Para Perempuan Cemerlang dalam Peradaban Islam (2-habis)
Rabu, 28 April 2010

    
Ilustrasi Nusayba binti Harith

Nusayba binti Harith Al Ansari hadir sebagai sosok lain. Ia merawat para 
prajurit terluka. Ia juga seorang tabib khitan. Masa pun berjalan. Pada abad 
ke-15, seorang ahli bedah dari Turki, Serefeddin Sabuncuoglu (1385-1468), 
penulis karya tentang bedah, Cerrahiyyetu'l-Haniyye. Dia tak ragu menggambarkan 
secara terinci mengenai prosedur gineologi atau menggambarkan perawatan 
terhadap pasien perempuan.

Bukan hanya menggambarkan, namun Sabuncuoglu pun bekerja dengan para ahli bedah 
perempuan. Saat itu, dikabarkan rekan-rekannya di dunia Barat, malah menentang 
bekerja sama dengan para perempuan. Bahkan, dalam bukunya, ia menggambarkan 
bagaimana para ahli bedah perempuan menjalankan pekerjaannya.

Sutayta Al-Mahamli

Pakar matematika ini hidup pada paruh kedua abad ke-10. Ia berasal dari 
keluarga berpendidikan tinggi di Baghdad, Irak. Ayahnya, Abu Abdallah Al 
Hussein, menjabat sebagai seorang hakim yang juga penulis sejumlah buku, 
termasuk Kitab fi Al Fiqh dan Salat Al'idayn.

Sang ayah tak memandang sebelah mata Sutayta yang berjenis kelamin perempuan 
itu. Ia mengajarkan ilmu pengetahuan kepada anaknya, bahkan mendatangkan 
sejumlah guru. Banyak hal yang diajarkan namun Sutayta terpikat hatinya pada 
matematika.

Sejumlah cendekiawan yang pernah menjadi gurunya adalah Abu Hamza bin Qasim, 
Omar bin Abdul-'Aziz Al Hashimi, Ismail bin Al Abbas Al Warraq, dan 
AbdulAlghafir bin Salamah Al Homsi. Sejumlah sejarawan, Ibnu Al Jawzi, Ibnu Al 
Khatib Baghdadi, dan Ibnu Katsir, memuji kemampuan Sutayta dalam matematika. 
Sutayta sangat menguasai hisab atau aritmatika dan perhitungan waris.

Kedua cabang matematika tersebut berkembang dengan baik di zamannya. Dalam 
aljabar, ia berhasil menemukan sebuah persamaan yang pada masa selanjutnya, 
sering dikutip oleh pakar matematika lainnya.

Bidang ilmu lain yang juga dikuasainya adalah sastra Arab, ilmu hadis, dan 
hukum. Setelah lama bergelut dengan angka dan memberikan kontribusinya dalam 
bangunan peradaban Islam, akhirnya Allah SWT memanggilnya. Ia mengembuskan 
napas terakhir pada 987 Masehi.

Labana dari Kordoba

Pada masa pemerintahan Islam, Kordoba menjadi salah satu pusat peradaban. Kota 
ini, bahkan menjadi salah satu lumbung orang-orang berotak cerdas. Salah 
satunya adalah perempuan yang bernama Labana. Matematika menjadi bidang kajian 
yang ia kuasai.

Labana dikenal dengan kemampuannya menyelesaikan beragam masalah matematika 
yang sangat pelik, baik aritmatika, geometri, maupun aljabar. Saat itu, tak 
banyak ilmuwan laki-laki yang mampu memecahkan masalah sepelik itu. Melalui 
kecerdasannya, ia menuai buah manis. Ia menjadi pegawai pemerintah.

Labana menjadi sekretaris Khalifah Al Hakam II dari Dinasti Bani Ummayah. 
Jatuhnya jabatan sekretaris ke tangan Labana, menunjukkan khalifah tak 
mempetimbangkan jenis kelamin. Namun, ia lebih mementingkan kepandaian dan 
kemampuan yang dimiliki Labana.

Pada masa itu, sejumlah perempuan bernasib sama dengan Labana. Para perempuan 
yang menguasai suatu bidang, akan mendapatkan penghargaan tinggi dari 
pemerintah. Kalau memang bersedia, para perempuan itu mendapatkan posisi di 
pemerintahan. (habis)



Kirim email ke