Redenominasi Memang Tidak Bisa Dicegah Tapi Keharusan !!!
                                           
Nominal besaran mata uang rupiah sudah keterlaluan, sudah mengganggu, dan sudah 
menyulitkan perekonomian negara itu sendiri.  Oleh karena itu untuk 
memperbaikinya memang satu2nya jalan adalah "redenominasi" yang artinya 
dikecilkan nominalnya untuk mempermudah aktivitas perekonomian.

Yang menjadi masalah disini bukanlah "Redenominasi" itu sendiri, melainkan 
kenapa besaran nominal ini enggak bisa dikontrol sehingga harus di redenominasi 
sampai ketiga atau keempat kalinya ini.  Karena kalo sekarang di 
"redenominasi", maka nantinya setelah 30 tahun kemudian akan kembali 
diredenominasi karena nominalnya juga makin membesar.

Singkat saja "redenominasi" ini tidak akan menghentikan inflasi melainkan akan 
merangsang inflasi terjadi lebih cepat, merangsang inflasi berkembang pesat dan 
makin merusak kemampuan rakyat dalam memperbaiki maupun mempertahankan simpanan 
dan income-nya.  Meskipun begitu, "redenominasi" ini merupakan bagian daripada 
usaha memperbaiki dan mengontrol inflasi, namun penyebab "redenominasi" ini 
juga sumbernya adalah "inflasi" itu sendiri.

Sosialisasi terhadap "redenominasi" sebenarnya tidak perlu kalo memang tidak 
merugikan masyarakat.  Jadi pada hakekatnya "redenominasi" nanti dipastikan 
merugikan masyarakat sehingga perlu dilakukan sosialisasi.

Kebiasaan pemerintah membohongi rakyatnya, menyatakan redenominasi tidak 
merugikan kegiatan ekonomi ternyata tidaklah benar, disemua negara yang telah 
dan pernah melakukan redenominasi termasuk di Indonesia ini telah merugikan 
rakyatnya.

Redenominasi adalah mengeluarkan uang baru yang nominalnya lebih kecil tapi 
nilainya tetap sama.  Tetapi meskipun nilainya tetap sama namun dalam proses 
penarikan, penukaran, atau transaksinya tetap ada fee, ada biaya 
administrasinya, persis kalo anda beli dollar berbeda harganya kalo anda jual 
lagi dollarnya.  Disini ada selisih pertukaran uang tadi meskipun nilainya 
tetap sama.

Misalnya, anda beli satu dollar seharga Rp10500, kemudian anda jual lagi 
harganya turun karena anda cuma menerima Rp9500, dalam hal ini nominal nilai 
dollarnya tetap sama yaitu sama2 satu dollar.  Jadi dengan nominal nilai yang 
sama ini anda sudah dirugikan Rp 1000 sebagai biaya fee dari transaksi jual 
beli dollar ini.

Demikianlah, "Redenominasi" ini sama dengan jual beli dollar, namun yang dijual 
beli ini bukan dollar melainkan "Rupiah Baru".

Pemerintah akan mengedarkan uang rupiah baru 1 Rpb = 1000 Rpl

Rpb = Rupiah baru
Rpl = Rupiah lama

Jadi untuk mendapatkan Rp 1(Rpb), anda harus membayarnya Rp 1100(Rpl), 
sedangkan untuk Rupiah lama tentunya tidak ada mau menerimanya lagi.  
Akibatnya, dalam perekonomian terjadi udak2an harga, di-bolak balik konversi 
harga pertukarannya makin naik sementara nilai nominalnya tetap sama.  Para 
pedagang menetapkan harga barang yang dijualnya dengan Rpb, sebaliknya gaji 
anda yang nilainya adalah Rpl nantinya akan dibayar dengan uang baru yang 
nilainya pasti lebih kecil kalo dikonversikan ke Rpl.  Jadi kalo gaji anda 
sebulan adalah Rp 11 juta (Rpl), maka setelah dikonversikan ke rupiah baru, 
maka gaji anda dibayar hanya Rp 10000 (Rpb).  Tapi kalo anda tetap minta 
dibayar dengan rupiah lama, maka anda akan terima tetap sama yaitu Rp 11 juta.

Jadi sebelum pemberlakuan redenominasi ini, para pedagang sudah menaikkan harga 
barangnya dalam rupiah lama untuk antisipasi dimulainya redenominasi nantinya.  
Pada waktunya redenominasi mulai berlangsung, maka konversinya untuk uang baru 
akan kembali dinaikkan lagi harganya.  Hal ini juga dilakukan oleh pemerintah 
sendiri, sehingga merangsang kejar2an nilai untuk menghindari kerugian.  
Akibatnya adalah merangsang inflasi dengan menaikkan harga2 sampai redenominasi 
berakhir yaitu ditariknya semua uang lama dan dinyatakan rupiah lama sudah 
tidak berlaku lagi.

Setelah redenominasi dinyatakan berakhir, maka nominal rupiah baru juga akan 
menggelembung kembali yang nantinya 30 tahun kemudian perlu lagi dilakukan 
"redenominasi".

Ny. Muslim binti Muskitawati.




Kirim email ke