Membangun Indonesia Melalui Sadar Pendidikan
      Written by Rahmat Arafah Al - Madany *
      Saturday, 28 February 2009
      www.nurulyaqin.org


                   Ilmu pengetahuan merupakan pondasi utama memajukan sebuah 
bangsa dan Negara. Suatu bangsa dan Negara yang mengabaikan akan pentingnya 
sebuah pendidikan bagi generasi penerus, maka bangsa tersebut akan lemah dalam 
segala hal, maka bangsa tersebut akan selalu hidup dalam kemunduran tanpa 
adanya kemajuan yang sangat berarti. Indonesia yang meupakan penduduk yang 
mayoritas muslim, bahkan dapat disinyalir bahwa Indonesia merupakan Negara 
terbesar di dunia yang kapasitas penduduknya beragama Islam. Sebagai pemeluk 
agama yang setia, kita dapat mempelajari betapa Islam begitu besarnya membrikan 
perhatian terhadap pendidikan. Hal ini dapat kita pelajari dari wahyu yang 
pertama kali diturunkan oleh Allah SWT kepada baginda besar Muhammad SAW yaitu 
surat Al-'Alaq ayat 1-5 yang artinya "  bacalah dengan (menyebut) nama tuhanmu 
yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dri segumpal darah. Bacalah, 
dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia 
mengajarkan manusia apa yang ia tidak diketahuinya".
      Kekuatan yang dimiliki ummat dan kemenangan yang selalu dijanjikan Allah 
SWT kepada mereka, bukan hanya bertumpu pada sisi aqidah atau ibadah saja dan 
tanpa diiringi dengan ilmu pengetahuan Islam dan ekspansi kebaikan atau amal 
islami dalam kehidupannya. Namun, kekutan dan kemenangan itu tegak kokoh di 
atas tiga pilar yang satu sama lain tidak boleh terpisahkan yaitu, iman, ilmu 
dan amal (ibadah), dan saat ini, ketika ummat mulai meninggalkan tsaqafah 
islamiah dan ilmu pengetahuan lainnya yang bermanfaat, maka kekuatan dan 
kemenangan tersebut berangsur-angsur akan hilang dan pada akhirnya digantikan 
dengan ketidakberdayaan serta kelemahan. Sebagaimana Allah nyatakan dalam 
firman-Nya. “…Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan 
orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang 
dapat menerima  pelajaran.” (az-Zumar: 9) “…niscaya Allah akan meninggikan 
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu 
pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu 
kerjakan.” (al-Mujaadilah: 11), mengenai hal ini, Imam Syafi’i berkata, 
“Sesungguhnya jati diri seorang pemuda—demi Allah—ada dalam ilmu dan 
ketakwaannya. Apabila keduanya tidak ada dalam dirinya, maka ia bukanlah pemuda 
sebenarnya.”

      Ilmu merupakan kekuatan, siapa yang paling unggul ilmunya dialah yang 
memimpin. Sekarang peradaban yang menguasai dunia adalah peradaban Barat. Ini 
logis, sebab Baratlah yang menguasai iptek dan science. Berkaitan dengan inilah 
tatkala Allah SWT memberikan isyarat tentang pengembangan ilmu pengetahuan di 
dalam Kitab Suci-Nya, Dia menyeru tidak secara khusus ditujukan kepada 
orang-orang beriman, namun seruan-Nya dilakukan secara umum kepada seluruh 
jamaah jin dan manusia, sehingga siapa yang lebih dahulu melakukan observasi, 
kajian dan pengembangan, maka dialah yang  mendapatkannya (QS. Ar Rahman, 
55:33).

      Pada masa silam para ulama umat Islam selain memiliki penguasaan terhadap 
ilmu-ilmu agama, mereka juga menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan umum 
yang berorientasi pada pengembangan sarana kehidupan.

      Sebagai contoh Ibnu Sina misalkan, yang di Barat disebut dengan 
Avecienna, selain seorang ulama yang pakar dalam bidang kedokteran sesungguhnya 
dia juga menulis buku-buku tentang fiqih, tafsir dan akidah.

      Al Qur’an sebagai Way of Life orang-orang Islam, padanya paling tidak ada 
3 tipe ayat, yang apabila kaum Muslimin mensikapinya secara benar dan 
proporsional, bisa jadi akan menghantarkannya pada kejayaan, kemajuan dan 
supremasi. Ketiga tipe ayat itu adalah:

      Pertama, ayat-ayat tentang keimanan dan keyakinan kepada yang ghaib, 
seperti iman kepada Allah, malaikat, takdir/qadha, hari Kiamat, pahala, dosa, 
surga, neraka dan sebagainya.  Terhadap masalah yang seperti  ini pendekatan 
yang harus dilakukan adalah dengan menggunakan hati, yaitu iman.

