Date sent: Fri, 9 Apr 1999 14:59:54 -0600 (MDT) To: [EMAIL PROTECTED] From: [EMAIL PROTECTED] Subject: [INDONESIA-L] RTRS - Oz, Red Cross to Investigate Timor Killings > > Australia, Red Cross to investigate Timor killings > > CANBERRA, April 9 (Reuters) - Australian diplomats and the Red Cross > will travel to East Timor to conduct independent investigations into > reports that at least 25 villagers were massacred by anti-independence > paramilitaries. (....) > East Timor spiritual leader Catholic Bishop Carlos Belo has said that at > least 25 people were killed in the town of Liquisa when militiamen > attacked on Tuesday. > > Indonesia said the number killed was five. There have also been > conflicting accounts of whether the Indonesian armed forces were > involved. > > "He (Wiranto) accepted that there were conflicting accounts and that's > why he was willing, and in fact, sought to encourage an investigation > which had a major element of independence to it," McCarthy said. > Ini adalah bahasa diplomatik, yang kudu diterjemahkan kebahasa sehari-hari! Inilah terjemahan saya: Wiranto terpaksa mengakui bahwa ada laporan yang simpang siur, dan tukang suruh bunuh ini tidak bisa membantah begitu saja bahwa omongan uskup Bello yang mengatakan jumlah korban (lebih dari) 25 orang itu salah. Bello, pertama adalah uskup Timor-Timur (dan bukan uskup Indonesia yang tukang kencingi Injil dan suka menggadaikan pantatnya kepada serdadu tukang bunuh dan tukang suruh bunuh), kedua penerima hadiah Nobel untuk perdamian dan punya kredibilitas didunia internasional. Jadi, Wiranto kudu kasih kesempatan ada peninjau dari luar negeri. Dan bukan sembarang peninjau, tapi Palang Merah Internasional yang tidak punya tradisi untuk mengumumkan penemuannya (Laporan Palang Merah galibnya disampaikan kepada pemerintah, artinya tidak ada jaminan untuk diumumkan) dan diplomat Australia yang tidak berada diposisi yang mengizinkannya untuk membuka segala borok. Jadi, usaha Wiranto itu - dengan bekerja sama dengan Australia - adalah operasi pengelabuan mata. Agar jelas: bila Wiranto serius untuk membuka jelas-jelas masaalahnya maka salah satu langkah pertama yang harus diambilnya adalah menyatakan kegelisahannya akan apa yang (mungkin) terjadi, mengambil tindakan korservasi dengan memberhentikan dari jabatannya penguasa militer di Liquisa dan Timor-Timur, lalu mengambil kembali senjata yang ada ditangan milisia dan membubarkan milisia itu. Lantas meminta PBB untuk mengirim team expert buat melakukan penyelidikan. Ngomong-ngomong pers Indonesia kok tidak ada yang (berhasil) mengirim wartawannya ke Liquisa? Satu lagi: mengingat bahwa yang mengatur "Operasi Pengelabuan Mata Umum" ini adalah Wiranto, maka kita bisa menarik kesimpulan bahwa kendali masaalah Timor-Timur telah lepas dari tangan Habibie dan penasehat politik luar negerinya dan telah jatuh kembali ketangan serdadu. Jusfiq Hadjar gelar Sutan Maradjo Lelo = ====================================== To unsubscribe send a message to [EMAIL PROTECTED] with in the message body the line: unsubscribe demi-demokrasi