Asa beberapa kemungkinan: Realisasi Jampersal tidak sesuai rencana. Bisa karena masyarakat tidak tahu, bisa karena bidan tidak tahu, bisa karena “kreativitas” pejabat dinkes/pemda yang melihat jampersal sebagai sumber dana yang dapat diotak-atik sesuai keinginan sendiri. Bidan di desa tidak “menjemput bola” tetapi menunggu bola. Menunggu sesudah orang hamil datang ke dia, dan bukan dia berinisiatif mengunjungi rumah bumil. Apalagi melakukan penyuluhan terhadap ibu baru atau calon ibu. RS rujukan tidak siap dan tidak punya program utk itu. Pemda/Kepala daerah tidak merasa terpanggil untuk ikut menurunkan AKI. Masalah geografi adalah “given factor” yang tidak dapat selalu dijadikan alibi. Masalah transportasi, terutama di luar Jawa akan teratasi jika Kepda atau Pemda mempunyai komitmen. Kalau tidak ada sarana transportasi cepat, pendekatan preventif dan deteksi dini harus menjadi prioritas. Sehingga bumil dapat dirujuk jauh-jauh hari sebelum terjadi komplikasi.
Sent from Windows Mail From: Laksono Trisnantoro Sent: Friday, September 27, 2013 8:14 AM To: desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com Dear all. Ada berita menarik dari Sindonews. AKI meningkat tinggi. Mengapa terjadi, perlu dibahas dengan detil. Kami dari Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan akan membahas kasus ini secara sistematis. Kami mulai diskusi melalui miling-list ini untuk khusus membahas kasus ini. SIlahkan berkomentar. Salam Laksono Trisnantoro Berita kemarin Sindonews.com - Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Agung Laksono mengatakan, hasil survei yang dilakukan Badan Kepala Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), mengeluarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, dijamin akurasinya dan validitasnya. Agung menjelaskan, hal itu dikarenakan, survei tersebut berbeda dengan hasil survei yang dilakukan oleh lembaga politik yang belakangan sangat popular di Indonesia. “Survei politik cenderung tidak objektif, karena publikasi terhadap hasil survei lebih kepada tujuan untuk menaikkan popularitas dan elektabilitas tokoh tertentu,” kata Agung, saat ditemui di Peluncuran Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, di Jakarta, Rabu 25 September 2013. Berdasarkan SDKI 2012, rata-rata angka kematian ibu (AKI) tercatat mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup. Rata-rata kematian ini jauh melonjak dibanding hasil SDKI 2007 yang mencapai 228 per 100 ribu. Dalam hal ini, fakta lonjaknya kematian ini tentu sangat memalukan pemerintahan yang sebelumnya bertekad akan menurunkan AKI hingga 108 per 100 ribu pada 2015 sesuai dengan target MDGs. Salah satu pihak yang menolak mengakui hasil SDKI 2012 adalah Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Sebelumnya Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi berdalih, terjadi perbedaan metode perhitungan dalam SDKI 2012 sehingga angka kematian ibu melahirkan melonjak. Kontroversi angka kematian ibu inilah yang menyebabkan peluncuran SDKI 2012 selalu tertunda. Menurut Agung sangat masuk akal jika SDKI 2012 mencatat rata-rata AKI melonjak. Pasalnya, sejumlah program terobosan untuk menekan kematian ibu melahirkan seperti Jaminan Persalinan (Jampersal) diakui kurang berhasil. Selain itu, sejak otonomi daerah, dukungan pemerintah daerah pada program KB memang jauh menurun. Oleh sebab itu wajar saja, lanjut Agung, jika angka kematian ibu melonjak. “Pemakaian metode KB (Keluarga Berencana) jangka panjang hanya sebesar 10,6 persen. Dan ini menjadi pekerjan yang harus kita selesikan dimasa mendatang,” lanjut Agung. Berbagai persoalan di bidang kependudukan dan KB tersebut jelas Agung akan membawa implikasi pada pencapaian MDGs dan penetapan sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Para petugas survei juga melakukan pendataan tentang angka kematian ibu dan balita, sehingga hasil survei jauh lebih lengkap dan sempurna.