Soal Pipa Kodeco, Kadin Jatim Tengarai Ada Penyimpangan                         
   
                                                    
                            Sabtu, 04 September 2010 16:59:10 WIB               
             

                             Reporter :
                            Deni Ali Setiono                            

                            

                            
                            Surabaya (beritajatim.com) -
Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Jatim menengarai ada dugaan
penyimpangan, korupsi dan kolusi pada pembangunan pipa gas Kodeco.

Apalagi,
seperti diberitakan sebelumnya, Kepala Divisi Manajemen Proyek BP Migas
Iwan Ratna mengungkapkan bahwa pemerintah dan konsumen gas berpotensi
kehilangan uang Rp 2 triliun akibat penyelesaian polemik pipa gas bawah
air (PGBA) Kodeco.

Angka Rp 2 triliun itu dihitung dari biaya
proses menanam PGBA hingga minus 19 meter di bawah permukaan terendah
air (low water spring/ LWS), pembangunan jalur pipa baru, potensi
kehilangan pendapatan negara, hingga biaya yang harus dikeluarkan
konsumen karena terhentinya pasokan gas untuk sementara.

"Jika
pemasangan pipa gas bawah air (PGBA) Kodeco tidak melintang di Alur
Pelayaran Surabaya Barat (APBS), itu tentu tidak akan membahayakan
jalur pelayaran di Pelabuhan Tanjung Perak. Artinya, tidak akan pernah
ada potensi kerugian Rp 2 triliun lebih," tegas Ketua Umum Kadin Jatim
La Nyalla M. Mattalitti.

Oleh sebab itu, Nyalla sangat
menyesalkan pernyataan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan
Gas Bumi (BP Migas) tentang potensi kerugian pemerintah serta konsumen
pada saat pembangunan jalur baru pipa gas Kodeco jika benar-benar
dilaksanakan. Apalagi, hal itu dinilai ada usaha membangun opini bahwa
kerugian tersebut muncul akibat tuntutan masyarakat Jatim.

La
Nyala kembali menegaskan, potensi kerugian semacam itu tidak pernah ada
jika sejak awal Kodeco memasang PGBA sesuai peraturan keamanan alur
pelayaran. "Bahkan dapat menguntungkan secara berkelanjutan," katanya.

Kadin
yang mewakili dunia usaha di Jatim memang mengkhawatirkan dampak posisi
pipa gas Kodeco yang saat berada di minus 10 meter permukaan terendah
air (low water spring/LWS) alur pelayaran. Demi alasan keamanan, saat
ini hanya kapal dengan lambung maksimal minus 8,5 LWS yang boleh
memasuki Pelabuhan Tanjung Perak. Hal itu bertujuan untuk menghindari
terbenturnya lambung kapal dengan pipa maupun gesekan dari arus laut
saat kapal berlayar.

Posisi PGBA Kodeco yang semacam itu juga
dinilai memberikan dampak negatif bagi perekonomian Jatim. Di hadapan
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa, Gubernur Jawa
Timur Soekarwo pernah memaparkan inefisiensi perekonomian Jatim yang
mencapai 40-50 persen akibat posisi pipa gas Kodeco.Inefisiensi itu
terkait dengan terganggunya arus bongkar muat kapal di Pelabuhan
Tanjung Perak.

Menurut gubernur, kapal-kapal yang mengangkut
kontainer hingga 5.000 Teus harus menunggu dua hingga tiga hari untuk
bisa melintasi perairan di atas pipa tersebut. Itu pun harus dalam
situasi air laut pasang. Karen itu, Soekarwo meminta segera dibangun
jalur pipa gas baru.

Jika tiba-tiba BP Migas mengatakan ada
potensi kerugian Rp 2 triliun akibat pembuatan jalur baru itu, La
Nyalla menilai ada unsur kesengajaan membangun opini seolah-olah
tuntutan Jatim tersebut keliru dan merugikan negara.

Karena itu,
dia bertekad untuk mengusut proses awal pemasangan pipa Kodeco di APBS
yang diduga melanggar aturan dan membahayakan aktivitas pelayaran.
"Siapa yang sebenarnya melanggar aturan. Kami akan mencocokkan titik
koordinat pemasangan pipa Kodeco tersebut," tegasnya. [kun]
http://www.beritajatim.com/detailnews.php/1/Ekonomi/2010-09-04/76552/Soal_Pipa_Kodeco,_Kadin_Jatim_Tengarai_Ada_Penyimpangan


Kadin Minta KPK Periksa Kasus Kodeco                             
                                                    
                            
                              
                                 
                                 
                              
                                                          
                          
                                                  
                            Senin, 06 September 2010 17:11:05 WIB               
             

                             Reporter :
                            Ainur Rohim                            

                            

                            
                            Surabaya (beritajatim.com)--
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur (Jatim) melihat adanya
ketidakberesan tentang kasus pemasangan pipa milik PT Kodeco Energy
Ltd. yang melintas di Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS). 


Pasalnya, pemasangan pipa yang melintang tersebut jelas-jelas telah
melanggar Keputusan Menteri pertambangan dan Energi Nomor
300.K/38/M.PE/1997 dan melanggar aturan Safety of Life at Sea (SOLAS)
tahun 1997 tentang keselamatan pelayaran.

 Sementara itu, dalam
pelaksanaannya, ternyata pemasangan pipa Kodeco yang memotong tepat di
Kilometer Point (KP) 35-36 dan KP 44-46 tersebut tetap dilaksanakan dan
telah mendapatkan ijin, baik dari pihak BP Migas maupun dari Dirjen
Perhubungan Laut. 

 Akibatnya, seluruh masyarakat Jawa Timur
telah dirugikan karena arus transportasi ekonomi di pelabuhan Tanjung
perak menjadi terkendala. 

 "Kalau dari awal pemasangan pipa
sesuai dengan aturan yang telah direkomendasikan, pasti tidak akan
terjadi kerugian ini. Dan kami menengarai ada ketidakberesan pada saat
pertama kali pipa dipasang. Karena Jatim, baik gubernurnya maupun
instansi lainnya tidak pernah diberitahukan tentang pemasangan ini.
Tahu-tahu pipa sudah dipasang di posisi yang membahayakan. Untuk itu,
KPK harus turun tangan dalam kasus ini," kata Ketua Umum Kadin Jatim,
La Nyalla Mahmud Matalitti ketika ditemui di Graha Kadin Jatim,
Surabaya, Senin (6/9/2010).

 Menurut Nyalla, kondisi ini sangat
memprihatinkan mengingat BP Migas dan Kodeco saat ini seolah melempar
tanggung jawab dan keberatan utnuk melakukan pemindahan pipa atas
desakan masyarakat Jatim. Untuk itu, Kadin Jatim juga meminta kepada
pihak BP Migas untuk melakukan transparansi dalam persoalan production
shaaring contrac (PSC) atas proyek Kodeco.

 "Kalau sudah tahu
isi PSC Kodeco, kita akan bisa mengerti semuanya. Siapa sebenarnya yang
memegang PSC ini, apakan Kodeco ataukah pihak BP Migas. Sebab, sejauh
ini BP Migas selalu memojokkan desakan Jatim untuk merelokasi pipa
dengan alasan biaya dan kerugian negara jika pemindahan dilakukan.
Sementara jika terjadi sesuatu, rakyat Jatim yang harus menanggung
semuanya. Jangan seenaknya menyedot minyak atau gas dan mengambil
keuntungan sebesar-besarnya dari sini, sementara kerugiannya ditimpakan
kepada masyarakat Jatim. Ini tidak adil," tegas Nyalla.


Sementara saat ini, untuk memberikan solusi jangka pendek, pihak Kodeco
dan BP Migas berjanji akan melakukan pendalaman pipa hingga minus 19
Low Sring water (LWS) yang akan selesai pada pertengahan Desember 2010
besok. Sementara pemindahan pipa dengan membuat jalur baru akan
dilakukan setelah pendalaman selesai dilakukan.

 Proses
pendalaman yang rencananya akan dilakukan mulai tanggal 21 September
hingga 24 Oktober untuk pipa yang melintas di KP 35-36 dan pada tanggal
26 Oktober sampai 16 Desember untuk pipa yang melintas di KP 44 dan
KP46 menyisakan berjuta pertanyaan.

 Diungkapkan Anggota Tim
Pengawas Pipa Kodeco Kadin Jatim, I Made Widiyasa, proses pendalaman
pipa yang akan dilakukan Kodeco masih belum sepenuhnya aman dan
berhasil dilakukan. Karena pada kenyataannya kondisi arus di APBS
sangat deras, sehingga posisi alat hydro digger yang akan digunakan
melakukan pengerukan dan pendalaman pipa tersebut dipastikan tidak akan
bisa sinergi dan lurus dengan pipa karena dorongan arus.

 Selain
itu, kapal Lady Cristina yang akan digunakan dipastikan akan berada
tepat di tengah jalur APBS, padahal data dari Adminsitrator Pelabuhan
(Adpel) Tanjung Perak, menunjukkan ada sekitar 100 unit kapal yang akan
melintas di alur tersebut. 

 "Ini bagaimana bisa dilaksanakan,
apakah pada saat melakukan pekerjaan tersebut kapal yang akan melintas
harus berhenti ataukah pekerjaannya yang harus berhenti saat ada kapal
ada yang melintas. Karena baik Kodeco maupun BP Migas memastikan
pekerjaan tersebut tidak akan mengganggu alur. Ini soal waktu dan
ketepatan jadwal. Dan kami tidak bermaksud untuk menghalangi proses
pendalaman, namun kami ingin memastikan keamanan dan keberhasilannya.
Karen tidak ada rencana B jika pendalaman tidak berhasil dilakukan,"
ungkap I Made Widiyasa.

 Hingga saat ini, lanjutnya, kesepakatan
siapa yang harus bertanggung jawab jika terjadi kecelakaan saat
pendalaman pipa juga masih simpang siur. Usulan pembentukan Tim
Pengawasan Keselamatan Pelayaran masih dalam pembahasan, dan Kodeco
maupun BP Migas belum tegas menyatakan mau bertanggungjawab dan
menanggung biayanya.

 "Malah BP Migas menyatakan bahwa kita
harus berbagi tanggung jawab. Ini sangat ironi karena selama ini kami
memandang BP Migas selalu melindungi Kodeco dan tidak mengindahkan
Jatim. Untuk itu, kami protes keras terhadap perlakuan BP Migas
terhadap Jatim ," tambah Wakil Ketua Umum Kadin Jatim Bidang ESDM,
Nelson Sembiring. [air]
http://www.beritajatim.com/detailnews.php/1/Ekonomi/2010-09-06/76771/Kadin_Minta_KPK_Periksa_Kasus_Kodeco_


      

Kirim email ke