Mereka yang mengharamkan karena salah memahami petunjukNya

 
Salah satu tanda-tanda akhir zaman adalah akan bermunculan fitnah dari 
orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim An Najdi yakni 
orang-orang yang berfatwa tanpa ilmu.

Telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Abu Uwais berkata, telah 
menceritakan kepadaku Malik dari Hisyam bin `Urwah dari bapaknya dari Abdullah 
bin `Amru bin Al `Ash berkata; aku mendengar Rasulullah shallallahu `alaihi 
wasallam bersabda: Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu sekaligus 
mencabutnya dari hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan 
para ulama hingga bila sudah tidak tersisa ulama maka manusia akan mengangkat 
pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh, ketika mereka ditanya mereka berfatwa 
tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan (HR Bukhari 98)

Orang-orang yang berfatwa tanpa ilmu adalah mereka yang melarang yang tidak 
dilarangNya, mengharamkan yang tidak diharamkanNya dan mewajibkan yang tidak 
diwajibkanNya

Hanya Allah Azza wa Jalla yang menetapkan perkara terkait dengan dosa yakni

1. Segala perkara yang jika ditinggalkan berdosa (kewajiban)
2. Segala perkara yang jika dilanggar atau dikerjakan berdosa (larangan dan 
segala apa yang telah diharamkan oleh Allah Azza wa Jalla)

Perkara yang terkait dengan dosa disebut dengan urusan agama (urusan kami) atau 
perkara syariat yakni perkara yang merupakan hak Allah Azza wa Jalla 
menetapkannya atau mensyariatkannya bagi manusia agar terhindar dari dosa atau 
terhindar dari siksaan api neraka.

Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya, "Katakanlah! Tuhanku hanya 
mengharamkan hal-hal yang tidak baik yang timbul daripadanya dan apa yang 
tersembunyi dan dosa dan durhaka yang tidak benar dan kamu menyekutukan Allah 
dengan sesuatu yang Allah tidak turunkan keterangan padanya dan kamu mengatakan 
atas (nama) Allah dengan sesuatu yang kamu tidak mengetahui." (QS al-A'raf [7] 
: 33)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya Rabbku 
memerintahkanku untuk mengajarkan yang tidak kalian ketahui yang Ia ajarkan 
padaku pada hari ini: `Semua yang telah Aku berikan pada hamba itu halal, Aku 
ciptakan hamba-hambaKu ini dengan sikap yang lurus, tetapi kemudian datanglah 
syaitan kepada mereka. Syaitan ini kemudian membelokkan mereka dari agamanya, 
dan mengharamkan atas mereka sesuatu yang Aku halalkan kepada mereka, serta 
mempengaruhi supaya mereka mau menyekutukan Aku dengan sesuatu yang Aku tidak 
turunkan keterangan padanya". (HR Muslim 5109)

Dari Ibnu `Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, 
"di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarkan akal pikiran, sesungguhnya 
agama itu dari Tuhan, perintah-Nya dan larangan-Nya." (Hadits riwayat 
Ath-Thabarani)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda "Barang siapa yang membuat 
perkara baru dalam urusan agama yang tidak ada sumbernya (tidak turunkan 
keterangan padanya) maka tertolak." (HR. Bukhari dan Muslim)

Telah menceritakan kepada kami Ya'qub telah menceritakan kepada kami Ibrahim 
bin Sa'ad dari bapaknya dari Al Qasim bin Muhammad dari `Aisyah radliallahu 
`anha berkata; Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam bersabda: Siapa yang 
membuat perkara baru dalam urusan kami ini yang tidak ada perintahnya (tidak 
turunkan keterangan padanya) maka perkara itu tertolak." (HR Bukhari 2499)

Jadi akan bermunculan orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim An 
Najdi  yang melarang atau mengharamkan bukan berdasarkan ketetapanNya atau 
melarang atau mengharamkan karena salah memahami Al Qur'an dan As Sunnah

Orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah At Tamim An Najdi dipanggil oleh 
Rasulullah sebagai "orang-orang muda" yakni mereka suka berdalil atau berfatwa 
dengan Al Qur'an dan Hadits namun salah paham.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda "Akan keluar suatu kaum akhir 
jaman, orang-orang muda yang pemahamannya sering salah paham. Mereka banyak 
mengucapkan perkataan "Khairil Bariyyah" (maksudnya: suka berdalil dengan Al 
Qur'an dan Hadits). Iman mereka tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka 
keluar dari agama sebagaimana meluncurnya anak panah dari busurnya. Kalau 
orang-orang ini berjumpa denganmu perangilah mereka (luruskan pemahaman 
mereka)." (Hadits Sahih riwayat Imam Bukhari 3342).

"Orang-orang muda" adalah kalimat majaz yang maknanya orang-orang yang kurang 
berpengalaman atau kurang berkompetensi dalam memahami Al Qur'an dan As Sunnah.

Contohnya ayat-ayat yang dikemukakan mereka yang mengharamkan tawassul dengan 
para Nabi dan orang-orang shalih seperti yang artinya "Kami tidak menyembah 
mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan 
sedekat-dekatnya"  (QS Az Zumar [39]:3)

Ucapan mereka "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan 
kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya"  menjelaskan bahwa mereka menyembah 
berhala untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Contoh ayat yang lain yang artinya "Mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada 
kami di sisi Allah"   (QS Yunus [10]:18)

Padahal ayat sebenarnya adalah yang artinya "Dan mereka menyembah selain 
daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan 
tidak (pula) kemanfa'atan, dan mereka berkata: "Mereka itu adalah pemberi 
syafa'at kepada kami di sisi Allah"  menjelaskan bahwa mereka menyembah berhala 
yang diyakini akan memberikan syafa'at kepada mereka di sisi Allah

Sedangkan orang yang bertawassul dengan orang alim misalnya sama sekali tidak 
menyembahnya. Tetapi ia mengetahui bahwa orang alim itu memiliki keistimewaan 
di sisi Allah dengan memiliki ilmu. Lalu ia bertawassul dengannya karena 
keistimewaannya tersebut.

(QS Az Zumar [39]:3)  maupun (QS Yunus [10]:18) adalah ayat-ayat yang 
diturunkan bagi orang-orang kafir.

Orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim An Najdi atau kaum 
khawarij suka menggunakan ayat-ayat yang diturunkan bagi orang-orang kafir 
untuk menyerang kaum muslim

Abdullah bin Umar ra dalam mensifati kelompok khawarij mengatakan: "Mereka 
menggunakan ayat-ayat yang diturunkan bagi orang-orang kafir lantas mereka 
terapkan untuk menyerang orang-orang beriman".[Lihat: kitab Sahih Bukhari 
jilid:4 halaman:197]

Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam bersabda "Orang muslim yang paling 
besar dosanya (kejahatannya) terhadap kaum muslimin lainnya adalah orang yang 
bertanya tentang sesuatu yang sebelumnya tidak diharamkan (dilarang) bagi kaum 
muslimin, tetapi akhirnya sesuatu tersebut diharamkan (dilarang) bagi mereka 
karena pertanyaannya." (HR Bukhari 6745, HR Muslim 4349, 4350)

Salah satu gurunya ulama Muhammad bin Abdul Wahhab yakni Syaikh Muhammad bin 
Sulaiman AI-Kurdi as-Syafi'i menasehati ulama Muhammad bin Abdul Wahhab agar 
tidak mengasingkan diri dari mayoritas kaum muslim

"Wahai Ibn Abdil Wahab, aku menasehatimu karena Allah, tahanlah lisanmu dari 
mengkafirkan kaum muslimin, jika kau dengar seseorang meyakini bahwa orang yang 
ditawassuli bisa memberi manfaat tanpa kehendak Allah, maka ajarilah dia 
kebenaran dan terangkan dalilnya bahwa selain Allah tidak bisa memberi manfaat 
maupun madharrat, kalau dia menentang bolehlah dia kau anggap kafir, tapi tidak 
mungkin kau mengkafirkan As-Sawadul A'zham (kelompok mayoritas) diantara kaum 
muslimin, karena engkau menjauh dari kelompok terbesar, orang yang menjauh dari 
kelompok terbesar lebih dekat dengan kekafiran, sebab dia tidak mengikuti jalan 
muslimin."

Ulama Muhammad bin Abdul Wahhab dikenal oleh para pengikutnya sebagai ulama 
yang memurnikan atau menegakkan tauhid.

Syaikh Muhammad bin Sulaiman AI-Kurdi as-Syafi'i salah seorang gurunya 
menasehati beliau yang mengkafirkan kaum muslim yang berdoa dan minta tolong 
kepada Allah dengan perperantara dengan kaum muslim yang telah meraih maqom 
(derajat) disisiNya yang sudah wafat seperti para Wali Allah

Mereka berkeyakinan bahwa "meminta perotolongan hanya kepada Allah" selain dari 
itu adalah syirik.

Mereka berkeyakinan bahwa minta tolong kepada manusia hanya pada yang masih 
hidup karena manusia tersebut mampu untuk menolong sedangkan orang yang sudah 
wafat tidak dapat menolong atau mendatangkan manfaat.

Bahkan dikabari ulama Muhammad bin Abdul Wahhab mendiamkan pengikutnya 
menyatakan "tongkat itu lebih berguna daripada Muhammad shallallahu alaihi 
wasallam, karena tongkat bermanfaat, bisa dipakai untuk memukul ular, sedang 
muhammad Shallallahu alaihi wasallam telah wafat dan tidak ada sedikitpun 
kemanfaatan yang tersisa darinya.

Kita minta tolong kepada seorang dokter dalam arti minta tolong kepada Allah 
ta'ala dengan perantara (washilah) seorang dokter.

Pada hakikatnya bukan dokter yang menolong atau menyembuhkan kita. Pada 
hakikatnya bukan dokter yang mendatangkan manfaat, dia hanya sarana perantara 
(washilah)

Berwashilah (berperantara) dengan dokter bukan berarti minta tolong kepada 
selain Allah

Begitupula boleh kaum muslim boleh minta tolong kepada Allah ta'ala dengan 
perantara (washilah) dengan kaum muslim yang meraih maqom (derajat) disisiNya 
seperti Wali Allah yang sudah wafat karena pada hakikatnya bukan Wali Allah 
yang sudah wafat yang menolong kita.

Berwashilah (perperanta) dengan Wali Allah yang sudah wafat bukan berarti minta 
tolong kepada selain Allah

Firman Allah ta'ala yang artinya

"Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang 
beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk 
(kepada Allah)" (QS Al Maaidah [5]: 55)

"Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman 
menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti 
menang" (QS Al Maaidah [5]: 56)

"dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mu'min yang baik; dan selain dari itu 
malaikat-malaikat adalah penolongnya pula" (QS At Tahrim [66]:4)

"dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari 
sisi Engkau" (QS An Nisaa [4]:75)

"Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk dita'ati dengan seizin 
Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, 
lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, 
tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang" (QS 
An Nisaa [4]:64)

"Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka" (QS Ali Imran 
[3]:159)

"maka apabila mereka meminta izin kepadamu karena sesuatu keperluan, berilah 
izin kepada siapa yang kamu kehendaki di antara mereka, dan mohonkanlah ampunan 
untuk mereka kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha 
Penyayang" (QS An Nuur [24]:62)

"dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mu'min, laki-laki 
dan perempuan" (QS Muhammad [47];19)

"maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk 
mereka" (QS Mumtahanah [60]:12)

"Dan apabila dikatakan kepada mereka: Marilah (beriman), agar Rasulullah 
memintakan ampunan bagimu, mereka membuang muka mereka" (QS Munaafiquun [63]:5)

Ibnu Katsir ketika mentafsirkan ( QS An Nisaa [4] : 64 ) contoh scan kitab 
tafsir dapat dibaca pada 
http://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2011/09/ikjuz5p281_285.pdf menyampaikan

**** awal kutipan *****
Al-Atabi ra menceritakan bahwa ketika ia sedang duduk di dekat kubur Nabi 
Shallallahu alaihi wasallam, datanglah seorang Arab Badui, lalu ia mengucapkan, 
"Assalamu'alaika, ya Rasulullah (semoga kesejahteraan terlimpahkan kepadamu, 
wahai Rasulullah). Aku telah mendengar Allah ta'ala berfirman yang artinya, 
`Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu 
memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, 
tentulah mereka menjumpai Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang` (QS 
An-Nisa: 64),

Sekarang aku datang kepadamu, memohon ampun bagi dosa-dosaku (kepada Allah) dan 
meminta syafaat kepadamu (agar engkau memohonkan ampunan bagiku) kepada 
Tuhanku."

Kemudian lelaki Badui tersebut mengucapkan syair berikut , yaitu: "Hai 
sebaik-baik orang yang dikebumikan di lembah ini lagi paling agung, maka 
menjadi harumlah dari pancaran keharumannya semua lembah dan pegunungan ini. 
Diriku sebagai tebusan kubur yang engkau menjadi penghuninya; di dalamnya 
terdapat kehormatan, kedermawanan, dan kemuliaan."

Kemudian lelaki Badui itu pergi, dan dengan serta-merta mataku terasa mengantuk 
sekali hingga tertidur.

Dalam tidurku itu aku bermimpi bersua dengan Nabi shallallahu alaihi wasallam., 
lalu beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda, "Hai Atabi, susullah orang 
Badui itu dan sampaikanlah berita gembira kepadanya bahwa Allah telah 
memberikan ampunan kepadanya!"
***** akhir kutipan *****

Hal yang perlu kita ingat bahwa kaum muslim yang berdoa kepada Allah ta'ala 
dengan bertawassul pada ahli kubur yang dekat dengan Allah ta'ala, mereka 
berdoa dan beribadah kepada Allah bukan meminta kepada ahli kubur atau 
menyembah kuburan.

Kaum muslim yang berdoa kepada Allah ta'ala dengan bertawassul pada ahli kubur 
yang dekat dengan Allah ta'ala, mereka sangat paham dan yakin bahwa yang 
mengabulkan doa mereka hanyalah Allah Azza wa Jalla bukan ahli kubur yang 
mereka tawassulkan.

Silahkan baca studi kasus para peziarah kubur pada 
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/10/07/studi-kasus-ziarah/ tidak ada 
satupun yang menyembah kuburan.

Silahkan pula menyaksikan video yang menjelaskan tawassul, ziarah kubur dan apa 
yang dimaksud dengan hadits tentang larangan menjadikan kuburan sebagai masjid 
pada http://www.youtube.com/watch?v=lDXulIV6q4k

Wassalam

Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830

Kirim email ke