Assalamu'alaikum wr wb,

Larangan Berdebat dan Berbantah-bantahan yang Menimbulkan Perpecahan

Debat
Sesungguhnya Allah melarang kita berdebat untuk menimbulkan fitnah. Meski itu 
berkaitan dengan Al Qur’an:

“Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi) nya 
ada ayat-ayat yang muhkamaat[183], itulah pokok-pokok isi Al qur’an dan yang 
lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat[184]. Adapun orang-orang yang dalam hatinya 
condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang 
mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari 
ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan 
orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang 
mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” Dan tidak dapat mengambil 
pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.” [Ali 'Imran 7]

[183]. Ayat yang muhkamaat ialah ayat-ayat yang terang dan tegas maksudnya, 
dapat dipahami dengan mudah.

[184]. Termasuk dalam pengertian ayat-ayat mutasyaabihaat: ayat-ayat yang 
mengandung beberapa pengertian dan tidak dapat ditentukan arti mana yang 
dimaksud kecuali sesudah diselidiki secara mendalam; atau ayat-ayat yang 
pengertiannya hanya Allah yang mengetahui seperti ayat-ayat yang berhubungan 
dengan yang ghaib-ghaib misalnya ayat-ayat yang mengenai hari kiamat, surga, 
neraka dan lain-lain.

Larangan berdebat agar ummat Islam tidak berbantah-bantahan dan jadi lemah 
serta penakut:

“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, 
yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. 
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” [Al Anfaal 46]

Nabi bersabda:

اِقْرَأُوْا الْقُرْآنَ مَا ائْتَلَفَتْ عَلَيْهِ قُلُوْبُكُمْ فَإِذَا 
اخْتَلَفْتُمْ فَقُوْمُوْا عَنْهُ
“Bacalah Al-Qur`an selama hati-hati kalian masih bersatu, maka jika kalian 
sudah berselisih maka berdirilah darinya”. [Shohihain]

Dan dalam Al-Musnad dan Sunan Ibnu Majah –dan asalnya dalam Shohih Muslim- dari 
‘Abdullah bin ‘Amr :
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ وَهُمْ يَخْتَصِمُوْنَ 
فِي الْقَدْرِ فَكَأَنَّمَا يَفْقَأُ فِي وَجْهِهِ حُبُّ الرُّمَّانِ مِنَ 
الْغَضَبِ، فَقَالَ : بِهَذَا أُمِرْتُمْ ؟! أَوْ لِهَذَا خُلِقْتُمْ ؟ 
تَضْرِبُوْنَ الْقُرْآنَ بَعْضَهُ بِبَعْضٍ!! بِهَذَا هَلَكَتِ الْأُمَمُ 
قَبْلَكُمْ

“Sesungguhnya Nabi SAW pernah keluar sedangkan mereka (sebagian shahabat-pent.) 
sedang berselisih tentang taqdir, maka memerahlah wajah beliau bagaikan 
merahnya buah rumman karena marah, maka beliau bersabda : “Apakah dengan ini 
kalian diperintah?! Atau untuk inikah kalian diciptakan?! Kalian membenturkan 
sebagian Al-Qur’an dengan sebagiannya!! Karena inilah umat-umat sebelum kalian 
binasa”.

Bahkan telah datang hadits (yang menyatakan) bahwa perdebatan adalah termasuk 
dari siksaan Allah kepada sebuah ummat. Dalam Sunan At-Tirmidzy dan Ibnu Majah 
dari hadits Abu Umamah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata : Rasulullah SAW 
bersabda :

مَا ضَلَّ قَوْمٌ بَعْدَ هُدًى كَانُوْا عَلَيْهِ إِلاَّ أُوْتُوْا الْجَدَلَ، 
ثُمَّ قَرَأَ : مَا ضَرَبُوْهُ لَكَ إِلاَّ جَدَلاً
“Tidaklah sebuah kaum menjadi sesat setelah mereka dulunya berada di atas 
hidayah kecuali yang suka berdebat, kemudian beliau membaca (ayat) “Mereka 
tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah 
saja””.

Perdebatan Yang Terpuji:

Adapun jika perdebatan itu untuk menampakkan kebenaran dan menjelaskannya, yang 
dilakukan oleh seorang ‘alim dengan niat yang baik dan konsisten dengan 
adab-adab (syar’iy) maka perdebatan seperti inilah yang dipuji.

Allah Ta’ala berfirman :

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ 
وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik 
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”. (QS. An-Nahl : 125)

Dan Allah Ta’ala berfirman :

وَلَا تُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
“Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang 
paling baik”. (QS. Al-‘Ankabut : 46)

Dan Allah Ta’ala berfirman :

قَالُوا يَانُوحُ قَدْ جَادَلْتَنَا فَأَكْثَرْتَ جِدَالَنَا فَأْتِنَا بِمَا 
تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ

“Mereka berkata: “Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan 
kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada 
kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang 
benar”. (QS. Hud : 32)

Ayat di atas membolehkan kita berdebat untuk meneru manusia ke jalan Allah 
denga cara yang BAIK.

Tapi jika mereka tidak mau beriman setelah 2-3 kali peringatan, ya sudah. Tidak 
perlu berkepanjangan:

“Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan 
atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman.
Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka[20], dan penglihatan 
mereka ditutup[21]. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.” [Al Baqarah 6-7]

“Mereka menjawab: “Adalah sama saja bagi kami, apakah kamu memberi nasehat atau 
tidak memberi nasehat, (agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan 
orang dahulu.: [Asy Syu'araa' 136-137]

Diriwayatkan dari ‘Aisyah r.a., ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Orang 
yang paling dibenci Allah adalah orang yang paling keras penantangnya lagi 
lihai bersilat lidah’.” (HR Bukhari [2457] dan Muslim [2668]).

Diriwayatkan dari Ziyad bin Hudair, ia berkata, “Umar pernah berkata kepadaku, 
‘Tahukah engkau perkara yang merobohkan Islam?’ ‘Tidak! Jawabku.’ Umar berkata, 
‘Perkara yang merobohkan Islam adalah ketergelinciran seorang alim, debat orang 
munafik tentang Al-Qur’an dan ketetapan hukum imam yang sesat’.” (Shahih, HR 
Ad-Darimi [I/71], al-Khatib al-Baghdadi dalam kitab al-Faqiih wal Mutafaqqih 
[I/234], Ibnul Mubarak dalam az-Zuhd [1475], Abu Nu’aim dalam al-Hilyah 
[IV/196]).

Diriwayatkan dari Abu Ustman an-Nahdi, ia berkata, “Aku duduk di bawah mimbar 
Umar, saat itu beliau sedang menyampaikan khutbah kepada manusia. Ia berkata 
dalam khutbahnya, Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Sesungguhnya, 
perkara yang sangat aku takutkan atas ummat ini adalah orang munafik yang lihai 
bersilat lidah’.” (Shahih, HR Ahmad [I/22 dan 44], Abu Ya’la [91], Abdu bin 
Humaid [11], al-Firyabi dalam kitab Shifatul Munaafiq [24], al-Baihaqi dalam 
Syu’abul Iimaan [1641]).

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., dari Rasulullah saw., “Perdebatan tentang 
Al-Qur’an dapat menyeret kepada kekufuran.” (HR Abu Daud [4603], Ahmad [II/286, 
424, 475, 478, 494, 503 dan 528], Ibnu Hibban [1464]).

Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amru r.a., ia berkata, “Pada suatu hari aku 
datang menemui Rasulullah saw pagi-pagi buta. Beliau mendengar dua orang lelaki 
sedang bertengkar tentang sebuah ayat. Lalu beliau keluar menemui kami dengan 
rona wajah marah. Beliau berkata, ‘Sesungguhnya, perkara yang membinasakan 
ummat sebelum kalian adalah perselisihan mereka al-Kitab’.” (HR Muslim [2666]).

Diriwayatkan dari ‘Amru bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya (yakni 
‘Abdullah bin ‘Amru r.a.), bahwa suatu hari Rasulullah saw. mendengar sejumlah 
orang sedang bertengkar, lantas beliau bersabda, “Sesungguhnya, ummat sebelum 
kalian binasa disebabkan mereka mempertentangkan satu ayat dalam Kitabullah 
dengan ayat lain. Sesungguhnya Allah menurunkan ayat-ayat dalam Kitabullah itu 
saling membenarkan satu sama lain. Jika kalian mengetahui maksudnya, maka 
katakanlah! Jika tidak, maka serahkanlah kepada yang mengetehuinya.” (Hasan, HR 
Ibnu Majah [85], Ahmad [II/185, 195-196], dan al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah 
[121]).

Telah terdapat dalam sebuah hadits tentang larangan berjidal (berdebat),

((ما ضلّ قوم بعد هدىً إلا أوتوا الجَدلّ)) ثم قرأ ) {مَا ضَرَبُوهُ لَكَ إِلَّا 
جَدَلاً بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُونَ} (الزخرف:58)
“Tidaklah suatu kaum menjadi sesat setelah diberi petunjuk kecuali setelah 
mereka mendapati jidal/berdebat” kemudian Rasulullah SAW membaca ayat “Tidaklah 
mereka itu memberikan perumpamaan kepada engkau kecuali sekedar untuk untuk 
membantah saja, tetapi mereka itu adalah kaum yang suka bertemgkar.” (HR. At 
Tirmizi no: 3253, hasan shahih).

Contoh 1 perdebatan tentang Al Qur’an yang saling mengkafirkan adalah sebagai 
berikut:

Di mana Allah itu khilafiyyah. Harusnya jangan berdebat soal itu karena 
akhirnya saling mengkafirkan. Contohnya Wahabi menganggap Allah itu ada di 
langit. Kalau tidak percaya, maka dia kafir. Ada lagi yg menganggap Allah di 
atas ‘Arasy (Ar Ra’d 2).

Sebaliknya Aswaja menganggap Allah tidak berjism/berbadan sebagaimana makhluk 
dan tidak memerlukan tempat. Oleh karena itu kafirlah Wahhabi yg menganggap 
Allah berbadan dan perlu tempat. Dalilnya: Qaaf 16 yg menyatakan Allah lebih 
dekat dgn urat leher kita. Al Baqarah 115: kemanapun kamu menghadap di situlah 
wajah Allah, Al Baqarah 186: Allah dekat dsb. “Dan Dia bersama kamu di mana 
saja kamu berada.” (QS. al-Hadid : 4)., ““Tiada pembicaraan rahasia antara tiga 
orang, melainkan Dia-lah keempatnya….” (QS. al-Mujadilah : 7).

Jadi tak bisa Wahhabi cuma pakai 1 ayat saja dan menolak 5 ayat lainnya. 
Lengkapnya bisa dilihat di:

http://kabarislam.wordpress.com/2013/01/06/download-buku-pintar-berdebat-dengan-wahhabi/

Jadi tidak bisa dgn modal 1 ayat kita mengkafirkan orang yg memegang 5 ayat 
bahkan sebetulnya saya lihat lebih karena masih banyak lagi. Amannya kita tidak 
berdebat soal itu. Serahkan itu kepada Allah.

“Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi) nya 
ada ayat-ayat yang muhkamaat[183], itulah pokok-pokok isi Al qur’an dan yang 
lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat[184]. Adapun orang-orang yang dalam hatinya 
condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang 
mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari 
ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan 
orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang 
mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” Dan tidak dapat mengambil 
pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.” [Ali 'Imran 7]

dan Nabi bersabda:

اِقْرَأُوْا الْقُرْآنَ مَا ائْتَلَفَتْ عَلَيْهِ قُلُوْبُكُمْ فَإِذَا 
اخْتَلَفْتُمْ فَقُوْمُوْا عَنْهُ
“Bacalah Al-Qur`an selama hati-hati kalian masih bersatu, maka jika kalian 
sudah berselisih maka berdirilah darinya”. [Shohihain]

“Aku akan menjamin sebuah rumah di dasar surga bagi orang yang meninggalkan 
debat meskipun dia berada dalam pihak yang benar. Dan aku menjamin sebuah rumah 
di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun dalam keadaan 
bercanda. Dan aku akan menjamin sebuah rumah di bagian teratas surga bagi orang 
yang membaguskan akhlaknya.” (HR. Abu Dawud dalam Kitab al-Adab, hadits no 4167]

Kirim email ke