Korban Bencana pun Peduli Bencana alam seperti gempa bumi yang baru saja terjadi di Tasikmalaya dan sekitarnya memunculkan teramat banyak hikmah, salah satunya kepedulian. Gelombang kepedulian tak hanya datang dari para dermawan yang berada di luar area bencana, dari sejumlah relawan yang datang dari berbagai penjuru negeri untuk membantu meringankan beban para korban bencana, bahkan kepedulian pun ditunjukkan oleh sesama korban gempa sendiri.
Di Desa Pangalengan, Bandung, salah satu desa yang terkena dampak gempa bumi, para korban gempa ikut menjadi relawan. Mereka tak ingin berlama-lama mengeluhkan keadaan yang memang sudah digariskan Allah untuk mereka terima, karena itu tak sedikit dari para korban itu bergabung dengan berbagai posko kemanusiaan yang ada untuk menjadi relawan, termasuk di posko ACT di Jalan Situ Cileunca, Pangalengan, Bandung. Tak hanya tenaga, bahkan sebagian harta yang mereka punya pun tak segan untuk disumbangkan atau dimanfaatkan oleh para relawan untuk membantu sesama korban. Hendra contohnya, menawarkan ruko-nya yang masih utuh untuk dijadikan posko ACT. Di hari kedua, ACT merasa harus memiliki posko yang lebih permanen untuk menunjang aktivitas relawan di beberapa titik yang masih menggunakan tenda. Ketika melihat ada ruko yang masih berdiri tegak di Situ Cileunca, tim langsung mendatangi pemiliknya. Memang kondisi bagian belakang ruko agak retak, namun diyakini masih aman. Mulanya, tim ACT berniat untuk menyewa tempat itu untuk posko. Namun Hendra malah menawarkan rukonya itu untuk dipergunakan oleh tim ACT. “Kalau perlu lebih banyak ruang untuk menampung logistik, dua ruko yang lain silahkan dipakai,” ujar Hendra sembari menunjukkan dua ruko lainnya. Hendra dan keluarganya merupakan korban bencana, rumahnya hancur, begitu juga rumah keluarganya yang lain. Ia dan keluarganya mendirikan tenda di samping ruko yang kini menjadi posko ACT. Belum cukup dengan ruko, Hendra pun menawarkan mobil pick up miliknya untuk dipergunakan oleh ACT untuk kepentingan mengangkut logistik ke daerah-daerah terpencil. “Saya juga siapkan sekitar dua puluh relawan untuk bagian angkut-angkut,” Hendra pun menuliskan daftar nama relawan lokal tersebut. Haji Nono, seorang tokoh masyarakat di Desa Tribakti Mulya, Pangalengan, tak mau kalah. Meskipun rumah ia dan seluruh keluarganya hancur tak membatasi ia untuk berbuat lebih bagi orang lain. Ketika ia tahu tim ACT kesulitan mendapat kendaraan operasional, dengan sukarela ia menawarkan mobil Suzuki Escudo-nya untuk dimanfaatkan. “Maaf hanya ini yang saya punya dan masih utuh,” ujar H. Nono yang mengantarkan langsung mobil tersebut ke posko ACT. Sebenarnya yang dimaksud H. Nono utuh, tak sepenuhnya utuh. Bagian atap dan kap mobil itu lumayan penyok tertimpa reruntuhan bangunan rumahnya. Dengan kendaraan itu pula tim ACT menyambangi para pengungsi yang jauh. Di Tasikmalaya, kepedulian dari korban tak kalah dengan Pangalengan. Hampir mirip dengan Hendra, seorang bapak di Tasikmalaya menawarkan tim ACT untuk memanfaatkan ruko tiga lantainya untuk posko ACT. Letaknya di Jalan H. Juanda, jalan utama akses dari Jakarta menuju pusat kota Tasikmalaya. Posko yang cukup luas itu menjadi posko Induk ACT tak hanya untuk Tasikmalaya, melainkan untuk seluruh wilayah gempa Jawa Barat. Barang logistik ditampung di posko yang cukup luas ini, untuk kemudian didistribusikan ke posko Ciamis, Garut, Pangalengan dan Cianjur. Pak Aan, seorang pengusaha lokal di Tasikmalaya, menambah kesibukan dirinya dengan menjadi relawan ACT meskipun ia juga salah satu korban gempa di daerah Purbaratu, Kota Tasikmalaya. Tak hanya ia, beberapa karyawannya pun ia perintahkan untuk aktif sebagai relawan. Bagi para karyawan itu, tak semata karena ditugaskan oleh atasannya, namun tanpa diperintah pun mereka memang akan meminta izin untuk menjadi relawan. “jiwa saya disini, semangat saya sama dengan semua relawan dari Jakarta. Saya juga ingin berbagi,” kata Darkum, seorang relawan lokal yang juga karyawan Pak Aan. Di Garut, satu keluarga menjadi relawan. Pak Dedi, isteri dan anaknya mendaftarkan dirinya menjadi relawan dan bergabung di Posko ACT di Pameungpeuk, Garut Selatan. Isteri pak Dedi, langsung menawarkan diri untuk menyediakan makanan sahur dan berbuka bagi para relawan. Belasan relawan lokal lainnya berbondong-bondong mendaftarkan diri ke posko dan siap ditugaskan apapun, termasuk mengantar bantuan walau harus menyeberangi sungai dan hutan. “Ya memang ada desa-desa yang sulit dijangkau, kami harus menyeberangi sungai sambil memanggul bantuan untuk mencapai desa itu,” kata Ading, relawan ACT dari Jakarta. Hal yang sama pun ditunjukkan para relawan lokal di Cianjur Selatan. Posko ACT di Cikangkareng, Cianjur Selatan, banyak terbantu dengan keterlibatan para relawan lokal. “Sejujurnya, beginilah cara kami membangkitkan semangat mereka –para korban- dengan menjadikan mereka sebagai subjek dari bencana, bukan objek bencana,” ungkap Ahyudin, Direktur Eksekutif ACT. Hmm, kepedulian memang tak mengenal status dan keadaan. Siapapun berhak peduli, sebab inilah sifat terbaik manusia, alami dan tak perlu dibuat-buat. Berkali-kali kami mendatangi lokasi bencana, setiap kali itu pula kami selalu menemukan orang-orang luar biasa, meskipun mereka berasal dari para korban bencana itu sendiri. (Gaw, dari Pangalengan) Bayu Gawtama Life-Sharer http://solifecenter.com 0852 190 68581 Lebih Bersih, Lebih Baik, Lebih Cepat - Rasakan Yahoo! Mail baru yang Lebih Cepat hari ini! http://id.mail.yahoo.com [Non-text portions of this message have been removed]