      Kedua, ayat-ayat yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan 
isyarat-isyaratnya. Terhadap masalah ini pendekatannya adalah dengan 
menggunakan akal, yaitu dipikirkan, diobervasi, dikaji, dan dikembangkan 
sehingga lahirlah science dan teknologi.

      Ketiga, ayat-ayat tentang hukum dan undang-undang. Terhadap ayat-ayat 
yang seperti ini kewajiban umat Islam adalah melaksanakan dan menegakkannya.

      Pendekatan yang benar dan proporsional akan melahirkan umat yang memiliki 
keimanan yang kokoh, cerdas dan berilmu pengetahuan dan percaya diri dan bangga 
dengan identitas dirinya. Inilah modal utama ke arah kejayaan dan supremasi 
Umat Islam.

      Dalam kenyataannya umat ini justru mengalami kelemahan dalam hal itu 
semua. Walhasil umat sekarang dalam keadaan hina, mundur dan terkebelakang, 
sebagai konsekwensi jauhnya mereka dari tuntunan dan pedoman hidupnya: “Apakah 
kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab dan ingkar terhadap sebahagian yang 
lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan 
kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan 
kepada siksa yang sangat besar. Allah tidak lengah dari apa yang mereka 
perbuat.” (QS. Al Baqarah:85)

       Sebenarnya, negara-negara Islam belum sepenuhnya keluar dari cengkeraman 
para negara agresor dan penjajah, seperti Indonesia, Tunisia, Siria, Mesir, dan 
negeri-negeri yang lainnya. Mereka masih terjajah. Tidak kah mereka membawa 
empat slogan yang selalu didengung-dengungkan? Yaitu, God (Tuhan atau 
penyebaran agama), Gold (Emas), Gospel (kekayaan), dan Glory (kejayaan). Empat 
tujuan ini masih mereka nikmati, meskipun mereka telah hengkang dari 
negeri-negeri jajahannya. Maka meskipun secara fisik dunia Islam tidak 
terjajah, namun setiap dimensi kehidupan ummat masih dalam cengkeraman 
konspirasi mereka. Dan konspirasi mereka inilah yang dewasa ini dikerjakan oleh 
tangan-tangan LSM-LSM dan Yayasan-yayasan yang digerakkan oleh anak-anak muslim 
yang sudah dicuci otaknya dan yang didanai oleh mereka, para penjajah. Seperti 
Freemansory, Rotary Club, Lion Club, LSM sosialis komunis dan yang lainnya. 
Mereka bergerak sesuai keinginan donatur-donatur mereka yang semuanya ingin 
memberangus kebenaran Islam.

       Setelah peperangan usai dan para penjajah hengkang dari bumi ummat 
Islam, namun negara-negara ketiga yang notabane negeri muslim semakin hari 
semakin terbelakang dan terpuruk dalam bidang iptek dan industri. Ini juga 
merupakan langkah-langkah strategis yang dilakukan pihak Barat dan musuh-musuh 
Islam yang tidak pernah ingin melihat ada satu negara muslim yang berkembang 
dan mengalami kemajuan. Mari kita renungkan beberapa komentar dan pernyataan 
para orientalis berikut ini;

          Salah seorang pejabat pada Kementerian Luar Negeri Perancis pada 
tahun 1952 mengatakan: “Bahaya yang sebenarnya mengancam kita adalah Islam. 
Untuk itu marilah kita beri apa yang dibutuhkan oleh dunia Islam serta 
menanamkan pada diri mereka perasaan ketidakmampuan untuk menjadi negara 
industri. Apabila kita lemah dalam pelaksanan strategi tersebut, maka 
kemungkinan besar ummat Islam mencapai kemajuan dan menjadi salah satu kekuatan 
raksasa di dunia untuk ke dua kalinya.”

          Bekas dictator Portugal, Salazar berkata: “Saya khawatir akan muncul 
ditengah umat Islam seorang tokoh yang mampu menyatukan potensi mereka dan 
mengarahkannya kepada kita.”

      Mungkin kita bisa bertanya; dimanakah posisi negara-negara muslim dewasa 
ini? Di saat negara-negara  modern telah berbicara tentang berbagai revolusi 
besar yang hendak dijalankan; revolusi teknologi, revolusi biologi (geneologi, 
cloning, penemuan peta gen manusia dan lain sebagainya), revolusi elektronik, 
revolusi ruang angkasa, revolusi komunikasi, informasi dan seterusnya. Di mana 
posisi kita di tengah negara maju ini?

