Kalau menurut saya, ada beberapa hal yang harus diluruskan. Terutama soal "target" dan "jangan jadikan menikah sebagai tujuan hidup" . Karena pemikiran seperti ini seringkali menyesatkan.

Pendapat saya begini.

1. Hidup harus ada planning dan target. Tanpa ada planning dan target, berarti kita merencanakan untuk gagal. Bukan masalah target yang harus tercapai, tapi usaha maksimal dan pantang menyerah untuk mencapai target itulah yang penting.

2. Mau tidak mau, menikah itu adalah kebutuhan mendasar. Dan secara naluriah manusia memiliki keinginan untuk menikah serta memiliki keturunan. Orang yang tak punya keinginan dan naluri tersebut, berarti hatinya sudah mati, atau sudah diracuni oleh pemikiran2 yang menyesatkan tentang pernikahan.

3. Kecemasan dan pola pikir negatif tentang pernikahan bisa menyebabkan kegagalan di masa mendatang. Sekali lagi ini adalah tentang "YOU ARE WHAT YOU THINK". Kekuatan pikiran dapat mempengaruhi kehidupan. Jadi kalau ada orang yang takut menikah, ini bisa disebabkan mereka hanya mendengarkan cerita2 negatif tentang pernikahan, tapi tak mau membuka diri untuk mendengarkan cerita2 indah tentang pernikahan dari pasangan yang sakinah. Karena itu sering2lah bertanya pada mereka yang sudah berumah tangga puluhan tahun, dengarkan cerita mereka, dan tips2 mereka untuk menjaga keindahan pernikahan.

4. Kalau saya amati, kebanyakan teman2 saya takut menikah karena dua alasan. Pertama, pertimbangan masalah ekonomi. Takut tidak mampu membiayai anak dan sekolahnya dengan pertimbangan biaya hidup yang semakin tinggi dll. Menikah adalah ibadah. Artinya itu perintah Tuhan. Jika pernikahan itu membuat sengsara, apa mungkin Tuhan menyuruh kita sengsara dengan cara menikah ? apakah dengan menikah kita akan mati ? kekurangan rezeki ? lihat saja, tukang2 becak, tukang sayur, bahkan pemulung yang menikah, apakah mereka mati setelah menikah ? lalu bagaimana dengan rezeki mereka ? mereka tetap saja punya rezeki karena itu sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa. Nah, apalagi kalau kita adalah karyawan kantoran atau orang2 yang punya taraf hidup lebih baik dari mereka, kenapa kita takut untuk menikah. Bahkan binatang pun sudah diberikan rezeki masing2. Kalau kita sudah berburuk sangka pada Sang Maha Pencipta karena takut kekurangan rezeki, bagaimana kita mau dapat rezeki ?
 
5. Kedua, orang takut menikah dengan pertimbangan takut dapat pasangan yang salah. Ketakutan seperti ini akan membuat kita was-was, terlalu memilih2, banyak pertimbangan ini itu, dan akhirnya ada sedikit kekurangan saja akan membuat calon pasangan itu tersisih dari pilihan kita. Jadi tak ada alasan kita mengatakan "Tuhan belum memberikan jodoh buat saya", kalau usaha kita tidak maksimal dan terlalu banyak pilih2. Seperti yang pernah saya utarakan sebelumnya, sebelum hidup satu atap, kita tak akan pernah benar2 tahu siapa pasangan kita. Lamanya masa pacaran dan masa pengenalan bukan jaminan keutuhan rumah tangga di kemudian hari. Banyak orang yang mengaku sudah kenal betul dengan pasangannya selama pacaran, tapi itu semua tak lebih dari kulitnya. Karena masalah selama pacaran dan selama berumah tangga itu jauh berbeda, bukan hanya masalah romantisme semata. Perkenalan sebenarnya adalah pada saat pernikahan. Selain itu, manusia bisa berubah karena keadaan. Termasuk karena menikah. Sifat yang dulunya negatif, bisa hilang karena menikah. Contoh, ada teman saya yang sebelum menikah sudah berpikir bahwa punya anak itu merepotkan karena bayi suka nangis tengah malam, ngompol, dsb. Dia sudah merencanakan kalau nanti punya anak, dia akan serahkan sepenuhnya pada istrinya untuk mengurus anaknya. Tapi kenyataannya, begitu dia punya anak, ternyata dialah yang paling menyayanginya. Begitu sang anak terbangun dan menangis di tengah malam, dia ikut bangun bersama istrinya dan sama2 membelainya dan menenangkannya sampai sang anak tertidur lagi. Kalau sianak ngompol atau buang air besar, justru dialah yang mencebokinya. Dan sekarang dia bilang "ternyata ada kenikmatan sendiri mengurus anak ya".

