Ketika Layar telah Terkembang

    Penulis: Ummu ‘Umair dan Abu ‘Umair

  Islam telah membimbing kita dalam membangun rumah tangga, dimulai dari 
memilih pasangan hidup. Islam mengikat suami istri dalam ikatan kokoh, 
menentukan hak dan kewajiban, serta mewajibkan mereka menjaga buah pernikahan 
ini. Islam juga mengantisipasi segala problema yang dapat menghadang kehidupan 
rumah tangga secara tepat. Itulah kesempurnaan islam yang sangat indah.

Pernikahan! Kata itu sangat indah didengar tetapi keindahan di dalamnya harus 
serta-merta dibarengi dengan persiapan. Pernikahan berarti mempertemukan 
kepentingan-kepentingan dua individu dan bukan mempertentangkannya.
  Ketika biduk rumah tangga telah berlayar, apa saja yang bisa anda lakukan di 
dalamnya? Hari berlalu, pekan berlalu, bergantilah bulan. Tiba-tiba suatu hari 
anda merasakan ada sesuatu yang tidak mengenakkan anda. Anda mengamati sifat 
dan pasangan anda selama beberapa pekan sejak pernikahan, ternyata ada yang 
tidak anda sukai dan yang tidak anda harapkan. Sejak saat itu, anda menemukan 
bahwa rumah tangga tidak hanya berisi kegembiraan, namun juga tantangan, bahkan 
bisa juga ancaman. Seorang suami mungkin bertanya-tanya siapakah gerangan 
engkau wahai istriku? Demikian ia sering bertanya dalam hatinya. Sekian banyak 
hal-hal aneh dan asing yang ia temukan pada diri seorang ‘makhluk halus’ 
bernama istrinya itu. Demikian pula, pertanyaan itu muncul di benak sang istri. 
Seperti ia sedang dihadapkan pada sebuah laboratorium bernyawa, tengah ada 
banyak penelitian dan pelajaran yang bisa dieksplorasi di dalamnya. Ia 
menghadapi hari-hari yang berharga, pengenalan demi pengenalan,
 pengalaman demi pengalaman dan berbagai pertanyaan yang belum terjawabkan. 
Dulu waktu masih lajang, seorang muslimah yang belum pernah bersentuhan kulit 
dengan lawan jenis, kini tiba-tiba dihadapkan pada seorang asing yang nantinya 
akan mengetahui banyak ‘rahasia’ dirinya. Ia seorang wanita yang ‘clingus’ 
menurut orang jawa, wanita yang tak berani ngobrol dan bercanda dengan lawan 
jenisnya, namun tatkala masuk ke jenjang pernikahan ia harus berhadapan dengan 
‘dunia’ laki-laki. Kini, ia mencoba menyesuaikan irama kehidupan dirinya dengan 
sang suami. Ia mulai mengenal dunia laki-laki secara dekat tanpa jarak. 
Demikian pula hal-nya dengan sang suami.
  Sebenarnyalah kesulitan yang dihadapi merupakan sesuatu yang wajar dan 
manusiawi. Betapa tidak! Pernikahan telah mempertemukan bukan saja dua individu 
yang berbeda, laki-laki dan perempuan, tetapi dua kepribadian, dua selera, dua 
latar budaya, dua karakter, dua hati, dua otak dan ruh yang hampir dapat 
dipastikan banyak ketidaksamaan yang akan ditemui oleh keduanya. Seorang 
manusia yang terkadang bisa saja tak paham akan suasana hatinya, sekarang malah 
dituntut untuk memahami hati orang lain?!
  Kehidupan rumah tangga tak semuanya bisa dirasionalkan begitu saja, terkadang 
memerlukan proses kontemplasi yang rumit, memahami dunia baru, memahami suasana 
jiwa, logika, psikologis dan fisiologis yang bergulir bersama di dalam 
kehidupan rumah tangga. Kuliah S1 ternyata tak cukup membekali teori tentang 
’siapakah laki-laki dan perempuan’ dalam tataran teoritis maupun praktis. 
Tentunya kita kurang mampu memahami dunia pasangan kita, kecuali menempuh 
pembelajaran dan saling membantu untuk terbuka kepada pasangannya tentang apa 
yang dirasakan, kepedihan duka, kegembiraan, kecemburuan, kekecewaan, 
kebanggaan, keinginan, dan jutaan determinasi perasaan lainnya. Saling 
mencintai memerlukan proses pembelajaran. Saling membantu mengajarkan tentang 
diri sendiri, bahwa aku adalah makhluk Allah yang punya keinginan dan mestinya 
engkau mengerti keinginanku. Akan tetapi bahasan verbal tak senantiasa berhasil 
mengungkap hakikat perasaan.
  Menikah adalah pilihan sadar setiap laki-laki dan perempuan dalam islam. 
Seorang laki-laki berhak menentukan pasangan hidup sebagaimana perempuan. Jika 
kemudian sepasang laki-laki dan perempuan memutuskan untuk saling menerima dan 
sepakat melangsungkan pernikahan, atas alasan apakah satu pihak merasa terpaksa 
berada di samping pasangan hidupnya setelah resmi berumah tangga??!! Sebelum 
terjadinya akad nikah, pilihan masih terbuka lebar, akan tetapi setelah adanya 