      Dalam bidang pemikiran, para penjajah melahirkan antek-antek mereka dari 
anak-anak negeri untuk mempengerahui ummat Islam tentang cara berfikir yang 
benar. Mereka mengajak kembali kepada paradigma yang dimiliki oleh para 
penjajah tersebut bukan kembali kepada Islam. Dengan dalih mereka telah 
menemukan kemajuan dan sementara dunia Islam dalam kegelapan ilmu pengetahuan. 
Jadi mereka menyerukan genarasi-generasi muslim untuk berkiblat kepada 
nilai-nilai yang diyakini para penjajah. Dan nilai-nilai ini bersandarkan 
kepada keyakinan, filsafat dan adat istiadat yang berkembang di tengah mereka. 
Sehingga tanpa disadari atau tidak, kita selaku ummat islam mulai menafikan 
akan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai pegangan dan pedoman dalam hidup.

      Bahkan kita melihat banyak dari kalangan umat ini yang bangga dengan 
referensi Barat dalam bidang keilmuan yang seharusnya tidak layak untuk 
dijadikan sebagai referensi maupun rujukan utama. Seperti dalam bidang 
psikologi yang mengacu kepada pendapat Sigmun Freud, bidang sosiologi dan moral.

      Seharusnya, umat ini ketika menjadikan Islam sebagai referensi utama, 
mereka harus kembali kepada Al-Quran, Al-hadits, Ijma’, Perkataan  Sahabat, 
Perkataan Tabi’in dan dalil-dalil yang dibenarkan dan diakui dalam terminology 
istinbat dan ijtihad.

      Dari hasil kerja para penjajah sebelum mereka meninggalkan negara-negara 
jajahannya adalah keterbelahan jiwa ummat dalam memegang tali Allah SWT. Mereka 
menjadi minder ketika disebut muslim, mereka malu dan merasa terbelakang 
apabila ditanyakan tentang identitas dirinya sebagai muslim. Padahal seharusnya 
mereka berani menunjukkan dengan jelas apa identitas mereka dan siapa mereka? 
Hal ini dikarenakan seorang muslim memiliki identitas yang khas, kepribadian 
independen dan loyalitas yang jelas. Ia adalah pemilik risalah bumi dan pemikul 
panji dakwah universal yang berkarakter rabbaniah, insaniah dan akhlakiah.

      Dampaknya dari itu semua, Rasulullah dan para sahabat tidak lagi 
dijadikan panutan dan suri tauladan dalam kehidupan sehari-hari. Kita lebih 
bangga dengan budaya yang dikembangkan dan diperkenalkan oleh dunia Barat 
kepada negara-negara muslim, khususnya Indonesia

      Untuk menghadapi berbagai problematika umat dewasa ini, baik yang 
bersifat permanen dan inheren maupun yang bersifat kontemporer karena faktor 
eksternal, maka seluruh Umat Islam harus membangun kembali kesadaran akan 
agamanya dan mengaplikasikan nilai-nilainya dalam setiap dimensi kehidupannya.

      Ada tiga fokus yang sangat mendasar, dimana setiap individu muslim harus 
memperbaiki dirinya dalam hal ini.

      Pertama, Memiliki ilmu pengetahuan.

      “…Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang 
yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima  
pelajaran.” (az-Zumar: 9)

      “…niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan 
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha 
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (al-Mujaadilah: 11)

      Imam Syafi’i berkata, “Sesungguhnya jati diri seorang pemuda—demi 
Allah—ada dalam  ilmu dan ketakwaannya. Apabila keduanya tidak ada dalam 
dirinya, maka ia bukanlah pemuda sebenarnya.”

      Kedua, Belajar secara kontinyu.

      “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada 
kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah 
orang-orang yang beruntung.” (Ali ’Imran: 104)

      Ketiga, Berjuang sepanjang masa.

      “Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah 
Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.Dan 
berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah 
memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu 
kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai 
kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al 
Qur’an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua 
menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah 
zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka 
Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.” (al-Hajj: 77-78)

      Akhirnya, kita hanya bisa berdoa dan berharap semoga kita termasuk 
orang-orang yang memulai untuk berbenah diri dalam menghadapi berbagai 
problematika ummat sekarang ini.



      Allah wa Rasuluh A’lam Bishshawab



                                                                                
    Tripoli, 26 Februari 2009, 11.30pm

      *Penulis adalah mahasiswa International Islamic Call College Tripoli Libya



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke