Assalamu'alaikum wr wb,

Menghina bahwa semua Bid'ah itu Sesat dan Masuk Neraka, itu sama dengan 
menghina Allah.
Sebab Al Baadi'i البديع (Maha Pencipta) adalah satu nama Allah dari Asma'ul 
Husna.

Jadi tidak semua Bid'ah itu sesat. Menurut paham Ahlus Sunnah wal Jama'ah, 
bid'ah itu ada bid'ah hasanah dan bid'ah dholalah.
Bid'ah yang sesat itu adalah menambah/merubah ibadah yg sudah qoth'i misalnya 
sholat wajib jadi 6 waktu.
Ada pun hal2 lain seperti untuk ketertiban dan kesempurnaan ibadah misalnya 
sebelum sholat Jum'at Imam mengingatkan jema'ah agar mematikan HP, itu bukan 
bid'ah sesat yg masuk neraka.

Rasulullah SAW:

مَنْ سَنَّ فِى اْلاِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ 
عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ اَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا

Siapa yang memberikan contoh perbuatan baik dalam Islam maka ia akan 
mendapatkan pahala orang yang turut mengerjakannya dengan tidak mengurangi dari 
pahala mereka sedikit pun. (HR Muslim)

Karena itu, apa yang dilakukan para sahabat memiliki landasan hukum dalam 
syariat. Di antara bid'ah terpuji itu adalah:

a. Apa yang dilakukan oleh Sayyidina Umar ibn Khattab ketika mengumpulkan semua 
umat Islam untuk mendirikan shalat tarawih berjamaah. Tatkala Sayyidina Umar 
melihat orang-orang itu berkumpul untuk shalat tarawih berjamaah, dia berkata: 
"Sebaik-baik bid'ah adalah ini".

Ibn Rajar al- Asqalani dalam Fathul Bari ketika menjelaskan pernyataan 
Sayyidina Umar ibn Khattab "Sebaik-baik bid'ah adalah ini" mengatakan:

"Pada mulanya, bid'ah dipahami sebagai perbuatan yang tidak memiliki contoh 
sebelumnya. Dalam pengertian syar'i, bid'ah adalah lawan kata dari sunnah. Oleh 
karena itu, bid'ah itu tercela. Padahal sebenarnya, jika bid'ah itu sesuai 
dengan syariat maka ia menjadi bid'ah yang terpuji. Sebaliknya, jika bidطah itu 
bertentangan dengan syariat, maka ia tercela. Sedangkan jika tidak termasuk ke 
dalam itu semua, maka hukumnya adalah mubah: boleh-boleh saja dikerjakan. 
Singkat kata, hukum bid'ah terbagi sesuai dengan lima hukum yang terdapat dalam 
Islam".

b. Pembukuan Al-Qur'an pada masa Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq atas usul 
Sayyidina Umar ibn Khattab yang kisahnya sangat terkenal.

Dengan demikian, pendapat orang yang mengatakan bahwa segala perbuatan yang 
tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah adalah haram merupakan pendapat yang 
keliru. Karena di antara perbuatan-perbuatan tersebut ada yang jelek secara 
syariat dan dihukumi sebagai perbuatan yang diharamkan atau dibenci (makruh).

Ada juga yang baik menurut agama dan hukumnya menjadi wajib atau sunat. Jika 
bukan demikian, niscaya apa yang telah dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar 
sebagai­mana yang telah dituliskan di atas merupakan perbuatan haram. Dengan 
demikian, kita bisa mengetahui letak kesalahan pendapat tersebut.

c. Sayyidina Utsman ibn Affan menambah adzan untuk hari Jumat menjadi dua kali. 
Imam Bukhari meriwatkan kisah tersebut dalam kitab Shahih-­nya bahwa penambahan 
adzan tersebut karena umat Islam semakin banyak. Selain itu, Sayyidina Utsman 
juga memerintahkan untuk mengumandangkan iqamat di atas az-Zawra', yaitu sebuah 
bangunan yang berada di pasar Madinah.

Jika demikian, apakah bisa dibenarkan kita mengatakan bahwa Sayyidina Utsman 
ibn Affan yang melakukan hal tersebut atas persetujuan seluruh sahabat sebagai 
orang yang berbuat bid'ah dan sesat? Apakah para sahabat yang menyetu­juinya 
juga dianggap pelaku bid'ah dan sesat?

Di antara contoh bid'ah terpuji adalah mendirikan shalat tahajud berjamaah pada 
setiap malam selama bulan Ramadhan di Mekkah dan Madinah, mengkhatamkan 
Al-Qur'an dalam shalat tarawih dan lain-lain. Semua perbuatan itu bisa 
dianalogikan dengan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW dengan syarat semua 
perbuatan itu tidak diboncengi perbuatan-perbuatan yang diharamkan atau pun 
dilarang oleh agama. Sebaliknya, perbuatan itu harus mengandung perkara-perkara 
baik seperti mengingat Allah dan hal-hal mubah.

Jika kita menerima pendapat orang-orang yang menganggap semua bid'ah adalah 
sesat, seharusnya kita juga konsekuen dengan tidak menerima pembukuan Al-Qur'an 
dalam satu mushaf, tidak melaksanakan shalat tarawih berjamaah dan mengharamkan 
adzan dua kali pada hari Jumat serta menganggap semua sahabat tersebut sebagai 
orang-­orang yang berbuat bid'ah dan sesat.

Dr. Oemar Abdallah Kemel
Ulama Mesir kelahiran Makkah al-Mukarromah
Dari karyanya "Kalimatun Hadi’ah fil Bid’ah" yang diterjemahkan oleh PP 
Lakpesdam NU dengan "Kenapa Takut Bid’ah?

Kirim email ke