Inul
23 Februari 2006 12:30:48

 Oleh: A. Mustofa Bisri

Sebetulnya, ketika ikut pameran lukisan dalam rangka Muharraman di
Surabaya tempo hari (2003 -red), saya menampilkan cukup banyak lukisan
yang lumayan-yang saya buat secara 'mendalam'-seperti lukisan-lukisan
kaligrafi...

...dan lukisan-lukisan saya yang berjudul "Menyerap Cahaya", "Sumeleh",
"Mulut", dan sebagainya.

Namun tampaknya sedikit sekali pengunjung yang menaruh perhatian
terhadap "lukisan-lukisan serius" saya itu. Jangankan lukisan-lukisan
saya itu; lukisan "Sebagian Doa Akasyah"-nya Almarhum Amang Rahman,
"Dewi Kesuburan"-nya Danarto, "Pengamen Istirahat"-nya Joko Pekik, "Maaf
01"-nya S'Narko, "Waspada"-nya D. Zawawi Imron, "Foto Diri"-nya Acep
Zamzam Noor, "Siapa Dapat Menguasai"-nya Ismail, "Rijal Ghaib"-nya
Luqman Aziz, "Sebuah Doa"-nya Yunus Jubair, dan karya pelukis-pelukis
profesional lainnya, seperti dilalui begitu saja. Semua perhatian
-minimal seperti tergambar dalam pemberitaan pers-seolah tersedot oleh
satu "lukisan balsem" saya: "Berdzikir Bersama Inul".

Seperti terhadap Inul sendiri, lukisan itu terus berputar-putar, mencoba
mengebor isi kepala. Wartawan berbagai media sibuk mewawancarai saya dan
para pelukis lain tentang lukisan itu. Ratusan SMS masuk, menanyakan
tentang hal yang sama. Bahkan banyak kiai yang berniat istighotsah di
Makodam, menyempatkan diri bertanya tentang "siapakah itu Inul yang
berdzikir bersama saya". Bahkan sebuah seminar diselenggarakan, khusus
dengan mengundang pelukisnya sebagai nara sumber (Alhamdulillah atau
Innaalillah, tanpa mengundang si Inulnya!). Bahkan di Seminar Muslimat,
di mana saya menjadi nara sumber -yang diminta ikut "merefleksi"
perjalanan kiprah dan khidmah Muslimat NU, seorang ibu sempat, dengan
bersemangat, menghujat saya tentang lukisan Inul itu.

Kehebohan itu semua, membuktikan "tesis" saya yang saya lengkapi dengan
melukis "lukisan balsem" tersebut. Selama ini saya -termasuk orang yang-
resah dengan perkembangan manusia Indonesia yang seperti tak sadar-sadar
akan adanya hegemoni dunia/materi atas "kepala"-nya. Ketika Orde Baru
menerapkan secara serampangan sistem kapitalis di negeri Pancasila ini,
manusianya pun semakin terbentuk sebagai manusia materialistis seperti
Amerika. Manusia yang pikiran dan perhatiannya terpusat kepada
kepentingan duniawi dan cenderung hanya memanjakan raga, jasad, badan,
jasmani. Daging. Mengabaikan jiwa, ruh, dan nurani.

Kita secara resmi, selalu menyanyikan "Bangunlah jiwanya, bangunlah
badannya!"; namun badan saja yang terus kita bangun. Kita pun menjadi
manusia yang berpenampilan "modern", namun dengan isi kepala yang
primitif. Gagah secara lahir dan kropos di batin. Lihatlah, kita panik
setengah mati, dengan segala yang diduga mengancam jasmani kita; padahal
seringkali hal itu justru akibat ulah kita sendiri yang dipengaruhi
pandangan hidup serba daging itu. Sementara terhadap hal-hal yang
jelas-jelas mengancam jiwa dan nurani, kita tampak ayem-ayem saja.
Kebejatan-kebejatan yang terjadi di seputar kita, kiranya hanyalah hasil
logis dari itu semua. Korupsi yang merajalela dan tak kunjung menyentuh
rasa malu pelakunya; berdesak-desak berebut jabatan dan kekuasaan tanpa
memikirkan tanggung jawab dan amanahnya; berkelahi dengan sesama saudara
secara bengis; premanisasi yang semakin membudaya; kemunafikan yang
terus dipamerkan secara fasih; sampai dengan masalah pornografi,
narkoba, dan kriminalitas lainnya, adalah keniscayaan yang tak akan
dapat dibrantas kecuali -dengan rahmat Allah- kita disadarkan dengan
kekeliruan pandangan hidup yang serba materi itu tadi.

Dalam kehidupan keberagamaan pun warna daging itu tampak kental.
Pembangunan peribadahan hanya dimengerti sebagai pembangunan fisik. Di
mana-mana, masjid indah dibangun. Bahkan kadang-kadang satu kampung
dibangun beberapa masjid megah. Sementara itu jarang sekali yang sempat
menengok atau berpikir tentang isi masjid-masjid itu. Masjid-masjid
akbar hanya agak penuh setahun dua kali (di hari Idul Fitri dan Adha)
dan seminggu sekali (Jumat) dalam beberapa jam atau menit saja. Syiar
Islam diciut-artikan hanya sebagai pengeras suara. Pelajaran-pelajaran
agama yang diperjuangkan mati-matian oleh "para pejuang muslim" untuk
diajarkan di sekolah-sekolah, tak pernah ditengok atau dipikirkan apakah
pelajaran-pelajaran itu memang pelajaran-pelajaran inti agama yang dapat
membawa anak didik menjadi manusia beragama yang saleh, atau sekadar
pelajaran-pelajaran daging yang hanya untuk memperoleh nilai daging
dalam rapor yang daging.

Bila Islam dimengerti hanya sebagai daging tanpa ruh, maka orang Islam
pun bisa dengan mudah berkelahi dengan saudaranya sendiri sesama orang
Islam, misalnya. Seperti kita ketahui, orang Islam ada dua: mukmin dan
munafik. Mukmin sejati ditandai antara lain dengan banyak berdzikir;
sementara munafik hanya sedikit berdzikir. Lalu bagaimana orang bisa
berdzikir hanya dengan daging? Bagi saya, fenomena Inul adalah sindiran
Tuhan kepada kita, manusia serba daging ini. Inul adalah simbol daging
paling daging. Kepala yang penuh daging, meski disorbani segede ban
radial, hanya akan melihat daging Inul sebagai daging. Inul agaknya
diciptakan Tuhan memang untuk mengebor kepala kita yang error.

Belakangan rupanya Allah tak lagi sekadar menyindir, tapi sudah meberi
pelajaran yang luar biasa, semacam shock therapy, dalam wujud tindakan
biadab Amerika dan kroni-kroninya terhadap kemanusia di Irak. Itulah
wajah asli imperialisme yang selama ini kita jadikan kiblat peradaban
dan kita jadikan teladan hidup. Hanya karena mengincar cadangan minyak
Timur Tengah, menjaga kepentingannya di Israel, dan dollarnya, Amerika
dan kroni-kroninya menghalalkan segala cara dan mengabaikan nurani
dunia. Lalu hampir bersamaan, kita pun dipanikkan oleh apa yang disebut
SARS; wabah yang mengancam daging kita.

Tinggal kita; apakah kita bisa mencerdasi sindiran dan "pelajaran Tuhan"
itu lalu sadar kembali kepada ajaran-Nya, ataukah itu semua tak berarti
apa-apa bagi kita dan kita masih tetap bersikukuh mempertahankan
pandangan hidup yang serba duniawi seperti selama ini. 




===================================================================
        Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
=================================================================== 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke