Ratusan kontainer tertahan, pebisnis Jatim rugi puluhan miliar
SURABAYA, kabarbisnis.com:
Masih tertahannya ratusan kontainer milik importir di Pelabuhan Tanjung
Perak membuat pengusaha di Jatim meradang. Kalkulasi awal menunjukkan,
mereka merugi puluhan miliar rupiah.



"Kami sudah berkoordinasi dengan beberapa asosiasi usaha. Kerugian bisa
mencapai puluhan miliar rupiah. Itu kerugian dari sisi pembengkakan
biaya di pelabuhan saja, belum termasuk kerugian karena molornya proses
produksi karena bahan baku maupun mesin yang diimpor tertahan. Data
lengkapnya kami selesaikan Senin pekan depan untuk kemudian kami
jadikan bahan mengirim surat ke Menteri Keuangan dan Kapolri. Gubernur
Jatim juga akan ditembusi," ujar Wakil Ketua Umum Kadin Jatim Dedy
Suhajadi seusai berkoordinasi dengan delapan asosiasi usaha terkait
masalah kepelabuhanan di kantor Kadin Jatim, Bukit Darmo Golf,
Surabaya, Jumat petang (23/7/2010).



Seperti diketahui, ratusan kontainer milik importir kini tertahan di
Tanjung Perak karena Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai
Tanjung Perak enggan mengeluarkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang
(SPPB). Proses penerbitan SPPB yang biasanya hanya tujuh hari kini bisa
molor sampai sebulan. Bea dan Cukai beralasan kekurangan tenaga
pemeriksa dan telah menjalankan prosedur normal. Namun, pengusaha
menengarai ada permainan untuk mengeruk uang dari para importir.



Kekisruhan itu makin bertambah rumit karena para importir merasa pihak
kepolisian turut campur dengan melakukan intervensi berlebihan yang tak
perlu, seperti memeriksa barang dan dokumen yang sebelumnya juga sudah
diperiksa pihak Bea dan Cukai. 



"Bahkan, polisi sampai melihat manifes atau surat muatan yang di
dalamnya bisa diketahui identitas pemilik barang. Ada juga yang tanya
ini bayarnya dari mana. Itu kan tidak perlu karena bayar-membayar
barang kan urusan pengusaha," ujar salah seorang importir yang 140
kontainernya masih tertahan, Muhammad Zakky. 



Data Terminal Petikemas Surabaya menyebutkan, per 23 Juli, kontainer
yang telah tertahan selama 7-15 hari mencapai 2.139, yang tertahan
16-21 hari mencapai 754 boks, dan yang sudah tertahan 21-30 hari
mencapai 554. ”Dari jumlah tersebut, semula hanya yang 554 itu yang
molor. Akhirnya semuanya ikut molor dan tersendat,” ujar Ketua Gabungan
Forwarder, Ekspedisi, dan Penyedia Jasa Layanan Logistik Indonesia
(Gafeksi) Azis Winanda.



Dedy mengatakan, kerugian utama adalah terhambatnya proses produksi
karena bahan baku tertahan di Tanjung Perak. Akibat tertahannya barang
impor tersebut, proses produksi terhambat. Otomatis pengiriman barang
ke mitra atau konsumen juga molor. Jadwal pengiriman barang dengan
susah payah harus dikalkulasi ulang, baik dengan mitra dalam maupun
luar negeri. Kini para importir menghadapi ancaman putus kontrak dari
para mitranya karena molornya pengiriman barang tersebut. 



Belum lagi biaya akan membengkak karena melambungnya biaya demurrage.
Demurrage adalah biaya yang harus dibayarkan karena proses bongkar-muat
melebihi kesepakatan semula dengan perusahaan perkapalan. Untuk
kontainer 20 feet, misalnya, biayanya mencapai US$10 per hari dan untuk
40 feet bisa mencapai US$20 per hari. Itu pun ada aturan biaya
progresif, yaitu semakin lama tertahan, maka pembayaran ke perusahaan
perkapalan juga semakin besar. 



”Untuk yang special equipment seperti river container, biayanya jauh
lebih besar. Kalikan saja itu dengan ratusan kontainer yang ada.
Pengusaha benar-benar dihajar, maunya apa pemerintah? Kita disuruh
produktif, tapi kelakuan pemerintah, dalam hal ini Bea dan Cukai,
sangat tidak masuk akal. Katanya 24 jam 7 hari, semuanya omong kosong,”
ujar Wakil Ketua Gafeksi Ayu S. Rahayu.



Timbulkan ekonomi biaya tinggi



Ketua Komite Tetap Kadin Jatim Bidang Pengendalian Impor Juddy Poerwoko
mengatakan, hal tersebut menimbulkan ekonomi biaya tinggi (high cost
economy) bagi importir. Harga barang jadi melonjak. ”Setelah tertahan,
harga barang meningkat 70% dari FOB-nya (harga di negara asal).
Bagaimana daya saing industri kita bisa meningkat kalau importir
diperlakukan seperti ini?” keluh Juddy.



Juddy mengatakan, barang impor yang tertahan mayoritas adalah bahan
baku yang digunakan untuk proses produksi di dalam negeri. Saat ini
sekitgar 60% barang impor masih merupakan bahan baku. Adapun sisanya
adalah barang konsumsi yang langsung dipasarkan di Indonesia.



”Ada dua jenis importir, yaitu importir produsen dan importir umum atau
trading. Namun, yang importir umum juga memasok bahan baku untuk
produsen. Sekarang UKM-UKM di daerah sudah kesulitan bahan baku,”
ujarnya.



"Kalau memang kurang tenaga, ya Bea dan Cukai mesti menambah personel.
Sekarang ini kok malah berlenggak-lenggok dan seperti sengaja
memperlama proses," ujar Juddy. kbc5
http://www.kabarbisnis.com/industri/2813446-Ratusan_kontainer_tertahan__pebisnis_Jatim_rugi_puluhan_miliar.html

Pengusaha prihatin lemahnya koordinasi pelabuhan
            SURABAYA, kabarbisnis.com:
Para pengusaha di Jatim menyesalkan lemahnya koordinasi jajaran
Pelabuhan Tanjung Perak terkait masalah importasi yang menyebabkan
ratusan kontainer berisi barang impor tertahan.



”Kami menyesalkan dan sangat prihatin dengan hal tersebut.
Barang-barang impor yang tertahan ini terkait dengan perekonomian
nasional karena mayoritas adalah bahan baku yang digunakan untuk proses
produksi. Bahkan, 50% importir di sini juga tercatat sebagai anggota
GPEI (Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia, Red) karena mereka mengimpor
sebagian bahan baku untuk produksi, lalu diekspor lagi. Ini kan terkait
dengan neraca perdagangan, berkaitan dengan devisa negara,” ujar Wakil
Ketua Umum Kadin Jatim Dedy Suhajadi seusai berkoordinasi dengan
delapan asosiasi usaha terkait masalah kepelabuhanan di kantor Kadin
Jatim, Bukit Darmo Golf, Surabaya, Jumat petang (23/7/2010). 



Seperti diketahui, ratusan kontainer milik importir kini tertahan di
Tanjung Perak karena Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai
Tanjung Perak enggan mengeluarkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang
(SPPB). Proses penerbitan SPPB yang biasanya hanya tujuh hari kini bisa
molor sampai sebulan. Kekisruhan itu makin bertambah rumit karena para
importir merasa pihak kepolisian turut campur dengan melakukan
intervensi berlebihan yang tak perlu, seperti memeriksa barang dan
dokumen yang sebelumnya juga sudah diperiksa pihak Bea dan Cukai. 



”Instansi-instansi ini tidak terintegrasi dalam mendukung peningkatan 
perekonomian nasional,” ujar Dedy.



Ketua Komite Tetap Kadin Jatim Bidang Pengendalian Impor, Juddy
Poerwoko, menengarai hal ini karena pemerintah tetap berusaha
menggenjot penerimaan dari Bea dan Cukai. ”Memang ada ACFTA, tapi
seperti kepalanya saja yang dilepas, sedangkan ekornya dipegang erat.
Bea dan Cukai tetap dibebani target penerimaan meski secara fakta
penerimaan mereka bakal susut besar karena ada perjanjian perdagangan
bebas,” ujar Juddy.



Berdasarkan catatan kabarbisnis.com,
Direktorat Bea dan Cukai Kementerian Keuangan per semester I/2010 sudah
mengantongi penerimaan Rp43,441 triliun atau melampaui target semester
I/2010. Jumlah itu sudah mencapai 52,84% dari target di APBN-P 2010
yang sebesar Rp 82,2 triliun. 



Secara terpisah, Corporate Public Relations PT Terminal Petikemas
Surabaya (TPS) Wara Djatmika mengatakan, per 23 Juli, kontainer yang
telah tertahan di TPS selama 7-15 hari mencapai 2.139, yang tertahan
16-21 hari mencapai 754 boks, dan yang sudah tertahan 21-30 hari
mencapai 554.



Yard occupancy ratio (YOR) atau tingkat isian di terminal pada Sabtu,
Minggu, dan Senin lalu sempat mencapai 105%. Padahal, YOR impor
maksimal adalah 68%. ”YOR pada Rabu sudah 80%, Kamis 75%, dan Jumat
hari ini 68%,” ujar Wara.



YOR turun bukan berarti karena kontainer yang tertahan sudah bisa
dikeluarkan, namun karena ratusan kontainer dipindahkan ke jalur lain. kbc5
http://www.kabarbisnis.com/aneka-bisnis/2813447-Pengusaha_prihatin_lemahnya_koordinasi_pelabuhan.html

Importir keluhkan ratusan kontainer yang tertahan
            SURABAYA, kabarbisnis.com:
Para importir di Jatim mengeluhkan barang impornya yang masih tertahan
di Pelabuhan Tanjung Perak. Jumlahnya mencapai ratusan kontainer. Itu
karena Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tanjung Perak
tidak mengeluarkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).



Wakil Ketua Gabungan Forwarder dan Ekspedisi Indonesia (Gafeksi) Jatim
Ayu S. Rahayu mengatakan, ratusan kontainer itu sudah tertahan dalam
satu bulan terakhir. ”Ini bukan hanya merugikan importir, tapi juga
konsumen secara umum karena proses produksi menjadi terhambat,” ujar
Ayu di Surabaya, Rabu (21/7/2010).



Biasanya, kata Ayu, dalam tujuh hari SPPB sudah diterbitkan. Namun,
saat ini SPPB baru keluar dalam 30 hari. Proses pemeriksaaan berjalan
sangat lambat. Untuk jalur merah, yaitu impor barang-barang berisiko
tinggi, setelah pengajuan pemeriksaan fisik, biasanya dua hari langsung
tertangani.



"Namun, sekarang itu baru ditangani setelah tujuh hari. Katanya Bea
Cukai kekurangan tenaga pemeriksa dan sudah ditambah, tapi tetap saja
sangat lambat," keluh Ayu.



Dia mengatakan, akibat tertahannya barang impor tersebut, proses
produksi terhambat. Otomatis pengiriman barang ke mitra atau konsumen
juga molor. Para importir terancam diputus kontrak oleh para mitranya
karena molornya pengiriman barang tersebut.



Belum lagi biaya akan membengkak karena melambungnya biaya demurrage.
Untuk kontainer 20 feet, misalnya, biayanya mencapai US$10 per hari dan
untuk 40 feet bisa mencapai US$40 per hari. Itu pun ada aturan biaya
progresif, yaitu semakin lama tertahan, maka pembayaran ke perusahaan
perkapalan juga semakin besar. Belum lagi biaya penyimpanan (storage)
yang mencapai Rp40.000 per hari. 



”Tinggal dikalikan saja itu ke ratusan kontainer. Barang saya saja
sebulan baru keluar SPPB-nya. Kalau saya bisa adjustment harga, mungkin
tidak masalah. Tapi ini sudah kontrak di harga tertentu. Otomatis saya
rugi. Impas saja saya sudah bersyukur,” ujarnya.



Salah seorang importir, Muhammad Zakky, juga mengeluhkan hal yang sama.
Biasanya, dalam tujuh hari sudah keluar SPPB. Namun, saat ini sudah
sebulan barang impor masih tertahan. ”Punya saya ada 140 kontainer yang
tertahan. Semestinya Bea Cukai menyelesaikan problem internalnya,
jangan menyalahkan importir,” ujar importir permesinan itu.



Para pengusaha menengarai, kasus penyelundupan kayu lapis dari China
yang melibatkan pegawai Bea Cukai di Tanjung Perak telah membuat
pelayanan di sana kelewat hati-hati. Semestinya hal itu tidak berimbas
ke importir lain. 



”Banyak importir yang jujur. Satu yang nggak jujur, kini Bea Cukai kok
malah terkesan sok memperketat verifikasi dokumen sampai pengecekan
fisik. Pengetatan boleh, tapi jangan mengabaikan kecepatan layanan,”
ujar Zakky. kbc5
http://www.kabarbisnis.com/perdagangan/2813384-Importir_keluhkan_ratusan_kontainer_yang_tertahan.html

Barang impor tertahan, Kadin surati gubernurSURABAYA, kabarbisnis.com:
Ratusan kontainer barang impor yang masih tertahan di Pelabuhan Tanjung
Perak Surabaya karena Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai
Tanjung Perak tidak mengeluarkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang
(SPPB) membuat para pengusaha geram. Kamar Dagang dan Industri (Kadin)
Jatim akan segera berkirim surat ke Gubernur Jatim untuk meminta
bantuan penyelesaian.



”Secara resmi kami akan segera berkirim surat ke gubernur karena
beberapa kali dialog dengan Bea dan Cukai belum membuahkan hasil.
Kenyataannya, sudah sebulan ini ratusan kontainer tertahan di sana,”
ujar Wakil Ketua Umum Kadin Jatim Dedy Suhajadi kepada wartawan di
Surabaya, Rabu (21/7/2010).



Dedy mengatakan, Kadin akan mengumpulkan para pelaku usaha dan asosiasi
usaha untuk mendapatkan data pasti berapa ratus kontainer yang
tertahan. ”Sudah ada yang melapor ke Kadin, tapi belum semuanya. Kami
terus berkoordinasi,” ujarnya.



Ketua Komite Tetap Kadin Jatim Bidang Pengendalian Impor, Juddy
Poerwoko, menambahkan, dirinya sudah bertemu dengan pihak Bea dan
Cukai. Mereka mengatakan melakukan prosedur seperti biasa dan tidak ada
maksud untuk menahan ratusan kontainer tersebut.



”Bilangnya mereka karena ini ada pemeriksaan fisik, ada verifikasi
dokumen, dan sebagainya. Tapi semestinya kan tidak selama ini.
Sebelumnya juga tidak selama ini, bahkan sampai sebulan,” ujar mantan
ketua Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (Ginsi) Jatim
tersebut. kbc5

http://www.kabarbisnis.com/perdagangan/2813395-Barang_impor_tertahan__Kadin_surati_gubernur.html



      

Kirim email ke