajuan Visa K1 kami telah masuk tanggal 13
Mei yang lalu, dan sekarang sedang waiting list untuk diproses. Kami
tidak mau menempuh Visa K-3 (Spouse Visa) karena prosesnya lebih lama.

Kami memiliki "ide" apakah menikah siri bisa kami lakukan? Karena tidak
ada catatan secara hukum, namun sekaligus keluarga sudah bisa
diyakinkan bahwa calon saya benar Mualaf dan menikahi saya secara Islam.

Yang saya tanyakan selain apakah opsi menikah siri dapat dilakukan,
juga saya ingin tanyakan prosesi menikah siri seperti apa? Dan apakah
betul tidak ada catatan apapun maupun menandatangani dokumen apapun?
Lalu apakah bila kami "ketahuan" telah menikah siri kelak suatu hari di
USA, apakah saya akan mendapat masalah hukum?

Mohon penjelasan dan jalan keluarnya.


Terima kasih sebelumnya.

JAWAB :

Terima kasih telah menghubungi saya ...

Pada prinsipnya prosesi nikah siri itu sama dengan nikah resmi
(pernikahan yang dicatatkan oleh Penghulu KUA), semua mendasarkan pada
rukun yang disyaratkan hukum Islam seperti 2 (dua) saksi, mas
kawin/mahar, dan akad nikah dalam ijab/kabul namun minus saksi dari
mempelai perempuan. Adapun yang menjadi wali nikahnya bisa orang tua si
perempuan atau seorang ulama (kyai/ ustadz) sebagai wali hakim.

Karena nikah siri tidak dicatatkan pelaksanaannya, tentunya tidak ada
dokumen apapun yang harus ditandatangani oleh kedua mempelai dan para
saksi. Karena tidak ada proses pencatatan/ administrasi hukum tentunya
nikah siri tidak akan ter-"deteksi" oleh negara, sepanjang para pihak
yang menyaksikan pernikahan siri tersebut tidak mem-"buka mulut".

Dari segi hukum, Pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
menegaskan bahwasanya Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut
hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dan dicatat menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terhadap perkawinan yang
tidak dicatatkan, sesungguhnya dalam hukum perkawinan (UU No. 1 Tahun
1974 dan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975) mengatur tindak pidana
pelanggaran bagi mereka yang melangsungkan perkawinan tanpa melalui
proses sebagaimana ditentukan oleh hukum perkawinan yang berlaku.
Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 45 PP No. 9 Tahun 1975 yang
mengatur sebagai berikut :

(1) Kecuali apabila ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku, maka:

a. Barang siapa yang melanggar ketentuan yang diatur dalam pasal 3, 10
ayat (3), 40 Peraturan Pemerintah ini dihukum dengan hukuman denda
setinggi-tingginya Rp. 7.500,- (tujuh ribu lima ratus rupiah);
b. Pegawai Pencatatan melanggar ketentuan yang diatur dalam pasal 6, 7,
8, 9, 10 ayat (1), 11,13, 44 Peraturan Pemerintah ini dihukum dengan
hukuman kurungan selama-lamanya 3
(tiga) bulan atau denda setinggi tingginya Rp. 7.500,- (tujuh ribu lima
ratus rupiah).

(2) Tindak pidana yang dimaksud dalam ayat (1) diatas merupakan
pelanggaran.

Selain itu, perlu diperhatikan pula ancaman pidana yang berlaku
terhadap pelaksanaan nikah siri sebagaimana diatur dalam ketentuan
Pasal 280 KUHPidana yang menegaskan :

"Barang siapa mengadakan perkawinan, padahal sengaja tidak memberitahu
kepada pihak lain bahwa ada penghalang yang sah, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun, apabila kemudian berdasarkan penghalang
tersebut, perkawinan lalu dinyatakan tidak sah"

Jadi, singkat kata, meskipun nikah siri, secara agama, dapat dikatakan
sah namun dari segi hukumnya jelas tidak sah dan perlu diingat pula,
kalau anda memaksakan untuk menikah siri, terlebih dengan orang asing,
hukum tidak akan dapat melindungi hak-hak anda. Tidak itu saja, hukum
juga tidak akan dapat melindungi hak-hak anak hasil perkawinan tersebut


--
Posting oleh NM. WAHYU KUNCORO, SH ke Konsultasi Hukum Gratis pada
6/22/2010 08:05:00 PM

Kirim email ke