Assalamualaikum wr wb ,
Saya bukan politikus , tetapi saya beranggapan bahwa kapanpun harus ada 
sebagian orang islam yang sholeh dan berkemampuan politik untuk  memperjuangkan 
Islam didunia politik agar Islam menjadi Rahmatan lil alamin.
Posisi - posisi pengatur kebijakan saat ini sebagian besar dipegang para 
politikus , bila mereka bukan mukmin yang sholeh maka bisa dibayangkan 
kebijakan-kebijakan yang mereka keluarkan , amatlah sulit mengharapkan 
kebijakan yang diridhoi Allah SWT.
Bahkan kebijakan mereka bisa menghambat ibadah , merusak ahlaq , dll
Rosulullah hidup didalam masyarakat jahiliyah , tetapi beliau tidak menjauhi 
masayakat bahkan terjun ditengah-tengah mereka untuk memperbaiki masyarakat , 
itulah yg diajarkan beliau kepada kita , jangan lari dari keadaan. Peningkatan 
ibadah , ahlaq , pendidikan , ekonomi , kesehatan , dll tetap beliau lakukan.
Janganlah karena kita melihat politik saat ini kotor maka kita mengajak orang 
untuk tidak berpolitik , nanti kita melihat perdagangan itu penuh kecurangan , 
internet itu penuh pornografi , televisi tidak bermanfaat , dst-dst. maka kita 
mengajak orang untuk menjauhi nya.
Politik , perdagangan , internet , televisi , dan yg sejenisnya semua itu 
bersifat netral , bisa dimanfaatkan oleh siapa saja untuk apa saja sesuai 
kemauan pengendalinya. Bila orang-orang sholeh yg profesional menguasai 
panggung politik , perdagangan , internet , dll ,  Insya Allah Islam akan 
berjaya dan non muslim akan terlindungi.
Semoga tulisan secuil ini menjadi bahan renungan ,
Wassalam
Amri




________________________________
 Dari: Dony Syehnul <dsyeh...@pertamina.com>
Kepada: "daarut-tauhiid@yahoogroups.com" <daarut-tauhiid@yahoogroups.com>
Dikirim: Sabtu, 20 Oktober 2012 6:55
Judul: [daarut-tauhiid] SIAPA YANG BERHAK BERPOLITIK ? DAN KAPAN ?


 
SIAPA YANG BERHAK BERPOLITIK ? DAN KAPAN ?

Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani

Menyibukkan diri dengan politik pada saat ini adalah membuang-buang waktu ! 
Meskipun kami tidak mengingkari adanya politik dalam Islam, hanya saja dalam 
waktu yang sama kami meyakini adanya tahapan-tahapan syar'i yang logis yang 
harus dilalui satu per satu.

Kami memulai dengan aqidah, yang kedua ibadah, kemudian akhlak, dengan 
mengadakan pemurnian dan pendidikan, kemudian akan datang suatu hari dimana 
kita pasti masuk dalam fase politik secara syar'i, karena berpolitik berarti 
mengatur urusan-urusan umat. Dan yang mengatur urusan-urusan umat ? Bukanlah 
Zaid, Bakar, ataupun Umar, yang mendirikan kelompok atau memimpin gerakan atau 
suatu jama'ah !! Bahkan urusan ini khusus bagi ulil amri yang dibaiat di 
hadapan kaum muslimin. Dia (ulil amri) lah yang diwajibkan mengetahui politik 
dan mengaturnya. Apabila kaum muslimin tidak bersatu -seperti keadaan kita saat 
ini- maka setiap ulil amri hanya berkuasa dan memikirkan sebatas wilayah 
kekuasaannya saja.

Adapun menyibukkan diri dalam urusan-urusan (politik) maka seandainya pun kita 
benar-benar mengetahui urusan-urusan tersebut, pengetahuan kita itu tidak 
memberi manfaat kepada kita, karena kita tidak memiliki keputusan dan wewenang 
untuk mengatur umat. Satu hal ini pun sudah cukup menjadikan usaha kita sia-sia.

