Trims buat mds yang telah memfwrd tulisan trisno yang membuat bulu kuduk saya merinding, ngeri sekali. Anak saya yang tertua baru smp kelas 1 jadi belum mendapatkan pelajaran segila itu. Meskipun sejak sd saya sering memeriksa buku-buku pelajaran anak-anak saya dan sering saya mengernyitkan dahi karena tidak habis mengerti mengapa anak sd sudah mendapatkan pelajaran seperti itu dengan bahasa yang - menurut saya - mana mungkin dipahami oleh si anak, kecuali ya itu tadi: telan mentah-mentah. suatu kali ketika saya mengantar anak ke sekolah seperti biasa, di mobil anak saya kembali menghapal bahan pelajaran yang nanti akan diuji, lalu saya iseng tanya apa artinya kalimat/kata yang dihapalkannya itu. Dan dengan polos anak saya menjawab "gak tahu".......
Saya tiba-tiba teringat sewaktu anak saya mencicipi bersekolah di jerman, mau tidak mau saya mesti mengikuti perkembangan anak-anak saya. Dari situ tahulah saya model pendidikan dasar di jerman (karena system pendidikan di jerman sama di semua kota dan desa di seluruh jerman). Setiap semester semua orang tua diundang oleh pihak sekolah untuk berdiskusi dengan guru kelas mengenai berbagai hal menyangkut anak didiknya dalam sprechstunde (= jam bicara). Suatu ketika kami minta kepada guru anak saya, supaya anak saya diberi pr tambahan. Lalu saya jelaskan bahwa anak itu tidak berapa lama lagi akan kembali ke Indonesia, dengan model pr seperti yang diberikan oleh gurunya sekarang ini (yang dikerjakan dalam tempo 30 menit pasti sudah selesai), kami orang tua sungguh-sungguh gelisah dengan 'masa depan' sekolah anak saya di Indonesia. Gurunya Cuma tersenyum sambil menggelengkan kepala. Ia mengatakan bahwa sebagai guru ia tidak bisa memperlakukan seorang murid secara berbeda dengan murid lainnya. Dalam system pendidikan anak di jerman, untuk anak kelas 5 SD ke bawah, tidak dibenarkan kalau anak itu dibebani pr yang mesti dikerjakan lebih dari 1 jam di rumah. Guru harus memastikan bahwa pr yang dikerjakan di rumah tidak akan lebih dari waktu tsb. Sisa waktu yang ada harus dipakai untuk bermain atau melakukan hal yang lain selain pelajaran sekolah. Tapi kalau anak saya mau belajar lebih dari yang diberikan oleh guru, silahkan saja. Misalnya membuat karangan bebas. Kalau sudah selesai karangan itu bisa diserahkan ke guru untuk diperiksa dan guru akan menjelaskan kesalahan-kesalahan si murid. Jadi itu adalah pekerjaan yang dilakukan atas inisiatif anak itu sendiri, bukan dipaksa oleh pihak sekolah. Kemudian dengan panjang lebar ia menjelaskan system pendidikan di jerman. Di jerman pendidikan dasar (kelas 5 ke bawah) memberikan perhatian secara khusus pada pembentukan karakter anak: rasa percaya diri, keberanian dan kreatifitas. Itu sebabnya jumlah mata pelajaran yang ada Cuma 8 biji. Itupun 3 adalah pelajaran 'santai' yang menekankan psiko-motorik dan afektif yaitu : sport, handarbeit (pekerjaan/kerajinan tangan: membuat patung, menjahit, membuat boneka dsb - waktu pulang ke indo, hasil karya anak-anak saya sampai satu box besar mulai dari boneka, baju boneka, mobil-mobilan dari kayu, patung-patung dari gips dan dari karton dsb), dan music. Sedangkan pelajaran lain adalah bahasa jerman, religion, mathematic, sejarah dan bahasa inggris/bhs perancis (diberikan secara bergantian tiap tahun > kelas 4 bhs inggris, kelas 5 bhs perancis dst). Mulai kelas 5 perhatian pada segi kognitif mulai secara bertahap ditingkatkan (itupun terutama buat anak-anak yang akan diarahkan ke gymnasium atau realschule; gymnasium adlaah untuk anak-anak yang kelak akan masuk ke universitas - jadi ilmuwan, sedangkan realschule adalah untuk anak-anak yagn kelak hanya akan studi di jenjang fachhochschule - sejenis politeknik, sedangkan yang paling rendah adalah hauptschule - untuk anak-anak yang kelak akan belajar menguasai keterampilan-keterampilan tertentu misalnya jadi tukang kayu, tukang listrik dsb - tapi jangan pandang remeh keterampilan seornag tukang kayu jerman. Hasil kerja seorang tukang kayu di sana luar biasa halusnya - bandingkan mebel bikinan jaman belanda dulu), dan baru mulai digeber sejak kelas 6 atau 7. Bagi mereka usia anak kelas 6 ke atas sudah siap untuk digarap sisi kognitifnya. Dari situ saya menyadari mengapa sekalipun selama 5 tahun di sekolah dasar anak-anak jerman belajar dengan amat sangat santai (waktu pulang ke indo, guru-gurunya di sini pada mengeluh, mengapa anak saya lambat sekali menulisnya, matematik juga ketinggalan jauh dsb, padahal - konon saya dengar - sebelum anak saya masuk sekolah, para guru sudah pada 'ngeri' membayangkan akan mengajar anak yang baru pulang dari jerman), tetapi kelak mereka mempunyai sdm yang amat berkualitas. Karena sejak kecil mereka telah memiliki karakter yang kuat dan itu akan berdampak pada keberaniannya untuk berkreasi. Sementara anak-anak kita sejak kecil Cuma diajarin untuk menghapal dan menghapal. Itu sebabnya sekalipun kelihatannya nilai anak-anak kita hebat-hebat, tetapi setelah besar pada umumnya tidak mampu bersaing di dunia internasional. Kelemahan utama dari sdm kita adalah kemandirian dan kreatifitasnya. Maka ketika gembar-gembor perubahan kurikulum dari kbm ke kbk, dalam hati kecil saya memang meragukan kemampuan para guru (maaf para guru) untuk bisa menerapkan perubahan metode. Masalahnya memang bukan hanya pada kemampuan para guru untuk mengubah metode tetapi juga paradigma. Belum lagi adanya ujian nasional. Selama ujian masih diselenggarakan dalam skala nasional, mau tidak mau guru akan mengacu pada materi lagi. Maka tidak berlebihan kalau ada orang yang secara bercanda mengatakan lebih baik kalau kita ini dijajah belanda lagi dah....... Mungki -----Original Message----- From: cyber-gki@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of MDS Sent: Thursday, June 23, 2005 2:29 PM To: cyber-gki@yahoogroups.com Subject: [cyber-gki] Anakku nggak jenius (d/h: Buku Sejarah Kurikulum 2004 Tidak Lagi Memuat PKI --- In cyber-gki@yahoogroups.com, "handita" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: ... > > diawal sekolah dulu pernah anak saya bertanya, > mengapa dia tdk "dilesin" seperti teman-teman dikelas. > ... Barangkali jeritan hati Kang Trisno di bawah ini bisa dijadikan renungan. MDS === SUARA PEMBARUAN DAILY Jum'at, 17 Juni 2005 --------------------------------- Surat Terbuka kepada Mendiknas: Tolong! Anak Saya Bukan Anak Jenius! Oleh Trisno S Sutanto BAPAK Menteri yang terhormat. Saya telah me-layangkan surat ini ke lembaga Bapak. Akan tetapi, mengingat surat ini ditulis bukan oleh orang yang penting, melainkan dari rakyat jelata, dari seorang ayah yang merasa prihatin melihat nasib pengajaran anaknya, besar kemungkinan Bapak tidak akan menerima surat ini. Atau, kalau toh Bapak menerimanya, besar pula kemungkinan Bapak tidak bersedia membacanya. Karena alasan itulah, saya memutuskan untuk menjadikan surat ini "surat terbuka" yang dapat dibaca oleh semua orang, khususnya para ayah-ibu yang prihatin melihat hancurnya sistem pendidikan dan pengajaran di sekolah-sekolah tempat anak mereka menimba ilmu. Sebab, menurut saya, apa yang terjadi pada anak saya lebih kurang dapat juga dirasakan pada anak-anak seusianya. Bulan ini, jika tidak ada aral melintang, anak saya akan menghadapi ujian kenaikan kelas. Kini ia kelas II di sebuah SLTP Katolik yang cukup terpandang di daerah Jakarta Timur. Akan tetapi semenjak dua- tiga bulan terakhir, kata "sekolah" dan "belajar" baginya telah menjadi hantu yang sangat membebani pikiran dan perasaannya. Awal Mei lalu, tepat pada "Hari Pendidikan Nasional", misalnya, anak saya menyatakan mogok pergi ke sekolah. Alasannya sederhana: "Aku benci sekolah!" Sebagai orangtua, saya memang dapat memaksa agar dia tetap pergi ke sekolah. Namun, menurut saya, model pemaksaan seperti itu tidak akan memecahkan persoalan. Jadi saya membiarkan ia tidak pergi ke sekolah, dan menjadikan hari itu sebagai kesempatan untuk mendiskusikan alasan-alasan ia mogok bersekolah. Hasilnya sudah dapat diduga, akan tetapi tetap mengejutkan bagi saya sebagai orangtua. Pertama-tama dia berkeluh kesah tentang begitu banyak mata pelajaran yang harus dia telan mentah-mentah, tanpa dia tahu untuk apa dan mengapa dia harus menelannya. Kata "telan mentah- mentah" sengaja saya pilih, karena hanya itulah padanan yang paling tepat bagi system pengajaran yang (masih terus) mengandalkan pada "hafalan mati" - walau pun sudah begitu banyak kritik pedas ditujukan pada sistem seperti itu. Standar Kurikulum Memang benar, dewasa ini orang berbicara tentang KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) dan "otonomi khusus" masing-masing sekolah. Akan tetapi, pada praktiknya, tetap saja setiap sekolah akan berusaha memenuhi standar kurikulum yang dibuat Depdiknas, agar tidak dinilai "ketinggalan" dari sekolah-sekolah "favorit". Apalagi, dalam sistem KBK, faktor pendidikan guru sebagai "fasilitator" (perhatikan: bukan sebagai guru tradisional, sumber-segala-sumber ilmu pengetahuan!) akan sangat menentukan. KBK mengasumsikan tersedianya sumber-sumber ilmu pengetahuan yang terbuka, seperti internet, fasilitas perpustakaan, lingkungan yang memadai, dan seterusnya, serta kemampuan guru mengolah mata pelajaran tanpa harus membebek pada standar kurikulum. Kedua asumsi itu, pada praktiknya, merupakan kemewahan yang tidak dimiliki oleh sekolah-sekolah pada umumnya. Alhasil, sistem "telan mentah-mentah" kembali merajalela. Mari saya beri contoh konkret. Seorang siswa SLTP di Jakarta, seperti anak saya, paling tidak harus "menelan" 16 mata pelajaran (mata pelajaran umum, ilmiah, dan khas daerah), mulai dari Agama, PPKN, Fisika, Ekonomi sampai Komputer dan PLKJ (Pendidikan Lingkungan Kehidupan Jakarta - untuk siswa di Jakarta). Itu berarti, setiap siswa harus "menelan mentah-mentah" setidaknya 15 buku - saya mengasumsikan Matematika tidak menghafal! - untuk menghadapi ujian kenaikan kelas. Masalah lain yang disinggung anak saya, bukan saja jumlah mata pelajarannya sangat banyak, tetapi juga kandungan masing-masing mata pelajaran sangat rinci, dan karena itu terlalu berat bagi seorang siswa SLTP kelas II. Ini mudah dicermati jika Bapak Menteri sempat memeriksa buku-ajar standar yang dipakai di sekolah-sekolah kita. Mungkin Bapak Menteri tidak memiliki waktu cukup untuk memeriksa dengan cermat isi buku-ajar itu. Jadi, izinkan saya memberi contoh yang saya petik secara acak dari buku-ajar anak saya. Untuk mata pelajaran ekonomi, seorang siswa SLTP kelas II diharapkan mampu memahami mulai dari koperasi sampai pembangunan nasional. Dan, masing-masing subjek bahasan diurai dalam rincian yang hanya dapat dipahami oleh mereka yang kuliah ekonomi di perguruan tinggi. Misalnya, subjek bahasan koperasi, dirinci mulai dari pengertian, asas, landasan (idiil, struktural, mental, operasional), fungsi dan peran, macam-macam kegiatan dan jenis, sampai segala peraturan yang terkait! Dan, subjek pembangunan nasional dirinci sejak kegiatan negara dalam kehidupan ekonomi (seluruh aspek budgeter, APBN-APBD, jenis-jenis pajak, bagaimana menghitung pajak, dan peraturan yang terkait) sampai tahap-tahap pembangunan jangka panjang (Pelita I sampai Reformasi). Hal yang sama juga terjadi dalam mata pelajaran lain. Ambil contoh buku-ajar biologi untuk SLTP kelas II. Siswa diharapkan memahami mulai dari sistem pencernaan (manusia dan hewan), sistem pernafasan (manusia dan hewan), sistem transportasi (manusia dan hewan), sistem saraf, sistem indera, dan seterusnya. Lagi-lagi, masing-masing subjek bahasan diberi rincian yang luar biasa mendalam: siswa SLTP kelas II harus memahami perbedaan antara Diapedesis dengan Fibrinogen, gambar penampang kulit lengkap (Anda tahu Globmerulus dan di mana letak Kapsul Bowman?), gambar hubungan antarsel saraf (mana bagian Akson, Dendrit, Vesikel Sinapsis?), dan seterusnya. Karena itu, tidak heran jika seorang dosen biologi di sebuah universitas berkomentar, "Kalau SLTP sudah sejauh ini, apa lagi yang perlu diajarkan di Universitas?" Perlukah saya menunjukkan materi PLKJ, mata pelajaran khusus untuk siswa yang (kebetulan) tinggal di Jakarta, kepada Bapak Menteri? Seorang siswa SLTP kelas II di Jakarta harus menghafal mati pasal- pasal mana dalam KUHP yang dipakai untuk menghukum "perkelahian pelajar secara per orangan yang mengakibatkan satu pihak luka atau mati", pasal-pasal mana untuk "perkelahian pelajar secara berkelompok", dan pasal-pasal mana yang dipakai jika "pelajar menyerang guru"! Juga, jangan lupa, pasal-pasal KUHP mana yang dipakai jika "pelajar mabuk-mabukan, minum-minuman keras", atau jika terjadi "pemerasan oleh pelajar", atau "pencurian di kalangan pelajar", atau "pelajar membawa senjata api atau senjata tajam"... Bapak Menteri yang terhormat. Sengaja saya menguraikan secara rinci beban mata pelajaran yang harus ditanggung anak saya setiap hari saat ia pergi ke sekolah, dan khususnya saat ia menghadapi ujian kenaikan kelas. Menurut saya, hanya anak jenius saja yang mampu menanggung semua beban itu tanpa masalah berarti. Dan, saya harus akui dengan jujur, anak saya bukan anak yang jenius, seperti juga anak-anak pada umumnya. Jumlah mata pelajaran yang begitu banyak, dan kandungan informasi yang sangat padat tanpa memperhitungkan kesiapan mental maupun kognitif anak sesuai tahap-tahap perkembangannya, membuat guru tidak memiliki cara lain kecuali kembali pada sistem kuno: Telan Mentah- mentah! Jangan Tanya, Hafal Saja! Itu pula yang dituntut oleh soal- soal ulangan umum. Mungkin di permukaan, cara itu kelihatannya berhasil. Tetapi, jika dipandang dari sudut pendidikan, sesungguhnya kita telah gagal total! Kita telah ikut berpartisipasi menjadikan kata "sekolah" dan "belajar" momok yang sangat menakutkan bagi anak- anak didik - mereka yang akan menggantikan kita di masa depan. Seorang teman anak saya bahkan hampir bunuh diri, karena frustrasi menghafal mata pelajaran Biologi. Saya tidak mau peristiwa itu terjadi pada anak saya. Karena itu, Bapak Menteri, tolonglah! Anak saya bukan anak jenius! Dan jutaan anak Indonesia juga bukan anak jenius! * *** Penulis adalah Direktur Eksekutif MADIA (Masyarakat Dialog Antar Agama), Jakarta _____________________________________________ Situs milis http://groups.yahoo.com/group/cyber-gki Situs laci http://www.cybergki.net Moderator [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED] Administrator [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED] Klik alamat sesuai maksud, kosongkan subject dan body. posting cyber-gki@yahoogroups.com nonaktif [EMAIL PROTECTED] aktif lagi [EMAIL PROTECTED] berhenti [EMAIL PROTECTED] digest [EMAIL PROTECTED] daftar [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links _____________________________________________ Situs milis http://groups.yahoo.com/group/cyber-gki Situs laci http://www.cybergki.net Moderator [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED] Administrator [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED] Klik alamat sesuai maksud, kosongkan subject dan body. posting cyber-gki@yahoogroups.com nonaktif [EMAIL PROTECTED] aktif lagi [EMAIL PROTECTED] berhenti [EMAIL PROTECTED] digest [EMAIL PROTECTED] daftar [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/cyber-gki/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/