Seorang mahasiswa FKMUI membuat penelitian Jampersal di seluruh RB yang ada
di Jakarta Utara tahun 2012. Terjadi lonjakan kunjungan persalinan yang
besar antara sebelum dan sesudah Jampersal tapi pada saat yang sama tidak
ada peningkatan yang berarti dalam hal SDM dan sarana kerja pendukung.
Fenomena ini saya yakin juga terjadi di tempat-tempat lain. Bisa dipahami
kalau akibatnya terjadi penurunan kualitas pelayanan persalinan......

Akibat lain dari Jampersal adalah tergusurnya berbagai upaya swadaya
masyarakat seperti Tabulin (Tabungan ibu bersalin) yang sudah dibina dengan
susah payah. Buat apa susah-susah menabung untuk biaya persalinan karena
dengan Jampersal semuanya gratis.

Jampersal juga berdampak pada keberadaan klinik RB swasta. Pasien yang
semula bersedia membayar lalu berduyun-duyun pindah ke Jampersal. Akibatnya
kunjungan ke klinik swasta non jampersalpun menurun.


AS



2013/9/27 <mohnuh2...@yahoo.com>

> **
>
>
> Asa beberapa kemungkinan:
>
>    1. Realisasi Jampersal tidak sesuai rencana. Bisa karena masyarakat
>    tidak tahu, bisa karena bidan tidak tahu, bisa karena “kreativitas” pejabat
>    dinkes/pemda yang melihat jampersal sebagai sumber dana yang dapat
>    diotak-atik sesuai keinginan sendiri.
>    2. Bidan di desa tidak “menjemput bola” tetapi menunggu bola. Menunggu
>    sesudah orang hamil datang ke dia, dan bukan dia berinisiatif mengunjungi
>    rumah bumil. Apalagi melakukan penyuluhan terhadap ibu baru atau calon ibu.
>    3. RS rujukan tidak siap dan tidak punya program utk itu.
>    4. Pemda/Kepala daerah tidak merasa terpanggil untuk ikut menurunkan
>    AKI.
>    5. Masalah geografi adalah “given factor” yang tidak dapat selalu
>    dijadikan alibi.
>    6. Masalah transportasi, terutama di luar Jawa akan teratasi jika
>    Kepda atau Pemda mempunyai komitmen. Kalau tidak ada sarana transportasi
>    cepat, pendekatan preventif dan deteksi dini harus menjadi prioritas.
>    Sehingga bumil dapat dirujuk jauh-jauh hari sebelum terjadi komplikasi.
>
>
> Sent from Windows Mail
>
> *From:* Laksono Trisnantoro
> *Sent:* Friday, September 27, 2013 8:14 AM
> *To:* desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com
>
>
>
> Dear all.
> Ada berita menarik dari Sindonews. AKI meningkat tinggi. Mengapa terjadi,
> perlu dibahas dengan detil. Kami dari Pusat Kebijakan dan Manajemen
> Kesehatan akan membahas kasus ini secara sistematis. Kami mulai diskusi
> melalui miling-list ini untuk khusus membahas kasus ini. SIlahkan
> berkomentar.
>
> Salam
>
> Laksono Trisnantoro
>
> Berita kemarin
> *Sindonews.com* - Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra)
> Agung Laksono mengatakan, hasil survei yang dilakukan Badan Kepala
> Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), mengeluarkan hasil
> Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, dijamin akurasinya
> dan validitasnya.
>
> Agung menjelaskan, hal itu dikarenakan, survei tersebut berbeda dengan
> hasil survei yang dilakukan oleh lembaga politik yang belakangan sangat
> popular di Indonesia.
>
> “Survei politik cenderung tidak objektif, karena publikasi terhadap hasil
> survei lebih kepada tujuan untuk menaikkan popularitas dan elektabilitas
> tokoh tertentu,” kata Agung, saat ditemui di Peluncuran Hasil Survei
> Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, di Jakarta, Rabu 25
> September 2013.
>
> Berdasarkan SDKI 2012, rata-rata angka kematian ibu (AKI) tercatat
> mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup. Rata-rata kematian ini jauh
> melonjak dibanding hasil SDKI 2007 yang mencapai 228 per 100 ribu.
>
> Dalam hal ini, fakta lonjaknya kematian ini tentu sangat memalukan
> pemerintahan yang sebelumnya bertekad akan menurunkan AKI hingga 108 per
> 100 ribu pada 2015 sesuai dengan target MDGs.
>
> Salah satu pihak yang menolak mengakui hasil SDKI 2012 adalah Kementerian
> Kesehatan (Kemenkes). Sebelumnya Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi
> berdalih, terjadi perbedaan metode perhitungan dalam SDKI 2012 sehingga
> angka kematian ibu melahirkan melonjak. Kontroversi angka kematian ibu
> inilah yang menyebabkan peluncuran SDKI 2012 selalu tertunda.
>
> Menurut Agung sangat masuk akal jika SDKI 2012 mencatat rata-rata AKI
> melonjak. Pasalnya, sejumlah program terobosan untuk menekan kematian ibu
> melahirkan seperti Jaminan Persalinan (Jampersal) diakui kurang berhasil.
>
> Selain itu, sejak otonomi daerah, dukungan pemerintah daerah pada program
> KB memang jauh menurun. Oleh sebab itu wajar saja, lanjut Agung, jika angka
> kematian ibu melonjak. “Pemakaian metode KB (Keluarga Berencana) jangka
> panjang hanya sebesar 10,6 persen. Dan ini menjadi pekerjan yang harus kita
> selesikan dimasa mendatang,” lanjut Agung.
>
> Berbagai persoalan di bidang kependudukan dan KB tersebut jelas Agung akan
> membawa implikasi pada pencapaian MDGs dan penetapan sasaran Rencana
> Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
>
> Para petugas survei juga melakukan pendataan tentang angka kematian ibu
> dan balita, sehingga hasil survei jauh lebih lengkap dan 
> sempurna.<http://nasional.sindonews.com/read/2013/09/25/15/787444/sdki-2012-gambaran-penduduk-indonesia>
>
>
>
>
>   
>



-- 
Adi Sasongko
A good teacher teaches, a better teacher motivates, the best teacher
inspires

Kirim email ke