akad nikah, adalah sebuah pengkhianatan terhadap makna akad itu sendiri apabila 
satu pihak senantiasa mencari-cari keburukan dan kesalahan pasangannya dengan 
merasa benar dan bersih sendiri. Tentunya hal tersebut merupakan salah satu 
bentuk penyucian diri, terlebih lagi tindakannya tersebut akan menumbuhkan 
benih-benih kebencian dalam hati terhadap seseorang yang telah menjadi 
pilihannya. Allah ta’ala berfirman:
  فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى
  “Janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang 
orang yang bertakwa.” (QS. An Najm: 32).
  لَا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا 
آخَرَ
  “Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah, karena walaupun dirinya 
membenci salah satu perangainya, tentulah akan ada perangai lain yang 
disukainya.” (HR. Muslim nomor 2672)
  Imam An Nawawi mengatakan, “Yang benar, hadits ini merupakan larangan bagi 
seorang suami agar tidak membenci istrinya, karena apabila istrinya memiliki 
perangai yang tidak disenanginya, tentulah akan ada perangai lain yang 
disukainya, misalnya istrinya memiliki akhlak yang jelek, akan tetapi mungkin 
saja dia komitmen terhadap agama, memiliki paras yang cantik, mampu menjaga 
diri, lembut atau yang semisalnya.” (Syarh Shahih Muslim, 5/209).
  لِأَنَّهُ إِنْ وَجَدَ فِيهَا خُلُقًا يُكْرَه وَجَدَ فِيهَا خُلُقًا مَرْضِيًّا 
بِأَنْ تَكُون شَرِسَة الْخُلُق لَكِنَّهَا دَيِّنَة أَوْ جَمِيلَة أَوْ عَفِيفَة 
أَوْ رَفِيقَة بِهِ أَوْ نَحْو ذَلِكَ
  Memang ada pilihan lain yang dicontohkan shahabiyah Habibah binti Sahl ketika 
menemukan kebuntuan dalam rumah tangga sehingga dirinya mengajukan khulu’. Nabi 
pun memberikan jalan keluar (HR. Malik nomor 1032; Abu Dawud nomor 1900, 1901; 
An Nasaa’i nomor 3408; Ibnu Majah nomor 2047; Ahmad nomor 26173; dishahihkan 
oleh Al ‘Allamah Al Albani dalam Al Irwa’, 7/102-103, Shahih Sunan Abu Dawud 
nomor 1929). Namun, cerai bukanlah jalan pertama yang harus ditempuh, sebab 
proses belajar menerima dan mencintai harus terjadi dan ditempuh terlebih 
dahulu. Karena tujuan kita menikah adalah ibadah, mengabdi pada Allah dan 
mencapai keridhoan-Nya. Sedangkan hasil akhir dari ibadah itu sendiri adalah 
mencapai tingkat ketakwaan atau pemeliharaan diri dari segala kemaksiatan, yang 
akan membawa pemiliknya merengkuh ridho Allah. Berbagai upaya akan ditempuh 
oleh orang yang ingin mencapai derajat ketakwaan, tidak terkecuali melalui 
pernikahan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
 bersabda:
  اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا 
وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَن
  “Bertakwalah kamu dimanapun kamu berada, bila kamu berbuat kejahatan, segera 
iringi dengan perbuatan baik, sehingga dosamu terhapus, lalu pergaulilah 
manusia dengan akhlaq yang baik.” (HR. Tirmidzi nomor 1910; dihasankan Syaikh 
Al Albani dalam Al Misykah nomor 5083, Ar Raudlun Nadhir nomor 855, Shahih wadl 
Dhaif Sunan At Tirmidzi, 4/487)
  Setiap pasangan hendaknya merenungkan bahwasanya ketika mereka menikah, 
mereka tinggal menyempurnakan “setengah ketakwaan”, apakah “setengah ketakwaan” 
yang telah dianugerahkan Allah kepada mereka hendak disia-siakan?
  Mari kita belajar membentuk bahtera rumah tangga yang mampu berlayar 
merengkuh keridhoaan-Nya. Bertakwalah kepada Allah dalam setiap mengambil 
keputusan dan bersabarlah menghadapi kekurangan dan kelemahan pasangan kita, 
karena tak ada manusia yang sempurna, teruslah bermuhasabah diri. Mudah-mudahan 
dengan kesabaran kita, Allah akan memudahkan dan memberikan kebahagiaan dalam 
rumah tangga kita. Teruslah berusaha melaksanakan semua kewajiban yang Allah 
bebankan pada kita dengan segala kemampuan dan kekuatan yang ada, Allah-lah 
sumber kekuatan kita, dengan mengharap ridha-Nya dan cinta-Nya. Berjanjilah, 
mulai hari ini, bahwa keindahan hidup rumah tangga pada mulanya berasal dari 
kesadaran anda akan janji besar ini! Dengan demikian, semoga kita mendapatkan 
kebahagiaan dunia dan akhirat. Semoga Allah mengumpulkan kita dengan pasangan 
beserta anak-anak kita dalam jannah-Nya. Amiin…


  YUDI  085664460363
  http://muslimah.or.id/2008/01/26/ketika-layar-telah-terkembang/#more-113

Kirim email ke