6. Kadang manusia tidak pernah benar-benar tahu apa yang sebenarnya mereka inginkan. Teman saya mendambakan calon istri yang cantik, minimal D3, punya pekerjaan tetap, dll obsesi yang berlebihan. Kenyataannya ? istrinya berwajah biasa2, cuma lulusan SMA dan hanya menjadi ibu rumah tangga. Tapi ternyata teman saya mendapatkan kedamaian hati dari istrinya ini, bahkan karir teman saya malah meningkat setelah menikah. Artinya apa yang menurut kita baik, belum tentu baik untuk kita, demikian pula sebaliknya, yang buruk menurut kita belum tentu buruk untuk kita.

7. Kalau belum dapat pasangan, sabar saja tidak cukup. Sabar bukan berarti diam menunggu, tapi harus pro-aktif. Kalau anda ingin punya uang, apakah anda akan menunggu uang jatuh dari langit? tentu tidak kan ? karena itu carilah sampai dapat.

8. Bukan berarti tidak boleh memilih2 pasangan. Tapi kita harus realistis dengan melihat siapa diri kita dulu sebelum menilai orang lain. Sah2 saja menginginkan pasangan yang serba "Lebih" dari kita. Tapi ada kalanya kita harus berjuang bersama pasangan untuk mendapatkan "kelebihan" itu. Karena itu sepanjang yang saya tahu, ada dua faktor yang menentukan tingkat kesulitan pencarian jodoh. Pertama masalah kriteria, dan kedua masalah tempat pencariannya. Semakin kita mempermudah kriterianya, semakin mudah pula kita mendapatkannya. Jadi untuk yang kesulitan mencari jodoh, cobalah tentukan kriterianya dulu. Seperti apa orang yang kita inginkan, dan apa yang ingin didapatkan dari orang tersebut. Misalnya pengen punya pasangan yang bodynya atletis. Setelah itu barulah tentukan tempatnya, di fitness centre misalnya. Mencari pasangan melalui komunitas relatif jauh lebih mudah daripada mencari pasangan di jalan raya :)  Tapi sekali lagi, kriteria akan menentukan hasil yang kita dapatkan. Kalau kita hanya menginginkan, kecantikan, ketampanan, atau kekayaan dari pasangan kita, maka kemungkinan besar hanya itulah yang akan kita dapatkan. Belum tentu akan memuaskan keinginan kita yang lain. Misalnya kalau menikah karena "uang" maka mungkin hanya uanglah yang didapat, tapi tidak ada kasih sayang dan kebahagiaan pernikahan lainnya.

Hanya sekedar pendapat, maaf kalau ada yang salah. Kalau ada yang mau mengkritik, menambahkan atau mengkoreksi, saya persilahkan.

Brgds
Gun

On 4/5/06, Retny <[EMAIL PROTECTED]> wrote:



Membebaskan Diri dari Obsesi Menikah
>
>
>            Setelah menyelesaikan kuliah S2 nya di Australia, Becky (29)
> memutuskan untuk bekerja di Indonesia dan melanjutkan salah satu "tujuan
> hidupnya" yaitu mencari suami. Namun pencariannya ternyata tidak mudah,
> akhirnya ia menerima cinta teman sekantornya meski sebenarnya tidak ada
> kecocokan di antara mereka. Tidak mengherankan kalau hubungan mereka
> dipenuhi pertengkaran, tapi Becky tetap bertahan sambil berharap
> kekasihnya itu segera melamar. Sang kekasih akhirnya melamar, tapi bukan
> ke Becky, melainkan wanita lain yang selama ini juga dikencaninya.
>
>
>
>
>       Mungkin kita akan bertanya-tanya, mengapa seorang wanita
> berpendidikan tinggi seperti Becky melakukan hal bodoh dengan
> menghabiskan waktu dengan seseorang yang salah. Masih banyak Becky lain
> di sekitar kita, meski dunia semakin canggih, tetap saja menikah masih
> menjadi tujuan hidup banyak perempuan.  Sebenarnya apa yang menjadi
> motivasi orang-orang yang terobsesi untuk menikah ? yuk, simak uraian
> berikut :
>
>       1. Sindrom "Butuh Pria"
>
>       Banyak wanita berusia pertengahan dua puluhan yang merasa hubungan
> dengan pacarnya tidak seperti yang didambakan. Tapi banyak dari mereka
> memutuskan tetap menikah dengan pasangannya karena merasa tidak bisa
> hidup tanpa pria. Akibatnya terjadi semacam shock di awal pernikahan.
> Menurut Mary Jo Fay, konsultan di situs helpfromsurvivor.com, jika Anda
> memiliki sindrom "butuh pria", ingatlah bahwa orangtua Anda telah
> mengurus Anda dengan baik, berpikirlah dua kali karena berada di bawah
> "asuhan" pasangan yang sebenarnya tidak cocok hanya akan membawa Anda
> dalam hubungan yang tidak sehat.
>
>       2. Target hidup
>
>       Biasanya perempuan selalu menetapkan target pencapaian berdasarkan
> umur, dan dibuat sangat spesifik. Misalnya menikah di usia 23, punya
> anak paling lambat 25 tahun.  Menurut penelitian yang dilakukan oleh
> beberapa psikolog, sebenarnya perempuan, sama halnya dengan pria juga
> takut untuk berkomitmen, tetapi "target-target" tadi menekan mereka.
> Semakin dewasa dan makin luasnya wawasan, biasanya mereka akan melupakan
> target tadi. Bukankah lebih baik menunda pernikahan daripada
> terperangkap dengan orang yang salah ?
>
>       3. Tik Tok
>
>       Jam biologis masih menjadi salah satu faktor mengapa banyak
> perempuan muda memutuskan cepat menikah. Ketika seorang wanita menjalin
> hubungan dengan seorang pria, yang mereka inginkan adalah sebuah
> hubungan yang serius, dalam arti dilanjutkan ke jenjang pernikahan.
> Terlebih jika usia sudah masuk kepala tiga, bayangan menggendong bayi
> sudah menari-nari di kepala.
>
>       4. Lingkungan dan Keluarga
>
>       Hidup dalam masyarakat  yang ikatan kekeluargaannya masih kuat
> seperti di Indonesia tidak selalu enak. Salah satunya adalah tuntutan
> dan desakan dari keluarga besar jika ada salah satu anggota keluarga
> yang belum menikah. Ada sebagian keluarga yang menggangap bercerai masih
> lebih baik "ketimbang" tidak menikah sama sekali. Usia 30 tahun adalah
> angka keramat, jika sampai usia tersebut perempuan belum menikah dan
> tidak ada tanda-tanda menjalin hubungan serius, orang akan berpikir
> apakah ada yang salah.
>
>       5. Uang
>
>       Desakan ekonomi ternyata menjadi salah satu alasan sebagian
> perempuan untuk menikah. Memiliki suami kaya raya, hidup enak tanpa
> perlu bekerja keras masih menjadi impian. Banyak pula yang akhirnya
> bercerai ketika usia perkawinan mereka belum berjalan 5 tahun. Pati
> (35)seorang ibu satu  anak dan sudah bercerai di usia 29 tahun, membagi
> pengalamannya : "meski mantan suami saya berasal dari keluarga kaya,
> tetapi sejak tahun lalu ia berhenti memberi tunjangan pada anak kami.
> Sekarang saya melanjutkan kuliah dan bekerja keras membesarkan anak
> saya, kelak ketika ia akan menikah saya akan memastikan ia menikah
> karena cinta, bukan uang".
>
>       Membuat deadline kapan menikah
>
>       Do's
>
>       Realistis
>
>       Membuat deadline kapan kita akan menikah sah-sah saja, tergantung
> apa motivasi yang melatar belakanginya. Dengan adanya deadline kita akan
> bekerja keras untuk mencapai tujuan, asalkan bukan menikah hanya untuk
> melengkapi tujuan
>
>       Tahu apa yang dicari
>
>       Tanyalah pada diri sendiri ; bagaimana kita ingin menjalani hidup
> ? dengan siapa ? di mana ? setelah semua pertanyaan itu terjawab, siapa
> tahu Anda akan sadar kalau selama ini hanya membuang waktu karena
> berhubungan dengan orang yang salah.
>
>       Hargai target pasangan
>
>       Jika sekarang Anda sudah menemukan Mr.Right tetapi ia belum ingin
> menikah, bersabarlah. Kita tentu tahu kalau pria biasanya takut
> berkomitmen, bukan berarti si dia tak ingin serius, bisa jadi itu karena
> ia sedang menikmati masa-masa berpacaran. Kebanyakan wanita merasa
> dikejar deadline dan takut tidak jadi menikah dengan pasangannya, justru
> yang sebenarnya adalah jika kita terlalu menekan bisa-bisa si dia kabur
> ketakutan. Pernikahan bisa terjadi jika dua belah pihak sudah siap bukan
> ?
>
>       DON'T...
>
>       Menikah menjadi tujuan hidup
>
>       Lebih baik menunda atau bahkan menolak lamaran jika hati kecil
> kita mengatakan tidak, daripada menghabiskan hidup tanpa rasa bahagia.
> Masih ingat kisah Becky di atas bukan ? karena obsesinya untuk menikah
> ia jadi "gelap mata" dengan menjalin hubungan dengan pria yang salah.
>
>       Semua dijadikan beban
>
>       Mari kita andaikan deadline Anda telah lewat dan Anda masih juga
> melajang. Atau misalnya Anda telah menjalin hubungan dengan seorang pria
> yang baik tetapi he's not the one, dan Anda merasa kesal karena merasa
> membuang waktu dengannya. Sebenarnya tidak ada yang sia-sia, jadikan
> pengalaman itu sebagai pelajaran. Itu yang disebut dewasa.  Tidak ada
> yang bisa menggantikan pengalaman hidup dari kesalahan yang pernah kita
> buat, karena dari situ kita justru bisa memilih orang yang lebih baik.
>
>       Lupa bersyukur
>
>       Seringkali kita jadi kecewa dan merasa jadi orang yang paling
> berbahagia dan hidupnya tidak lengkap karena masih melajang. Kita jadi
> lupa kalau kita dikelilingi orang-orang yang sayang dan perhatian ;
> keluarga, sahabat, teman-teman. Ibarat pepatah, karena nila setitik
> rusak susu sebelangga.
>
>       Wanita yang percaya bahwa dirinya tetap manusia yang utuh tanpa
> pria, tetapi juga menikmati hidup dan membaginya dengan pria telah
> terbukti memiliki perasaan yang kuat dan biasanya memiliki hubungan yang
> sehat dan menyenangkan dengan pasangannya.  Dan wanita-wanita dalam
> golongan ini sudah merdeka dari tuntutan deadline.  Biarkan semua
> mengalir dengan wajar, tak ada yang perlu dikejar. Selama kita tetap
> membuka diri untuk bertemu banyak orang, seseorang yang istimewa akan
> datang pada saat yang tepat. (An/Ivillage)
>
>
>
>
>








Milis Curhat The Friendliest Way ...
Curhat@YahooGroups.Com


Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/curhat/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/






--

*** Too Mei Li Too Dangerous ***


Milis Curhat The Friendliest Way ...
Curhat@YahooGroups.Com





YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke