FYI
Jusfiq

------- Forwarded Message Follows -------
Date sent:              Mon, 12 Apr 1999 18:55:03 -0600 (MDT)
To:                     [EMAIL PROTECTED]
From:                   [EMAIL PROTECTED]
Subject:                [INDONESIA-L] KMP - BJ Habibie Digugat di Riau


   Selasa, 13 April 1999
   BJ Habibie Digugat di Riau

   Pekanbaru, Kompas

   Presiden Republik Indonesia dan Prof Dr Ing BJ Habibie hari Senin
   (12/4) digugat di Pengadilan Negeri Pekanbaru karena tidak menepati
   janji memberikan bagi hasil minyak yang telah digali di bumi Riau bagi
   kepentingan masyarakat. Tergugat lainnya adalah Menteri Pertambangan
   dan Energi, Pertamina, PT Caltex Pacific Indonesia, dan Menteri Dalam
   Negeri. Sedangkan turut tergugat adalah Gubernur Riau, Kanwil
   Pertambangan dan Energi Riau, dan PT Caltex Pacific Indonesia Main
   Office Pekanbaru.

   Duduk di kursi penggugat adalah Prof dr Tabrani Rab, selaku Ketua
   Lembaga Studi Sosial Budaya Riau, yang memberikan kuasa hukumnya
   kepada Kapitra Ampera SH. Pada sidang pertama hari Senin (12/4) yang
   dipimpin Ny T Simanjuntak SH, didampingi Pangkat Purba SH dan Arsil
   Marwan SH, hanya PT Caltex Pacific Indonesia dan Kanwil Pertambangan
   dan Energi Riau saja yang mengirimkan kuasa hukumnya. Sedangkan turut
   tergugat dan tergugat lain, termasuk Presiden RI, tidak hadir, dan
   tanpa kabar berita.

   "Kami akan memanggil lagi para tergugat dan turut tergugat lainnya,
   termasuk Presiden dan Bapak Habibie. Panggilan itu hanya dua kali.
   Kalau tidak datang juga, sidang ini tetap dilanjutkan," kata Hakim
   Ketua Ny T Simanjuntak SH. Setelah berkonsultasi dengan hakim anggota
   lainnya, dia menetapkan bahwa sidang lanjutan perkara perdata ini
   dilaksanakan hari Senin, 26 April 1999.

   Dalam gugatan yang dibacakan Kapitra Ampera disebutkan, sejak 10 Mei
   1995, Presiden (tergugat I) memerintahkan Menteri Pertambangan dan
   Energi atau setara dengannya mengeksploitasi minyak Riau yang bekerja
   sama dengan Caltex dan Pertamina di Riau. Ini dilakukan dengan
   sewenang-wenang yang hasilnya hampir tidak dirasakan oleh daerah
   penggugat (Propinsi Riau). Hasil eksploitasi minyak ini senilai Rp
   2,004 trilyun.

   Presiden dan BJ Habibie pada 31 Juli 1998 berjanji kepada penggugat dan
   tokoh masyarakat Riau untuk merealisasikan bagi hasil penjualan minyak
   Riau sebesar 10 persen dalam jangka waktu dua bulan setelah janji
   tersebut dibuat. Tetapi sampai sekarang atau hampir sembilan bulan
   setelah janji dibuat, ternyata tidak ditepati. Ini sangat mengecewakan,
   sekaligus sebagai bukti kesewenang-wenangan yang merugikan penggugat.

   Berdasarkan tindakan sewenang-wenang telah mengeksploitasi kekayaan
   minyak Riau, penggugat meminta hakim membuat putusan primer dan
   subsider. Di antara putusan primer yang diharapkan adalah menerima
   gugatan penggugat, menyatakan perbuatan Presiden dan BJ Habibie sebagai
   suatu kesalahan, menghukum tergugat membayar kerugian material 22,5
   milyar dollar AS, menyatakan sita jaminan yakni menghentikan seluruh
   aktivitas Caltex maupun Pertamina.

   Untuk tuntutan subsider, penggugat meminta hakim menyatakan serta
   memberikan kesempatan pada daerah tergugat untuk mengelola maupun
   memanfaatkan sumber daya alam secara mandiri atau daerah penggugat
   dapat dilepaskan dari negara kesatuan RI, sehingga menjadi negara
   sendiri. Tetapi apabila hakim berpendapat lain, penggugat meminta
   majelis hakim dapat memberikan keputusan seadil-adilnya.

   Teteskan air mata

   Sidang ini mendapat perhatian cukup luas terutama dari sekitar 150
   mahasiswa sehingga ruang sidang tidak mampu menampung kehadiran mereka,
   yang menurut T Simanjuntak, baru pertama kali dialami Pengadilan Negeri
   Pekanbaru. Mereka senantiasa merespons setiap perkataan dari kuasa
   hukum, bahkan juga hakim. Seorang mahasiswa, Abdul Kadir, dikeluarkan
   hakim T Simanjuntak setelah tiba-tiba berkata bahwa hakim melecehkan
   tuntutan yang sedang diperkarakan.

   Uniknya, sebelum sidang dimulai, kuasa hukum Kapitra Ampera atas izin
   majelis hakim, memanggil penyair Idrus Tintin untuk membacakan
   sajaknya. Banyak pengunjung sidang meneteskan air mata karena sajak
   Idrus Tintin yang menyayat hati tentang bagaimana kekayaan alam Riau
   justru tidak menguntungkan masyarakatnya, sehingga ia bertanya haruskah
   tangis menjelma menjadi bengis.

   Ini dilanjutkan dengan luapan perasaan salah seorang dari sepuluh
   warga masyarakat terasing Sakai yang menghadiri persidangan, kemudian
   ditutup dengan pidato singkat Prof dr Tabrani Rab.

   Tabrani Rab, menolak usulan berdamai yang disarankan hakim antara
   pihaknya dengan para tergugat.

   Ketika hakim T Simanjuntak mempertanyakan sikap itu, Tabrani Rab yang
   sempat mendeklarasikan kedaulatan masyarakat Riau pertengahan Maret itu
   mengatakan, mereka menginginkan kekuatan hukum dalam kebijakan bagi
   hasil minyak Riau. (ti)


Jusfiq Hadjar gelar Sutan Maradjo Lelo                                             =
======================================


To unsubscribe send a message to [EMAIL PROTECTED] with in the
message body the line:
unsubscribe demi-demokrasi

Kirim email ke