Agamaku juga mengajarkan untuk menghormati ortu. Tetapi, aku juga sudah beberapa kali diberitahu bahwa menghormati ortu tidak berarti menuruti SEMUA permintaan ortu. Yang menasehati aku seperti ini adalah orang2 yang sudah menjadi orangtua dan tergolong rohaniawan.
Jangankan berdasarkan pengalaman orang2 lain, berdasarkan pengalamanku sendiri, nasehat/petunjuk/saran/perintah ortu TIDAK SELAMANYA membawa kebahagiaan. Aku sudah beberpa kali mengalami mengalami mengikuti nasehat ortu dan hasilnya malah 180 derajat kebalikan dari yang diharapkan. Aku juga pernah memperjuangkan suatu hal yang ditentang ibuku dengan cara yang tidak kurang ajar tetapi tegas bahwa keputusanku itu sudah bulat. Akhirnya diterima juga. Aku malah bertanya-tanya, apakah justru tidak malah jadi salah (dosa?) jika kita membabi buta mengikuti perintah ortu? Bukankah itu berarti mendewakan ortu? Ortu kan manusia juga. Tidak luput dari salah. Yang punya kuasa penuh atas hidup kita kan Tuhan, bukan ortu. Memang benar, ortu adalah perwakilan dari Tuhan atas kita. Tetapi, kembali lagi, ortu adalah manusia jua yang tak luput dari salah dan khilaf. Bukti konkrit: ortu perkosa atau bunuh anak sendiri. Kalau hal seperti ini saja cukup sering ceritanya kita dengar, masakan tidak mungkin ortu bikin keputusan yang salah untuk anaknya? Kalau boleh beri saran, selain mempertimbangkan apa kata ortu, cobalah minta pendapat dari orang2 lain yang kamu pandang cukup dewasa, sehubungan dengan pekerjaan baru kamu ini. Coba tanya apa pendapat sodara (Oom, Tante, kakak, sepupu, dsb.) yang cukup kenal kamu. Tanyakan pada teman2 dekat, pada pembimbing rohanimu. Dan yang terpenting, kamu sendiri harus berdoa, apa kehendak Tuhan buat kamu. Minta ditunjukan jalan. Kalau sebagian besar atau bahkan semuanya memberikan tanggapan positif, jalan terus saja! Pada akhirnya, di akhir hidupmu, kamu sendiri yang harus mempertanggungjawabkan hidupmu di hadapan Tuhan, bukan ortumu! Kalau kamu mengambil jalan yang salah, kamulah yang akan ditanyai, dihakimi. Bukan ortumu! --- In curhat@yahoogroups.com, arie havani <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Aku lagi sedih, bingung dan gak tahu musti ambil tindakan apa. > Ceritanya, aku dapat panggilan kerja untuk jadi pengawas di sebuah tambak udang di daerah Sulawesi sana. aku lulusan sarjana perikanan/pertanian, otomatis arahnya pasti jadi orang lapangan. Tapi yang aku sayangkan, orang tua terutama ibuku tidak mengizinkan dan bahkan melarang, beliau penginnya aku jadi orang kantoran, bukan kerja dilapangan. Di matanya orang lapangan itu mirip gembel, nggak punya masa depan pasti, dll dll. Padahal bukannya konsekuensi dari dulu, kalo aku ambil kuliah perikanan ya mestinya aku terjun ke lapangan donk!!. > Lucunya, keputusan untuk kuliah di perikanan ya dari ortuku sendiri, terutama ayah. Salahku, aku bukan anak yang punya pendirian seh, istilahnya cap nurut, nurut sana nurut sini. Ketidak tahuanku dimanfaatkan ke-otoriter-an orang tuaku. Kadang aku sering diledekin "anak mami", dll dll. Atasanku yang dulu aja bilang gitu. > Aku punya prinsip, kalo kita nurut sama ortu pasti hidup kita bahagia. Hidup kita akan makmur, akan tenang, akan bahagia dan akan akan lainnya. Bukankah itu yang dijanjikan Tuhan..? tapi nyatanya, saat ini aku lebih mirip pecundang di rumah sendiri. > Adikku sudah sukses dengan pekerjaannya dan tahun depan akan menikah. Adikku yang satu lagi sudah tugas akhir, dan melihat konsentrasi studinya (IT) mungkin dia tidak mengalami kesulitan berarti. Lapangan kerja IT lagi luas. Lalu aku..? > Sering aku sedih dan menangis dalam hati, setiap hari aku harus bangun di rumah yang orang memandangku dengan pandangan sinis, kasihan dan semacamnya. Kadang aku su'udzon sama Tuhan, kenapa ya aku hidup menderita terus..? Sebagai orang yang ta'at agama, ada saat dimana aku bisa tegar. Tapi ada juga saat dimana aku frustasi dan nyaris gila. Iya, bukannya sumber orang gila di negeri ini berasal dari frustasi karena nggak dihargai di lingkungannya, keluarga misalnya...? > Pernah aku punya pikiran untuk melawan ortu, artinya work must go on..aku tetap pada pendirianku, pergi dari rumah dan mengambil pekerjaan lapangan seperti itu. Aku yakin dan sanggup mengatasi kendala di lapangan, karena aku bukan orang manja, toh semasa kuliah hal2 seperti itu (panas, di daerah terpencil) bukan masalah buatku. Tapi Ortu..? satu lagi yang aku kuatirkan, jika aku tetap pada pendirianku, artinya kan aku kerja dibawah bayang2 ketidak ridho-an ortuku. Dan itu setali tiga duit, pada akhirnya hidupku toh menderita lagi. > Apa birrul walidain (ketaatan dan bakti pada ortu) masih relevan di jaman sekarang? Aku malah sering melihat tidak sedikit anak di jaman sekarang yang menderita karena (kebodohan) ortunya sendiri. Ada anak yang jadi perawan tua karena ortunya banyak menghalang2i jodohnya, calon suaminya dipersulit dengan permintaan yang aneh2, toh ada juga ortu yang kasar dan tukang pukul sama anaknya sendiri, terakhir aku lihat di berita kriminal bapak bacok anaknya sendiri. Masih relevankah kawan..? :-(( dan apa yang bisa dilakukan terhadap ortu semacam itu...? > Tidak apa2 kalo ada yang ingin menasihati dgn kacamata agama, INsyaAllah aku masih terima (walo dengan gigit jari). Makasih sebelomnya. > > > > > --------------------------------- > Yahoo! FareChase - Search multiple travel sites in one click. > ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/hGu1lB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Milis Curhat The Friendliest Way ... Curhat@YahooGroups.Com Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/curhat/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/