Kami akan memberikan suatu contoh : Peperangan yang terjadi melawan kaum 
muslimin pada kebanyakan negeri-negeri Islam. Apakah bermanfaat jika kita 
menyulut semangat kaum muslimin untuk menghadapi orang kafir padahal kita tidak 
memiliki "jihad wajib" yang diatur oleh imam yang bertanggung jawab yang telah 
dibaiat ?! Tidak ada gunanya perbuatan tersebut. Kami tidak berkata bahwa 
menolong orang-orang yang tertindas itu tidak wajib, akan tetapi kami 
mengatakan bahwa menyibukkan diri dengan politik bukan sekarang waktunya. Oleh 
karena itu, wajib atas kita untuk mengajak kaum muslimin kepada dakwah, untuk 
memahamkan mereka kepada Islam yang benar dan mendidik mereka dengan tarbiyah 
yang benar.

Adapun menyibukkan mereka dengan urusan-urusan emosional yang menyentil 
semangat, maka hal itu termasuk dalam hal-hal yang dapat memalingkan mereka 
dari kemantapan dalam memahami da'wah yang wajib ditegakkan oleh setiap muslim 
mukallaf, seperti memperbaiki aqidah, ibadah, dan akhlak. Dan hal itu termasuk 
fardhu 'ain yang tidak bisa dimaklumi orang yang melalaikannya. Sedangkan 
urusan-urusan lain yang dinamakan pada saat ini dengan "fiqhul waqi" dan sibuk 
dengan urusan politik yang merupakan tanggung jawab ahlul halli wal aqdi, yang 
dengan kekuasaan mereka, mereka bisa mengambil manfaat dari hal yang demikian 
secara praktek. Adapun sebagian orang yang tidak memiliki kekuasaan, maka 
mengetahui politik dan menyibukkan mayoritas manusia dengan sesuatu yang 
penting daripada sesuatu yang lebih penting adalah termasuk sebagai hal-hal 
yang memalingkan mereka dari pengetahuan yang benar!.

Dan inilah yang kami rasakan sesungguhnya pada kebanyakan dari manhaj 
kelompok-kelompok dan jama'ah-jama'ah Islam pada saat ini. Dimana kami 
mengetahui bahwa sebagian mereka berpaling dari mengajari pemuda-pemuda muslim 
yang berkumpul disekitar da'i itu untuk belajar memahami aqidah, ibadah dan 
akhlak yang benar. Karena sebagian para da'i itu sibuk dengan urusan politik 
dan masuk ke parlemen-parlemen yang berhukum dengan selain apa-apa yang Allah 
turunkan!! Sehingga hal itu memalingkan mereka dari hal yang lebih penting dan 
mereka sibuk dengan hal-hal yang tidak penting dalam kondisi seperti sekarang 
ini.

Adapun tentang apa-apa yang termuat dalam pertanyaan yaitu tentang bagaimana 
seorang muslim berlepas diri dari dosa (tanggung jawab) atau bagaimana seorang 
muslim berperan serta dalam mengubah kenyataan yang pahit ini, maka kami 
katakan : Setiap muslim berkewajiban berbuat sesuai dengan kemampuannya 
masing-masing, seorang ulama mempunyai kewajiban yang berbeda dengan yang bukan 
ulama. Dan sebagaimana yang saya sebutkan dalam kesempatan seperti ini bahwa 
sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah menyempurnakan nikmat-Nya dengan 
kitab-Nya, dan dia menjadikan Al-Qur'an sebagai undang-undang bagi kaum 
mukminin. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu 
tiada mengetahuinya". [Al-Anbiya : 7].

Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjadikan masyarakat Islam menjadi dua bagian 
yaitu orang yang berilmu dan yang bukan berilmu (awam). Dan Allah mewajibkan 
kepada masing-masing di antara keduanya apa-apa yang tidak Allah wajibkan 
kepada yang lainnya. Maka kewajiban atas orang-orang yang bukan ulama adalah 
hendaknya mereka bertanya kepada ahli ilmu. Dan kewajiban atas para ulama 
adalah hendaknya menjawab apa-apa yang ditanyakan kepada mereka. Maka 
kewajiban-kewajiban berdasarkan pijakan ini adalah berbeda-beda sesuai dengan 
perbedaan individu itu sendiri. Seorang yang berilmu pada saat ini kewajibannya 
adalah berda'wah mengajak kepada da'wah yang hak sesuai dengan batas 
kemampuannya. Dan orang yang bukan berilmu kewajibannya adalah bertanya tentang 
apa-apa yang penting bagi dirinya atau bagi orang-orang yang berada dibawah 
kepemimpinannya seperti istri, anak atau semisalnya. Sehingga apabila seorang 
muslim dari masing-masing bagian ini menegakkan
 kewajibannya sesuai dengan kemampuannya, maka dia telah selamat, karena Allah 
Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan 
kesanggupannya". [Al-Baqarah : 286]

Kami -dengan sangat prihatin- hidup ditengah-tengah penderitaan dan 
kejadian-kejadian tragis yang menimpa kaum muslimin yang tidak ada bandingannya 
dalam sejarah, yaitu berkumpul dan bersatunya orang-orang kafir memusuhi kaum 
muslimin, sebagaimana yang dikhabarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa 
sallam seperti dalam hadits beliau yang dikenal dan shahih.

"Artinya : 'Telah berkumpul umat-umat untuk menghadapi kalian, sebagaimana 
orang-orang yang makan berkumpul menghadapi piringnya'. Mereka berkata : Apakah 
pada saat itu kami sedikit wahai Rasulullah ? Beliau menjawab : 'Tidak, pada 
saat itu kalian banyak, tetapi kalian seperti buih di lautan, dan Allah akan 
menghilangkan rasa takut dari dada-dada musuh kalian kepada kalian, dan Allah 
akan menimpakan pada hati kalian penyakit Al-Wahn'. Mereka berkata : Apakah 
penyakit Al-Wahn itu wahai Rasulullah?. Beliau menjawab :'Cinta dunia dan takut 
akan mati". [Haadits Shahih, diriwayatkan oleh Abu Daud (4297), Ahmad (5/287), 
dari hadits Tsaubah Radhiyallahu anhu, dan dishahihkan oelh Al-Albani dengan 
dua jalannya tersebut dalam As-Shahihah (958)]

Kalau begitu, maka wajib atas para ulama untuk berjihad dengan melakukan 
tashfiyah dan tarbiyah dengan cara mengajari kaum muslimin tauhid yang benar 
dan keyakinan-keyakinan yang benar serta ibadah-ibadah dan akhlak. Semuanya itu 
sesuai dengan kemampuannya masing-masaing di negeri-negeri yang dia diami, 
karena mereka tidak mampu menegakkan jihad menghadapi Yahudi dalam satu shaf 
(barisan) selama mereka keadaannya seperti keadaan kita pada saat ini, saling 
berpecah-belah, tidak berkumpul/bersatu dalam satu negeri maupun satu shaf 
(barisan), sehingga mereka tidak mampu menegakkan jihad dalam arti perang fisik 
untuk menghadapi musuh-musuh yang berkumpul/bersatu memusuhi mereka. Akan 
tetapi kewajiban mereka adalah hendaknya mereka memanfaatkan semua sarana 
syar'i yang memungkinkan untuk dilakukan, karena kita tidak memiliki kemampuan 
materi, dan seandainya kita mampu pun, kita tidak mampu bergerak, karena 
terdapat pemerintahan, pemimpin dan penguasa-penguasa
 dalam kebanyakan negeri-negeri kaum muslimin menjalankan politik yang tidak 
sesuai dengan politik syar'i, sangat disesalkan sekali. Akan tetapi kita mampu 
merealisasikan -dengan izin Allah Subhanahu wa Ta'ala- dua perkara agung yang 
saya sebutkan tadi, yaitu tasfiyah (pemurnian) dan tarbiyah (pendidikan). Dan 
ketika para da'i muslim menegakkan kewajiban yang sangat penting ini di negeri 
yang menjalankan politiknya tidak sesuai dengan politik syar'i, dan mereka 
bersatu di atas asas ini (tasfiyah dan tarbiyah), maka saya yakin pada suatu 
hari akan terjadi apa yang Allah katakan :

"Artinya : Dan di hari itu bergembiralah orang-orang yang beriman, karena 
pertolongan Allah". [Ar-Ruum : 4-5]

[Disalin dari buku At-Tauhid Awwalan Ya Du'atal Islam, edisi Indonesia TAUHID, 
Prioritas dan Utama, oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, hal 44-51, 
terbitan Darul Haq, Penerjemah Fariq Gasim Anuz]
***** This message may contain confidential and/or privileged information. If 
you are not the addressee or authorized to receive this for the addressee, you 
must not use, copy, disclose or take any action based on this message or any 
information herein. If you have received this communication in error, please 
notify us immediately by responding to this email and then delete it from your 
system. PT Pertamina (Persero) is neither liable for the proper and complete 
transmission of the information contained in this communication nor for any 
delay in its receipt. *****

[Non-text portions of this message have been removed]




[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke